Menjadi kaum kecil –kadang- sungguh tidak mengenakkkan dalam berbagai hal, tidak terkecuali dengan kesempatan membuka usaha. Alasan diantaranya adalah sedikitnya lembaga atau badan yang mau menyalurkan modalnya. Andaipun ada syarat yang dibebankan cukup rumit terutama menyangkut kondisi ekonomi dan jaminannya tersebut. Bagaimana kaum kecil mau berusaha, jika awal saja begitu sulit terutama ketiadaan modal. Karena sedikit yang peduli maka pada akhirnya peluang itu diambil oleh pihak lain yang sering disebut “bank titil”, yang bahasa lainnya adalah renternir.
Tidak berlebihan bila rentenir itu disebut dengan “lintah darat”. Memberi pinjaman dengan nominal tertentu, namun yang diterima nasabah tidak utuh dengan alasan biaya administrasi. Tidak itu saja bunga yang diambil begitu besar dan mencekik. Bila angsuran tidak dibayar maka akan dikenai bunga, kemudian bunga itu berbunga lagi. Sehingga dapat ditebak pinjaman akan membengkak begitu besar, jika arus kas keuangan tidak baik tentu akan mencekik nasabah dikeudian hari. Pinjaman yang seharusnya mengatasi masalah justru menambah masalah.
Menyaingi rentenir dengan lebih baik
Kondisi di lapangan memang begitu adanya keberadaan rentenir itu, sangat memberatkan masyarakat. Melawan rentenir tidaklah mudah namun bukan berarti tidak bisa. Adalah Fauzi salah satu warga Kelurahan Kebonsari Kecamatan Sukun Kota Malang mampu melawan, membatasi, dan diharapkan akan mampu memberantas aktivitas rentenir itu. Caranya pun dengan lebih baik dan susah ditandingi oleh rentenir itu, yaitu melalui badan yang disebut Baitul Maal yang tujuannya bukan keuntungan semata. Baitul Maal sendiri merupakan salah satu badan pengelolaan dana yang berdasarkan prinsip syariah. Fauzi adalah ketua dari Baitul Maal yang diberi nama Al-Zahrah tersebut yang merupakan pengembangan dari program kerja Baznas Kota Malang.
Baitul Maal Al Zahrah didirikan pada bulan September tahun 2015 dengan upaya perpanjangtanganan dana dari Baznaz Kota Malang untuk pemberdayaan ummat terutama yang terpinggirkan selama ini. Dana yang disiapkan Baznas sebesar 500 juta yang diberikan secara bertahap untuk wilayah satu kelurahan. Upaya yang dilakukan adalah memberi pinjaman usaha kepada golongan ekonomi sulit yang berada di wilayah Kelurahan Kebonsari. Menurut Fauzi dana yang diberikan berupa pinjaman yang murni. Yaitu dana diberikan utuh tanpa dipotong dengan embel-embel adminstrasi atau bahasa lainnya yang serupa.
Untuk masa pengembalian selama 10 bulan yang dicicil per bulan. Tidak pakai bunga ataupun bagi hasil, nasabah mengembalikan pinjaman itu sesuai yang diterima pada saat awal. Syarat untuk menjadi nasabah cukup mudah yaitu menyertakan foto kopi kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) serta foto usaha. Tetap ada faktor kehati-hatian dalam proses pencairan sehingga dana yang digulirkan tersebut sehingga bermanfaat dan tepat sasaran. Maka perlu juga di-survey terhadap nasabah yang bersangkutan untuk dinyatakan layak atau tidaknya. Setelah dianggap layak para calon nasabah akan dikumpulkan di kantor Baitul Maal untuk tandatangan persetujuan pinjaman.
Perlu digarisbawahi bahwa penyaluran dana dari Baitul Maal ini khusus modal usaha bukan kepentingan yang lain apalagi sifatnya konsumtif. Jika di lembaga keuangan syariah yang lain mengharuskan adanya bagi hasil, di Baitul Maal ini tidak memungut dana sisipan apapun. Namun Fauzi sering menekankan kepada nasabah akan kesadarannya agar memberikan infak selain cicilan pokok perbulannya itu. Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran kepada nasabah bahwa hasil yang diperoleh tersebut, ada sebagian kecil adalah hak orang lain.
Infak yang dibebankan pun tidak wajib, boleh memberi dan tidak. Nilai infaknya pun terserah kepada nasabah sendiri mau memberi berapa pun yang penting ikhlas. Realita di lapangan tanggapan nasabah bermacam-macam. Ada yang membayar pokoknya saja karena memang itu kewajiban, ada pula yang memberi infak semampunya, ada pula yang memberi berlebih. Menurut bapak dua putri satu putra ini pernah juga ada nasabah yang memberi infak sama dengan angsurannya, pokok 200 ribu dengan infak 200 ribu pula. Alasan yang dikemukakan cukup menyentuh bahwa nasabah tersebut sangat terbantu dengan pinjaman usaha tersebut.
Dalam aktifitas di Baitul Maal ini Fauzi didaulat sebagai ketua dengan dibantu oleh seorang sekretaris dan bendahara dan lima koordinator yang membawahi setiap rukun warga (RW). Dan semua personil Baitul Maal Al Zahra ini murni bekerja untuk tujuan sosial tidak ada gaji atau insentif di sana. Dana infak yang terkumpul dari nasabah tersebut dipakai lagi untuk menyalurkan simpanan bagi yang memerlukan. Untuk kepentingan operasinal seperti kertas dan alat keperluan kantor lainnya serta komputer mendapat bantuan dari Baznas. Untuk tempat sendiri Fauzi yang mengupayakan yang ditempatkan dilantai 2 di tempat usahanya.
Aktifitas keseharian Fauzi sendiri adalah seorang wirausaha yang memproduksi pentol bakso tanpa pengawet dan pakai daging sapi murni. Sebagai penunjangnya ia juga membuka warung yang diberi nama Bakso wong Duro, yang berada di Jalan S. Supriadi No. 8A Malang yang jadi satu dengan kantor Baitul Mall yang berada di atasnya. Usahanya terbilang sukses yang juga dibantu Baznas dalam permodalannya. Sebagai rasa syukur atas usahanya ini, ia berkomiten menyisihkan keuntungan 10 persen untuk diinfakkan ke Baitul Maal yang diurusnya selama ini.
Ketika ditanya mengapa mau mengurus Baitul Maal padahal tidak digaji bahkan kadang mengeluarkan dana pribadinya. Ia menuturkan bahwa ia merasa belum bisa membantu sesama dengan harta yang dimikilinya ini. Dan ketika ditawarkan Baznas untuk mengelola dana tersebut untuk disalurkan, ia sambut dengan rasa tanggung jawab. Bahwa membantu tidak saja dengan materi bisa dengan pikiran, tenaga serta waktu luang yang seharusnya dipakai untuk kepentungan pribadi. Ada kepuasan tersendiri bila nasabah tersebut tersenyum dan bisa mengembangkan usahanya.
Sampai saat ini sudah sekitar 200-an nasabah yang menikmati penyaluran dana dari Baitul Maal tersebut. Besar pinjaman yang diberikan bervariasi tergantung kondisi di lapangan, rerata nominalnya kisaran 1-3 juta. Jika angsurannya lancar dan ada perkembangan usaha nasabah dapat pinjam kembali dengan nominal yang lebih besar lagi. Ia mengucap syukur bahwa para nasabah tersebut termasuk katagori baik. Mereka termasuk lancar dalam mengangsur yang dibayarkan ke koordionator masing-masing. Keterlambatan dalam mengangsur pasti ada, 1-3 hari kadang baru dibayarkan dan bila sampai 1-2 minggu “meleset” maka koordinator akan menagihnya ke rumah nasabah untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Untuk selanjutnya di cari jalan keluarnya bila ada permasalahan. Sedari awal Fauzi menekankan bahwa agar para nasabah amanat dalam mengelola pinjaman tersebut, sekaligus kewajibannya dalam mengangsur sehingga tercipta rasa segan.
Melepas jeratan rentenir
Misi Baitul Maal selain untuk memberikan pinjaman sangat lunak kepada nasabahnya agar selanjut dapat berdaya, juga secara tak langsung memberantas paktek rentenir. Syarat menjadi nasabah sudah dipermudah tanpa bagi hasil lagi. Fauzi sering mewanta-wanti kepada nasabah untuk tidak lagi berhubungan dengan rentenir apapun alasannya. Cara lain yang digunakan adalah dengan menempelkan stiker Baitul Maal di rumah dan tempat usahanya, sehingga rentenir akan segan mendekatinya. Fauzi pun memperingatkan cukup keras kepada nasabah. Jika melanggar kesepakatan itu maka ia tidak segan segan memutus hubungan dan memberi label “black list”.
Dan menurut penuturannya nasabah cukup mematuhi kesepakatan yang ada. Dan ia mengucap rasa syukurnya bahwa keberadaan rentenir terhambat geraknya, yang jelas kalah saingan dengan Baitul Maal. Dan lambat laun keberadaan rentenir mulai berkurang di daerah Kelurahan Kebonsari walaupun tidak sepenuhnya dapat diberantas 100 persen.
Langkah yang dilakukan Fauzi ini patut diapresasi. Yang mau berbuat sesuatu untuk memerangi sistem rentenir ini dengan cara yang lebih baik dan manusiawi. Ada kalanya segala usaha itu memerlukan keuntungan yang sifatnya materi, dibalik itu semua tentu ada tanggung jawab yang sifatnya sosial. Fauzi dengan baik menyeimbangkan kepentingan dua kutub itu. Kepedulian sesama terutama kalangan kecil perlu juga dibina dan diberi kesempatan untuk berusaha dan memperbaiki nasibnya. Tidak perlu banyak teori langsung terjun ke lapangan, mencari jalan keluar dan mengatasi sumber masalahnya. Kiprah Fauzi yang mau peduli telah membuktikan, dengan Baitul Maal pada akhirnya praktek rentenir itu dapat terpinggirkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H