Sekadar menakar sudut pandang jalan cerita, bahwa ini adalah masalah janji yang diingkari. Kita tentu pernah mendengar cerita, ada seseorang yang memburu harta (pesugihan) ataupun harta yang menggunakan ritual tertentu dengan makhluk gaib. Dan itu tentu ada perjanjinan serta konsekwensinya. Adanya tumbal diperlukan, bisa tumbuhan dan hewan. Dan ada yang sadis anak pun kadang dikorbankan.
Satu Suro ini juga menjelaskan fenomena ini. Lastri, seperti bagian adegan awal yang baru melahirkan, bayinya ternyata ditagih oleh para makhluk itu. Dan ketika ditagih ternyata Lastri mengingkari dan tak hendak menyerahkan. Akhirnya terjadilah kekacauan seperti yang ada di Rumah Sakit itu.
Berkenaan dengan Banyu pun sedikit ada hubungannya. Di beberapa adegan ternyata ayahnya ingkar janji untuk mengorbankan Bayu pada saat bayinya. Ayahnya merasa tak tega ternyata, yang akhirnya ia pasrah sendiri untuk dikorbankan.
Skema pengorbanan tak berdiri sendiri, ada ritual yang seperti aliran atau sekte tertentu. Dan fenomena ini bukanlah hanya monopoli kalangan "primitif" saja. Di zaman modern ini terkadang juga ada. Tak jarang juga terjadi bagi kalangan pejabat, terpelajar, dan berharta. Godaan dunia untuk berharta dan bertahta kadang ditempuh dengan cara instan dan singkat.
Bisa jadi semua keinginan itu dapat terpenuhi, namun ternyata ada sesuatu yang harus dikorbankan. Itu memang ada perjanjian yang harus ditebus berikutnya. Yang paling parah tentu adalah ketika anak yang harus dikorbankan. Pada suatu masanya ketika ditagih, malah tidak dipenuhi. Sesal memang datang belakangan, yang akhirnya harus menginkari dengan "melarikan diri".
Jika dihubungkan dengan Satu Suro maka bisa jadi pada saat itu ritual "pengorbanan" itu dilakukan. Kedua belah pihak saling menyelesaikan konsekwensi perjanjian itu. Bisa jadi ada yang ditunaikan sesuai dengan kesepakatan, dan selebihnya ada penginkaran.
Betapapun juga kesepakatan sudah selayaknya dipenuhi, apalagi hal itu diikat oleh perjanjian. Dan itu berlaku kepada siapa saja. Jika perjanjian itu dengan "setan" dan ada penginkaran. Dan jangan salahkan "setan" bila terus menagihnya yang kadang berujung para peristiwa menakutkan dan menyeramkan. Dan menjadi "setan" ternyata tak mengenakkan, yang selalu disalahkan dan menjadi kambing hitam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H