Bakso adalah makanan favorit semua kalangan di Malang dan sekitarnya. Menikmati bakso pun dapat dilakukan di mana saja. Mulai dari kedai bakso yang besar dengan nama populer, ukuran sedang, ataupun berupa warung kecil mudah ditemui di beberapa tempat. Bagi yang malas keluar, tukang bakso pun lewat dengan gerobaknya.
Berbicara makanan terlebih bakso tidak akan terlepas dari bahan (daging yang dipakai, bahan pencampurnya) sampai proses pembuatannya. Bagi pembuat bakso skala besar rasa khawatir bagi kita tidak begitu berlebihan mengenai kehigienisannya, harga yang mahal bisa menjadi jaminannya bahwa baksonya berkualitas.
Nah, kadang menjadi persoalannya ketika terjadi di kalangan masyarakat bawah. Mereka juga gemar menikmati bakso dengan harga terjangkau. Ada harga ada rupa, hukum ekonomi berlaku. Bila bakso harganya murah tentu operasionalnya akan ditekan seminim mungkin. Maka ada benarnya bila cerita acara investigasi di sebuah stasiun televisi bisa membuat kita waspada. Daging yang dicampur tak murni dari sapi, menggunakan pengawet, serta pengolahannya yang kadang telihat jorok.
Tidak mudah memang mewujudkan hal ini terutama bagi pengusaha kecil. Dan Fauzi mau memulainya dengan harapan pelaku yang lain akan mengikutinya. Sejak tahun 2013 ia mengajak para pelaku bakso yang lain untuk membuat bakso yang halal dan higienis. Standar yang dipakai paling tidak adalah memakai daging segar yang pemotongannya dengan cara agama. Daging yang akan digiling nanti harus dicuci terlebih dahulu, bukan saja menyangkut kebersihan dan menghilangkan kenajisannya tetapi juga anjuran dari agama. Apalagi ada mitos yang berkembang bahwa bila daging dicuci maka nantinya tidak bisa jadi pentol bakso yang diharapkan.
Menurut Fauzi tidaklah mudah mengedukasi para pelaku usaha perbaksoan itu. Pada mulanya ia mengajak rekan-rekan terdekatnya terlebih dahulu melakukan hal tersebut, setidaknya  dengan mencuci daging. Yang selanjutnya ia meminta kepada tukang giling daging untuk membersihkan mesin penggilingan itu yang biasanya untuk umum. Hal itu dikhawatirkan ada sisa daging dari pelanggan sebelumnya yang dirasa kurang terjaga kebersihannya. Konsekwensinya memang Fauzi harus menambah biaya lagi untuk permintaan itu, dan demi ketenangan ia tidak keberatan akan hal itu.
Punya mesin sendiri
Rupanya apa yang dilakukan Fauzi yang juga bermisi sosial ini mendapat perhatian dari Baznas Kota Malang. Tahun 2015 bersama Baznas ia mengadakan pelatihan untuk dapat membuat bakso yang baik dan benar. Mulai dari bahan yang harus dipakai (dan melarang memakai pengawet buatan) sampai pada prosesnya. Ada sekitar 50 peserta yang mengikutinya mulai dari pelaku bakso itu sendiri, pemula, ataupun yang baru sama sekali yang tertarik pada pembuatan bakso.
Lambat laun banyak pelaku perbaksoan yang mengikuti jejaknya. Ia kemudian membentuk komunitas tak resmi untuk dapat terus mengajarkan bagaimana membuat dan mengolah bakso dengan kriteria bakso yang halal dan higienis. Biaya operasionalnya pun dapat ditekan bila dilakukan bersama-sama. Apa yang dilakukan Fauzi ini cukup penting dalam rangka bisa menyajikan bakso yang halal dan higienis kepada masyarakat banyak terutama pada lapisan bawah.
Dan akhirnya tahun 2016 Baznas pun memberikan bantuan mesin untuk pembuatan bakso yang berkualitas. Tidak hanya berupa mesin penggiling daging, juga mesin pembentuk pentol bakso beserta pengemasannya. Fauzi selangkah lebih maju untuk membuat bakso dengan kemasan isi 10 butir yang juga dilengkapi bumbunya. Penyajiannya mirip dengan mie instan, tinggal diseduh dengan air panas dan kita bisa menikmati bakso itu dimanapun berada. Bakso dalam kemasan itu diberi label "Bakso wong Duro" sama dengan nama warung bakso yang digelutinya selama ini, yang berada di Jalan S. Supriadi 8A Malang.