Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Geliat Perpustakaan Kota Malang Mengembangkan Koleksi Khas Lokalnya

22 Maret 2019   15:28 Diperbarui: 22 Maret 2019   15:41 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan Kota Malang yang megah dan berlokasi di tempat strategis. Gambar di ambil dari materi Dwi Cahyono

Arsip dan dokumentasi merupakan suatu hal yang vital untuk selayaknya disimpan dan dipertahankan. Hal itu bisa menjadi penanda, yang suatu saat menjadi rujukan sejarah. Peninggalan masa lalu seperti prasasti, candi, aksara di daun lontar bisa menjelaskan keadaan di masa itu.

Di zaman modern, keberadaan perpustakaan merupakan hal yang penting. Segala informasi  tertuliskan pada buku atau pun arsip yang suatu ketika akan berguna di masa datang. Sesuatu yang sifatnya lokal pun tidak boleh diremehkan. Mendokumentasikan dalam bentuk apapun merupakan yang hal terbaik.

Suatu langkah yang tepat, bila dalam hal ini Dinas Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang (selanjutnya disebut Perpustaan Kota Malang) mengadakan acara diskusi dalam rangka pengembangan koleksi perpustakaan. Acara ini mengambil tema "Mengembangkan Koleksi Perpustakaan Berdasarkan Kekhasan Daerah", yang berlangsung pada Rabu (20/03) yang bertempat di Pinus Room, Hotel Savana Malang.

Acara ini menghadirkan dua panelis, Dwi Cahyono yang dikenal sebagai arkeolog, sejarawan dan akademisi Univ. Negeri Malang. Serta Fathul H. Panatapraja, yang aktivis sosial budaya dan keagamaan yang berasal dari kalangan milenial. Kedua panelis mewakili dua generasi (senior-junior) dengan semangat kemudaan, yang membedakan hanya rentang tahun lahirnya saja.

Dalam sambutan Plt Kepala Perpustaan Kota Malang yang saat itu berhalangan hadir. Sebagai gantinya diwakilkan oleh Sri Umiasih selaku Plt Sekretaris, yang menyatakan bahwa acara ini diselenggarakan untuk mengangkat konten lokal yang mengacu pada hal-hal yang menjadi ciri khas ada di Kota Malang.

Maka dari itu peran Perpustakaan Kota Malang sangat perlu dioptimalkan sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi. Menurutnya koleksi buku tentang Kota Malang masih sangat minim hanya berjumlah 263 judul. Padahal di Kota Malang sendiri mempunyai beragam etnik dan budaya yang tentunya memiliki catatan tersendiri mengenai kehidupan masyarakatnya.

Belum lagi Malang juga dikenal sebagai kulinernya serta beberapa tempat peninggalan sejarah, serta berbagai kekayaan budaya yang unik. Dari segi tutur komunikasi bahasa Malangan, yang sering disebut Jawa walikan menjadi kekhasan tersendiri bagi Kota Malang. Dari berbagai keunikan Malang tersebut ia menyatakan bahwa sangat mengharapkan kepada para penulis untuk menggangkatnya dalam bentuk tulisan untuk dijadikan beberapa buku.     

Malang menuju kota pustaka

Menguatkan apa yang dikatakan Sri Umiasih, Dwi Cahyono memaparkan bahwa di Malang Raya ini terdapat perjalanan panjang sejarahnya yang menjadi pusat peradaban lintas masa. Oleh karena itu tidaklah heran Malang kaya akan budaya, yang bila dituangkan ke dalam tulisan dan grafis akan menghasilkan buku atau pustaka yang jumlahnya tidaklah sedikit.

Dan begitu kayanya Malang perihal sejarahnya akan menjadi sumber pengetahuan. Ibarat sumur, airnya tak akan pernah kering walaupun terus ditimba. Sumber yang begitu melimpah itu jika dituangkan dalam sebuah tulisan yang kemudian dirangkum menjadi buku, tentunya akan menghasilkan jumlah yang begitu banyak.

Dwi Cahyono di forum tersebut menyatakan kehadirannya hanya sekadar menggelitik kepada peserta yang ada supaya bisa berbuat banyak dalam rangka memperkuat koleksi perpustakaan tersebut. Memang banyak tantangan untuk itu, yang kiranya menyangkut banyak aspek. Beberapa cara bisa dilakukan untuk ke arah stimulus dalam menyikapinya, untuk dapat menuju proses penulisannya.

Menurutnya menggalang minat baca pada usia dini sangat diperlukan. Dan itu bisa dimulai dari lingkungan terdekat, keluarga dan sekolah. Untuk itu semua perlu ditopang pula dengan keberadaan perpustakaan di rumah tangga, sekolah, ataupun dari kalangan komunitas.

Dan untuk menggugah penulisan bisa dilakukan dengan membaca semesta. Bisa dengan memperhatikan pengalaman sendiri ataupun orang lain. Dan itu bisa dimulai dengan pertanyaan dari fenomena yang ada, yang kemudian diupayakan dicarikan jawabannya. Dwi pun kembali menyarankan, bahwa semua itu perlu dilatih semenjak dini, dan terus menerus. Karena itu akan menjadi "jam terbang" catatan penulis.

Menyimak acara dengan ditemani secangkir teh manis. Dok pribadi
Menyimak acara dengan ditemani secangkir teh manis. Dok pribadi
Perpustakan yang ramah dengan milenial

Fathul H. Panatapraja sebagai panelis kedua lebih mengemukakan keberadaan perpustakaan yang harus disesuaikan kebiasaan para kaum milenial. Kemajuan teknologi juga dibarengi dengan perubahan generasi yang menyertainya. Generasi muda saat ini kerap dikenal sebagai kalangan milennial, yang secara sederhana bisa bisa digolongkan yang lahir tahun 1980-an dan seterusnya. Sejak masa kanak-kanak bahkan sejak lahir sudah akrap yang namanya smart phone bahkan internet.

Ia menyoroti bahwa kaum milenial saat ini dalam mempeloleh informasi tidaklah konvensional yang harus melalui buku, jika pun ada lebih cenderung memakai e-book. Di samping itu ia menyatakan bahwa generasi saat ini cenderung tidak membaca terlalu detail. Mereka juga menyukai dengan cara audio visual. Informasi yang disajikan dalam bentuk info grafis atapun meme lebih mereka sukai, tanpa perlu membaca karya para pengarang.

Baginya dalam dunia literasi, membaca dan menulis bagi kaum muda masih ada geliatnya. Mereka cenderung memakai banyak aplikasi (digital) sebagai perangkat pendukungnya. Dalam menulis mereka tinggal mengetikkannya di wattpad, bahkan beberapa lagi menggunakan teknik speech to text yang tak perlu mengetikkan. Tinggal mengucapkannya secara langsung, suara akan diolah menjadi tulisan di layar.    

Ia juga menyarankan kepada Perpustakaan Malang agar bisa berbenah dalam menyikapi kebiasaan kaum milenial itu. Jika tidak maka dikhawatirkan perpustakaan akan kehilangan pengunjungnya. Buku secara fisik masih diperlukan, dan tinggal saja perpustakaan menabahkan konten yang berbentuk digital dan menampilkannya secara audio-visual.

Abdul Malik selaku Humas Museum Musik Indonesia yang memberikan masukan di sela sesi diskusi. Dok pribadi
Abdul Malik selaku Humas Museum Musik Indonesia yang memberikan masukan di sela sesi diskusi. Dok pribadi
Menuju perpustakaan yang khas

Menurut Dwi Cahyono, sungguh beruntung Kota Malang memiliki perpustakaan yang megah. Letaknya pun sangat strategis yang berada di Jalan Ijen, yang berseberangan dengan Museum Brawijaya. Dan untuk bisa lebih berkembang lagi ia menyarankan agar Perpustakaan Kota Malang dalam pendokumentasian, tidak saja berkutat pada tektual tetapi juga visual dan audio. Di samping itu koleksi yang sifatnya kekhasan perlu diperbanyak. Maka ia menyarankan agar Perpustakaan Kota Malang mengembangkan jejaring kepada semua pihak yang berkompeten.

Di acara ini juga disertai sesi diskusi para peserta. Banyak masukan yang diberikan demi kemajuan perpustakaan ini. Beberapa hal yang menarik adalah bisa sinerginya atau saling melengkapi antara museum dan perpustakaan. Seperti apa yang diutarakan Abdul Malik, selaku Humas Museum Musik Indonesia (MMI) yang menyatakan bahwa seperti di museum musik dapat menikmati musik atau lagu tempo dulu. Bahkan dalam piringan hitam pun dapat dinikmati oleh para pengunjung. Untuk mengetahui perjalanan para penyanyinya dapat dideteksi dari majalah lawas yang mengulasnya.

Koleksi yang sifatnya audio juga sangat diperlukan. Seperti yang dicontohkan Dwi Cahyono, bunyi kentongan perlu direkam sehingga ada dokumentasinya. Hal ini menjadi penting sebab sebagai arkeolog ia menemui relief di beberapa candi yang menggambarkan keberadaan alat musik. Ada kesulitan membayangkan bagaimana bunyi alat itu, karena tak ada dokumentasinya.

Masukan lain untuk memperkaya Perpustakaan Kota Malang dalam menambah koleksi kekhas daerah adalah dengan usulan menyimpan beberapa skipsi, tesis, dan desertasi yang membahas tentang Kota Malang itu. Begitu pula dokumentasi paparan tentang Kota Malang yang diulas --begitu banyak- oleh radio dan televisi lokal Malang bisa diminta untuk diarsipkan, sebagai koleksi berharga di perpustakaan selain buku.    

Perpustakaan Kota Malang yang megah dan berlokasi di tempat strategis. Gambar di ambil dari materi Dwi Cahyono
Perpustakaan Kota Malang yang megah dan berlokasi di tempat strategis. Gambar di ambil dari materi Dwi Cahyono
Bisa berkolaborasi dengan komunitas

Kebetulan saya mengikuti acara tersebut dan menyimak dengan seksama. Ada usulan yang menarik Dwi Cahyono kepada Perpustakaan Malang, diharapkan agar bisa menghasilkan buku yang berkonten lokal Malang. Berkenaan dengan ini khususnya saya sebagai bagian dari Bolang sebenarnya pernah membuat buku seperti itu.

Pada tahun 2018 lalu Bolang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang menerbitkan buku tentang Pesona 17 Kampung Tematik yang ada di Kota Malang. Hasilnya cukup bagus dengan cetakan kertas berjenis lux full colour. Selain itu juga oleh pihak Dispudpar buku ini diterjemahkan ke tiga bahasa (Inggris, Prancis, dan Mandarin).

Kolaborasi Bolang bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang yang telah menerbitkan buku tentang kekhasan Kota Malang. Dok pribadi
Kolaborasi Bolang bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang yang telah menerbitkan buku tentang kekhasan Kota Malang. Dok pribadi
Model kerjasama seperti ini, dengan komunitas penulis (blogger) semacam Bolang ataupun komunitas sejenis lainnya bisa dilaksanakan. Untuk penulisnya bisa diambil dari komunitas untuk menuliskan konten dengan kesepakatan topik yang akan dipilih. Sedangkan dari pihak Dinas Perpustakaan nanti yang akan menerbitkannya.

Hal semacam ini tentu bisa saling menguntungkan di kedua belah pihak, dan kongkrit hasilnya. Dan pastinya tentu akan menambah koleksi perpustakaan perihal kekhasan konten tentang Malang.

Dari acara forum dan diskusi ini, tergambar begitu jelas bahwa semua pihak menginginkan Perpustakaan Kota Malang menjadi baik dan terus berkembang dengan lengkap, maju, dan modern. Dan jika itu terwujud, maka semua kalangan (masyarakat, akademisi, dan lainnya) bila ingin mengetahui segala aspek Kota Malang akan menuju Perpustakaan Kota Malang sebagai rujukannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun