Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Es Tawon, Masih Bertahan Sejak 1955 dalam Kesederhanaan

27 Februari 2019   16:47 Diperbarui: 28 Februari 2019   07:41 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peralatan dan bahan sederhana yang masih dipertahankan Es Tawon sampai saat ini sejak 1955. (Dokumentasi pribadi)

Namanya es campur sudah sering kita dengar dan rasakan. Di kota Malang terdapat es campur yang unik untuk dikunjungi. Dari namanya saja sudah membuat penasaran. Dan yang sulit dicari padanannya adalah termasuk minuman legendaris. 

Sudah ada sejak tahun 1955, dan saat ini masih terus bertahan. Masih sederhana dan apa adanya. Para wisatawan dari luar kota pun tak jarang menikmati manis dan segarnya es bersejarah ini.

Senin (24/02) lalu saya mengunjungi warung es ini yang berlokasi Jl. Zainul Arifin No. 35 Sukoharjo, Klojen, Kota Malang. Kesan sederhana terpancar di sini, layaknya seperti warung tradisional. 

Banyak orang mengunjungi warung es ini, tak sekadar penasaran dengan namanya ataupun rasanya. 

Di tempat ini juga kita bisa belajar sejarah dan bagaimana es ini bisa bertahan dalam kurun waktu yang cukup lama.

Warung es ini saat ini dikelola oleh Sri Utami (56 tahun) yang merupakan menantu dari sang pendiri almarhum Yamina, yang dibantu oleh adik kandungnya, Sucipto (42 tahun). 

Sri Utami begitu lancar menjelaskan tentang sejarah es campur ini. Sudah banyak media yang meliput baik dari arus utama (main stream) apalagi dari media sosial (medsos).

Adalah Yamina di tahun 1955 mencoba keberuntungan dengan berjualan es campur di halaman depan rumah yang masih tetangganya. 

Lokasinya di samping masuk Gang 1 Kidul Dalem, di pinggir Jalan Zainul Arifin (nama saat ini) yang merupakan jalur utama di tengah kota. Tak diduga jualannya ternyata mendapat sambutan positif dari masyarakat.

Alun-alun kota juga tidak jauh dari situ, demikian pula, saat itu Kantor Pendopo Pemerintahan Kabupaten Malang masih belum dipindah ke daerah Kepanjen. Maka tak jarang para pegawai negeri, polisi, tentara menjadi pelanggannya di saat waktu senggang.

Perihal nama yang unik ini tak lepas dari ungkapan para pelanggannya. Sri Utami mengemukakan bahwa di sekitar tahun 1970-an, saat berjualan beberapa tawon mengerumuni di sekitar wadah air gula. Patut diduga tawon berasal dari pohon Asam yang yang tumbuh tak jauh dari warung Yamina. 

Dari "kedatangan" tawon tak diundang ini akhirnya para pelanggannya menyebutnya dengan Es Tawon yang sebutan lainnya Es Campur Wak Mis (panggilan akrab Yamina). Maka untuk membedakan dengan es campur yang lain, jualannya dinamakan Es Tawon Kidul Dalem. Sedangkan nama Kidul Dalem merujuk nama lokasinya.

Warung saat ini, yang tak jauh letaknya setelah pindah dari tempat lama. (Dokumentasi pribadi)
Warung saat ini, yang tak jauh letaknya setelah pindah dari tempat lama. (Dokumentasi pribadi)
Sudah beralih ke generasi kedua

Saat ini warung Es Tawon Kidul Dalem sudah beralih kepada generasi kedua. Yamina sudah almarhum pada tahun 2001. 

Sejak tahun 1996 dengan pertimbangan usia dan tenaga Yamina, Es Tawon "diestafetkan" kepada putranya, Mulyono yang merupakan bungsu dari 5 bersaudara. Mulyono dibantu oleh istrinya Sri Utami. Sedangkan suaminya Mulyono sudah almarhum.

Sampai saat ini Sri Utami pun masih mempertahankan resep warisan mertuanya tersebut. Tidak menggunakan pengawet serta bahan lainnya yang masih segar. 

Komponen es campur terdiri di antaranya tape singkong, cincau hitam, kacang hijau, dan dawet. Yang kemudian diberi pasrahan es, lalu dilumuri air gula dan sirup warna merah.

Untuk bahan Es Tawon sendiri, Sri Utami tak mengalami kesulitan. Ia cukup berbelanja di langganannya yang berada di Pasar Besar yang tidak jauh dari kediamannya ini. 

Dalam pengembangan usaha Es Tawon juga membuka cabang di daerah Jalan Hamid Rusdi yang dikelola oleh putri sulungnya.

Sri Utami menanti Yamina, yang saat ini meneruskan usaha Es Tawon. (Dokumentasi pribadi)
Sri Utami menanti Yamina, yang saat ini meneruskan usaha Es Tawon. (Dokumentasi pribadi)
Pindah ke tempat baru

Warung Es Tawon yang dipakai berjualan saat ini merupakan pindahan dari tempat sejak pertama kali. Sejak tahun 2010 Sri Utami berpindah ke tempat baru yang tidak jauh dari tempat sebelumnya, hanya berjarak satu nomor rumah.

Perpindahan disebabkan karena faktor pergantian pemilik rumah tersebut. Pemilik rumah baru mempunyai kebijakan lain agar lahan depan rumahnya tidak dipakai berjualan, dan Sri Utami pun memahami hal tersebut. 

Beruntung selama berjualan, ada tetangganya yang tak jauh dari tempat tersebut menawarkan diri lahan pekarangannya untuk ditempati Sri Utami berjualan. Walaupun di tempat ini harus menyewa, Sri Utami masih cukup lega sebab usaha Es Tawonnya masih berlanjut.

Foto lawas yang dijepret sekitar tahun 1967, tampak Yamina yang sedang melayani pembeli. (Dokumentasi pribadi)
Foto lawas yang dijepret sekitar tahun 1967, tampak Yamina yang sedang melayani pembeli. (Dokumentasi pribadi)
Di tempat saat ini memang lebih luas dengan konsep warung sederhana. Sedangkan yang lama masih menggunakan konsep warung kali lima pingir jalan. 

Di tempat baru ini untuk mengenang sejarah masa lalu, dipajang foto lawas jepretan tahun 1967 di mana Yamina sedang berjualan. Dan juga kliping hasil reportase sekitar tahun 2009 dari Radar Malang.

Rumah kenangan saat Es Tawon mulai berjualan, yang saat ini masih terawat dan tak banyak berubah. (Dokumentasi pribadi)
Rumah kenangan saat Es Tawon mulai berjualan, yang saat ini masih terawat dan tak banyak berubah. (Dokumentasi pribadi)
Enam varian dengan harga sama

Menu Es Tawon sendiri tidaklah terlalu banyak, hanya ada enam. Untuk yang es campur itu tergolong lengkap variasi isinya. Ada tape singkong, cincau hitam, kacang hijau, dan dawet. Selebihnya bisa dipilih dengan variasi tertentu sesuai menu dan kesukaan. Untuk harganya dipatok sama, sebesar 8 ribu rupiah dalam satu gelas besar.

Karena menggunakan es serut maka untuk menikmatinya harus cepat karena es nya cepat mencair. Maka tidak heran para pengunjung tidak terlalu lama dalam menghabiskan es nya itu. Mengingat dalam posisi dingin itulah kesegaran akan terasa. Jika ingin berlama bersantai bisa juga menikmati gorengan yang tersedia berupa weci atau risol yang dijual seribu rupiah.

Warung es ini buka setiap hari mulai jam 8 pagi sampai 3 sore, atau bisa lebih awal bila sudah habis. 

Untuk jumlah kunjungan, Sri Utami mengakui tidaklah sebanyak pada zaman dulu yang bisa menembus 100 porsi sehari. Pada saat ini tembus 50 sampai 80 porsi baginya sudah cukup bagus, dengan banyaknya persaingan menu es di beberapa tempat.

Menu Es Tawon. (Dokumentasi pribadi)
Menu Es Tawon. (Dokumentasi pribadi)
Bertahan dengan kesederhanaan 

Sudah dapat bertahan sejak tahun 1955 merupakan suatu hal yang luar biasa, apalagi termasuk skala usaha kecil menegah (UKM). Pengelolaannya pun masih sangat sederhana sampai saat ini, cukup berdua saja.

Siklus usaha kuliner memang bermacam-macam. Ada yang laris manis, kemudian membuka banyak cabang. Begitu suksesnya terkadang bisa membuka cabang sampai luar kota, bahkan beberapa di antaranya sudah menggunakan cara modern dengan skema waralaba.

Es Tawon termasuk yang sederhana dan tidak berkembang sama sekali. Dan saat ini pun kondisi masih menyewa untuk melangsungkan usahanya. Sekadar berandai-andai harusnya warung es ini sudah bisa mempunyai tempat sendiri, sehingga kedepannya tidak "bingung" lagi berkenaan tempat.

Dengan posisi menyewa tentu saja tidak bisa diprediksikan kapan Es Tawon ini bisa bertahan di tempat yang ditempati saat ini. Jika sewanya habis atau penyewa tidak memperpanjang, sedikit banyak tentu akan mempengaruhi keberlangsungan Es Tawon ini. Tapi dengan adanya cabang di Jalan Hamid Rusdi yang dikelola anaknya, ada sedikit kelegaan karena ada "skoci" dan regenerasi Es Tawon ini.

Sri Utami sendiri tak berpikir muluk-muluk perihal Es Tawon ini ke depannya. Dan untuk kelanjutan dan keberlangsungannya, ia membiarkan mengalir alami apa adanya. 

Kita sendiri juga tidak tahu bagaimana Es Tawon ini di masa depan. Apakah masih di daerah Kidul Dalem yang tak jauh dari tempat berdirinya dahulu ataukah bisa pindah ke daerah lain. Atau siapa generasi berikutnya setelah Sri Utami, berlanjut ke anaknya atau malah ke orang lain yang benar-benar baru. Yang pasti kita menginginkan Es Tawon ini masih terus "hidup" walaupun masih tetap sederhana.

Es campur dalam porsi lengkap. (Dokumentasi pribadi)
Es campur dalam porsi lengkap. (Dokumentasi pribadi)
Mudah dijangkau

Letak warung Es Tawon mudah dijangkau, dan tidak jauh dari alun-alun Kota Malang. Dengan menggunakan google map dan mengetikkan Es Tawon Kidul Dalem akan tertampang jelas. 

Menuju lokasi lewat jalur Jalan Zainul Arifin dari arah utara ke selatan karena satu arah jika menggunakan kendaraan bermotor. Letaknya ada di sebelah kanan jalan, ada banner besar sebagai penanda.

Sampai saat ini di warungnya masih "kedatangan" Tawon walau tidak banyak seperti di awal-awal berjualan. Tawon sesekali muncul dan malah tidak ada sama sekali. Jarangnya pepohonan --karena ditebang- adalah penyebab masuk akal.

Dalam warung yang gantung beberapa kenangan dengan ruang yang cukup menampung sekitar 15 pengunjung. (Dokumentasi pribadi)
Dalam warung yang gantung beberapa kenangan dengan ruang yang cukup menampung sekitar 15 pengunjung. (Dokumentasi pribadi)
Selain pengunjung langganannya yang berasal dari Malang, tak jarang dari luar kota berdatangan. Mereka begitu penasaran dengan Es Tawon ini. Para pengunjung baru mendapatkan info dari media sosial yang ditulis atau diunduh para pengunjung yang lain. Baik itu dari facebook, Instagram, blog, serta youtube.

Baik Sri Utami dan Sucipto akan melayani dengan ramah para pengunjung yang datang. Khusus para pengunjung yang baru mereka berdua tak pernah bosan menjelaskan menjawab pertanyaan yang sama dan selalu berulang: mengapa warungnya disebut es tawon? 

--------

Artikel ini ditulis sebagai salah satu bahan pembuatan buku "Grastonomi 105 Kuliner Legendaris Kota Malang", hasil kerja bareng Bolang bersama Dinas Budpar Pemkot Malang, 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun