Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjemput Takdir Baik di ICD Jogja 2017

18 Mei 2017   09:57 Diperbarui: 18 Mei 2017   10:39 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia adalah makhluk sosial (homo socialis) yang tidak dapat hidup sendirian. Walaupun zaman semakin modern aspek hubungan sosialnya masih ada dengan media yang disesuaikan. Hubungan sosial antar manusia masih terus terjaga. Media sosial (medsos) saat ini cukup mendominasi pada ranah daring (online), sedangkan pada luring (offline) dengan dengan aktifitas berkomunitas.

Manusia secara alamiah akan berkomunitas. Demikian pula di Kompasiana yang ber-platform blog pada akhirnya para Kompasianer membentuk komunitas. Secara garis besar pengelompokan komunitas yang ada berdasarkan dua kemungkinan : minat dan regional. Maka tumbuhlah beberapa komunitas yang kemudian mendapat “fasilitas” dari Kompasiana dengan berbagai ragam mulai dari kuliner, olah raga, film, fiksi, dan lainnya. Yang di regional pun tubuh (kecuali Jakarta) mulai  dari Palembang, Tangerang, Bandung, Ambon, Surabaya, sampai juga di Malang.

Untuk di Malang Raya sendiri jumlah Kompasianer nya tidaklah sedikit. Sedikit menengok sejarah, pembentukan komunitas di Malang boleh dibilang faktor kebetulan. Pada 12 Mei 2015 di Malang ada acara Nangkring Kompasiana bareng JNE. Acara Kompasiana di daerah boleh di bilang jarang. Dan momentum itu didapat, setelah acara usai yang kemudian diinisiasi dan difasilitasi admin Kompasiana (mbak Wawa dan mas Nurul) disempatkankan kopdaranyangbertempat di @MX Mall.

Kopdaran juga diikuti Kompasianer dari Surabaya yang pada waktu itu sudah terbentuk komunitas yang diberi nama Koneks. Rekan-rekan dari Koneks ini dan para admin “mengompori” agar membentuk komunitas Kompasianer sendiri di Malang dan sekitarnya. Pada mulanya masih “malu-malu” pembentukan itu, maklum semua pada “enggan” untuk jadi pengurusnya. Dan pada akhirnya pada malam itu disepakati lahirnya komunitas baru yang di beri nama Bolang (Bloger Kompasiana Malang).

Sebagai komunitas baru tentu masih mencari bentuk mau dikemanakan Bolang berikutnya. Seiring perjalanan waktu, sedikit demi sedikit mulai melakukan kegiatan walaupun sekedar kopdaran. Lambat laun kopdar ditingkatkan menjadi suatu hal yang lebih bermakna dan disesuaikan gaya bloger. Berkunjung ke tempat wisata yang punya potensi namun belum banyak dikenal. Tak lupa juga ada aksi sosial berbagi kepada sesama untuk sekedar meringankan beban. Di upayakan ada kegiatan pada setiap bulannya, walaupun sekedar kopdar ataupun dengan acara yang sangat sederhana.

Di usia yang masih belia Bolang sudah “berani” unjuk gigi di Kompasianival 2015 (12-13/12/15) dengan berpartisipasi pada stand yang disediakan bersama dengan komunitas Kompasiana lainnya. Sedangkan pada Kompasianival 2016 (8/10/16) Bolang sekedar hadir untuk memeriahkan acara tersebut dengan beberapa anggotanya. Berbeda dengan Kompasianival sebelumnya, untuk acara komunitas ditetapkan pada acara yang berbeda di tahun berikutnya. 

Acara komunitas akhirnya diadakan pada 13 Mei 2017 dengan tajuk ICD (Indonesia Community Day) yang bertempat di Plaza Pasar Ngasem Jogjakarta yang mengambil tema: Inspiraksi. Pada acara tersebut ada aksi panggung dan menampilkan sekitar 27 komunitas dari sekitar Jogja dan yang di bawah “naungan” Kompasiana. Bolang pun berpartisipasi pada acara ini baik dalam mengisi booth dan diberi kesempatan tampil di atas panggung.      

Dalam acara ICD ini juga memberikan penghargaan kepada komunitas yang berpartisipasi didalamnya. Dan pada akhirnya seperti yang sudah diberitakan bahwa Bolang mendapatkan penghargaan kategori “Best Kompasiana Community”. Sungguh patut disyukuri bahwa Bolang mendapat penghargaan tersebut, mengingat diantara performa beberapa komunitas yang ada yang tidak kalah bagusnya.  


Filosofi kopi

Mendapat penghargaan di ICD 2017 ini boleh dibilang berbuah manis. Namun bila diruntut ke belakang, perjalanan Bolang dan kiprah anggota didalamnya penuh lika-liku. Dalam suatu komunitas sudah pasti ada yang namanya “konflik”. Bukan serba kebetulan yang ketika tampil di atas panggung, Bolang di sela-sela pemaparan menyuguhkan beberapa gelas kopi asli Malang yang dibuat dengan sistem tubruk.

Bukan bermaksud berfilosofi hanya sekedar meminjam istilah dari kumpulan cerita dan prosa Dewi Lestari yang salah satu ceritanya diangkat kelayar lebar: Filosofi Kopi. Ibarat seduhan kopi itulah kondisi Bolang sesungguhnya. Bahwa kopi identik dengan namanya rasa masam dan pahit. Ketika diberi gula pun masih ada rasa pahit kopi yang tersisa. Jika kebanyakan gula, justru rasa terlalu manis yang tidak diinginkan, kopi tidak akan enak dinikmati.

Mungkin seperti itulah perjalanan Bolang selama ini –layaknya kopi- bagaimana mengemas “kepahitan” itu sehingga sedap dinikmati. Bolang dengan segala lika-likunya mencoba menempatkan kopi secara apa adanya. Kepahitan kopi adalah sebuah keniscayaan, dan menikmati yang benar adalah dengan apa adanya tanpa harus diberi gula.

Dan bagi pecinta kopi akan tahu bahwa kopi tidak melulumemberikan rasa pahit. Pada jenis tertentu ditambah dengan pengolahan yang tepat dan baik kopi akan memberikan rasa masam, dan mengeluarkan aroma buah-buahan. Dan tidak itu saja kopi juga dapat memberikan rasa manis yang khas yang tidak sama dengan yang didapatkan dari tebu.

Dengan mengambil prinsip dolan tapi oran dolanan (terjemahan bebas: bermain tapi tidak main-main) membuat segala kegiatan yang dilakukan dengan tanpa beban. Semua dilakukan dengan apa adanya, sederhana, spontan, namun punya target yang jelas. Dari semua kegiatan tersebut diupayakan untuk ditulis di masing-masing akun Kompasiana untuk di-posting. Seperti kata Buya Hamka setiap tulisan memiliki takdirnya sendiri. Setelah itu, biarkan tulisan itu mengikuti takdirnya.

Dari rangkaian tulisan anggta bolang tersebut tersebut dipilah dan dipilih untuk  dirangkum dijadikan sebuah buku, yang kemudian di beri judul “Bolang Berbagi”. Inilah efek dari berkomunitas yang kemudian bisa menghasilkan hal yang bermanfaat. Dan tidak dinyana pula ternyata hasil dari berkiprah selama 2 tahun ini Bolang mendapat takdir baik sebagai “Best Kompasiana Community” di tahun ini. Dan ketika ditetapkan di Kota Jogja, penghargaan itu berasa begitu istimewa.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun