Daerah yang di sebut Rampal di Kota Malang, identik dengan Lapangan Parade Brawijaya. Â Lapangan Rampal merupakan nama popolernya yang secara administratif berada di Kelurahan Kesatrian Kecamatan Blimbing Kota Malang. Di Kelurahan Kesatrian dan perbatasannya memang sejak dahulu merupakan tempat basis militer yang juga peninggalan masa kolonial Belanda.
Nama Rampal sendiri merujuk pada Kelurahan Rampal Celaket di sebelah barat lapangan yang masuk Kecamatan Klojen. Dengan wilayah yang begitu luas, kawasan Rampal dan sekitarnya juga dipakai sebagai perumahan prajurit. Secuil di pinggiran kawasan Rampal itu terdapat warung makan begitu terkenal dan legendaris.
Warung Rampal, nama yang banyak dikenal orang terletak di Jalan Panglima Sudirman 71A ini berada tak jauh dari perempatan lampu merah Lapangan Rampal. Dua menu yang terkenal dari warung ini yaitu soto dan  -terlebih lagi- rawonnya. Rawon Rampal begitu unik. Dari segi rasa, banyak pengunjung yang menyatakan puas. Dan selebihnya dalam proses pembuatannya yang membuat kita salut.
Rawon seperti yang dijelaskan Wikipedia merupakan masakan yang populer di Jawa Timur yang menggunakan campuran buah Kluwek sebagai ciri khasnya. Dari Kluwek itu menyebabkan kuahnya berwarna hitam kecoklatan. Semua tergantung dari kadar Kluwek yang dipakai, ada yang pekat sampai encer, setiap warung mempunyai takaran tersendiri yang dianggap pas. Â
Warung Rampal ini didirikan oleh mbah Syariah pada tahun 1957, di tempat yang sama sampai saat ini. Karena istri tentara, sang suami Sangadi mendapat "jatah" tempat tinggal di kawasan perumahan Rampal itu.Â
Pertama kali hanya mendirikan warung di halaman rumah dengan bangunan sederhana. Soto dan rawon merupakan menu favorit para pelanggannya. Para tentara pun banyak singgah di warung ini, yang akhirnya semakin berkembang. Masyarakat luas pun turut menikmatinya, yang dari segi rasa cukup banyak memujinya. Â Â
Mempertahankan resep lama dan masih tradisional
Saat ini Warung Rampal dikelola oleh Suprihatin generasi kedua yang merupakan keponakan dari Almarhumah Syariah, sang pendiri. Dalam kesehariannya Suprihatin didampingi oleh anaknya Ninik Wahyuni yang bisa jadi merupakan "putra mahkota" warung ini selanjutnya.
Hampir semua yang berkenaan dengan rawon Rampal ini masih mempertahankan warisan dari mbah Syariah. Mulai dari resep, takaran, sampai cara pembuatannya. Sejak dari awal berdiri sampai saat ini pembuatan rawon ataupun sotonya masih menggunakan arang sebagai bahan bakarnya dengan menggunakan tungku. Penggunaan bahan gas juga digunakan, itu pun sekadar untuk memanaskannya.
Tetap menggunakan arang adalah pilihan konsisten untuk mempertahankan kualitas dan rasanya. Menurut Ninik yang sudah lama berkecimpung menangani rawon Rampal ini menyatakan, bahwa ada perbedaan rasa dan ketahanan rawon bila menggunakan arang dibandingkan dengan gas. Dengan menggunakan arang, rawon bisa berasa lebih sedap dan tahan lama.
Maka tidak heran untuk dapur warung Rampal ini berada di luar, di ruang semi terbuka di samping ruang warung utama. Para pengunjung bisa melihat jejeran tungku dan tumpukan arang di sebelahnya.Â
Begitupun dengan aktifitas cara pembuatan dan memasaknya dapat juga kita tengok. Semua dilakukan secara terbuka. Aroma masakan yang ditambah dengan asap pembakaran arang menjadi ciri khas tersendiri bagi Warung Rampal.
Rawon tanpa lemak dan lauk porsi jumbo
Berkunjung ke Warung Rampal ini, saya sempatkan berbincang pada pengunjung yang sudah setia menikmati rawonnya. Adalah Budi, Suparno, dan Dadang yang sudah menikmati rawon ini sejak 2008. Mereka bertiga merupakan sahabat kental yang selain menikmati rawon juga ajang kopdar. Hampir setiap bulan, ketiganya dipastikan untuk merasakan rawon ini.
Untuk masalah rasa mereka menyatakan enak. Rasanya khas dibandingkan dengan rawon lainnya. Yang paling disukainya adalah dagingnya yang empuk dan sedikit lemak begitu pula dengan kuahnya. Â
Saya pun konfirmasi tentang sedikitnya lemak pada Ninik. Ia menjelaskan bahwa hal itu merupakan standar yang dilakukan dalam pembuatan dan pengolahannya. Sedari awal lemak (baca: gajih) disortir. Dan untuk merebus daging juga relatif lama, sekitar 5-6 jam. Dan bila ada lemak yang mengambang di atasnya akan segera ditiriskan.
Untuk daging sapinya sendiri dipilih dari daging lokal yang masih segar, hal ini untuk menjaga kualitas. Tidak pernah menggunakan daging beku apalagi yang berasal dari impor. Untuk penyajian rawonnya, daging yang disuguhnya termasuk porsi jumbo dengan porsi nasi yang tak begitu banyak. Dagingnya pun berasa empuk sehingga terjadi selilit daging di gigi bisa terminimalkan.
Untuk daging sendiri warung rampal memerlukan 10 kg daging setiap harinya. Itu belum termasuk bahan tambahan seperti: babat, empal, dan otak. Dengan porsi lauk yang besar itu masuk akal bila memerlukan daging yang cukup banyak, apalagi pengunjungnya tak pernah sepi untuk menikmatinya. Setiap harinya ada lima panci besar untuk memasak adonan rawon dan soto ini.
Rawon kesukaan para jendral
Karena letaknya berada dengan kawasan militer maka sudah sewajarnya bila para tentara yang menikmatinya, demikian pula dengan para komandanya. Jika ada tamu dari mabes (markas besar) yang berdinas ke Malang maka hampir tidak pernah lepas menikmati masakan rawon Rampal ini. Terkadang ada yang datang langsung ke warung, selebihnya rawon diantar ke tempat para tamu yang ingin menikmatinya. Bisa ke hotel, markas, ataupun tempat perjamuan lainnya.
Sudah tak terhitung kalangan penting dan terkenal yang mencicipi rawon Rampal ini. Mulai dari para artis sampai kalangan pejabat. Para menteri seperti Muhammad Nuh, muhadjir Effendy, Susi Pudjiastuti pernah mencicipi rawon legendaris ini.Â
Dan tak kalah perhatiannya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun setidaknya sudah dua kali mampir semasa menjabat sebagai presiden. Deikian pula presiden saat ini, Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2017 yang saat itu sedang kunjungan ke Malang juga menyempatkan merasakan rawon Rampal ini.
Maka untuk menyakinkan bahwa rawon ini merupakan favorit "kalangan atas". Di dinding warung di pajang para tokoh yang pernah mampir, terlihat foto SBY dan Jokowi yang bepose foto bersama. Hal ini juga bisa diartikan rawon Rampal merupakan kesukaan presiden, panglima tertinggi di kemiliteran. Selain itu bagi para penyuka kuliner dari luar kota pun rawon Rampal menjadi rujukannya. Tempatnya juga stategis, serta tidak jauh stasiun kereta api.
Jam buka tidak terlalu lama, mulai jam 7 pagi sampai 2 siang setiap harinya. Terutama jam makan siang warung ini akan tampak ramai. Selain di warung utama, di beranda rumah tua yang masih terjaga keasliannya juga disediakan ruang untuk bersantap.Â
Warung Rampal juga menyediakan bumbu rawon yang bisa dimasak sendiri di rumah. Atau pun jika mager (malas gerak) bisa pesan menggunakan fitur aplikasi ojek online untuk menikmati rawon legendaris ini.Â
Managemen sederhana dan menghindari utang
Ada rasa ada harga. Untuk harga seporsi rawon dan sotonya memang di atas harga rata-rata, 35 ribu rupiah untuk menikmatinya dalam satu porsi. Jika ingin tambahan lauk seperti babat, empal, paru, ati ataupun otak harganya dibandrol sama untuk masing-masingnya. Tidak murah memang, namun semua sepadan dengan rasa dan suasananya.
Untuk managemen keseharian juga masih mempertahankan cara tradisionalnya. Cara memesan makanan model ala warteg (warung tegal) yang tinggal pesan apa yang dimau, dan kemudian pesanan akan segera diantarkan ke meja pembeli. Urusan pembayaran diselesaikan belakangan, termasuk bila ada tambahan semacam krupuk ataupun kue jajanan.
Ketika ditanya berapa omset ataupun pelanggan yang datang setiap harinya, Ninik pun hanya tersenyum lebar. Ia hanya menyatakan tak memperhatikan secara detail, pembayaran para pembeli pun tanpa nota sehingga agak sulit untuk menyatakan pembukuannya secara pasti. Untuk karyawan yang ada, Ninik pun menyatakan itu semua masih hubungan persaudaraan. Jika ditotal ada sekitar 15 yang ada di warung mulai dari bagian dapur, waiter, ataupun kasir.
Dalam memutar usaha warung ini, Ninik menyatakan tidak mau sampai berutang, biar lebih tenang alasannya. Uang yang masuk setiap harinya segera dibelanjakan berbagai bahan untuk keesokan harinya. Hal itu dilakukan seperti itu secara rutin. Masih belum terbersit untuk mengembangkan untuk lebih besar atau sampai membuka cabang. Baginya bisa melayani dengan baik para pelanggannya dan menjaga kualitas, itulah utamanya.
Dengan konsisten pemasakan cara tradisional, memperhatikan kualitas, dan fokus pada pelanggan (tak mengejar profit semata) ini yang -bisa jadi- membuat Warung Rampal selalu didatangi pelanggan setianya. Akan ada selalu cerita tentang soto dan rawonnya, yang menjadikannya legendaris dan bertahan sampai saat ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI