Ada destinasi wisata yang baru hadir di kota Malang yang usinya masih belum genap setahun sejak mulai digarap. Tempat ini menjadi ramai dikunjungi warga baik dari dalam kota (termasuk pendatang, umumnya mahasiswa) dan terutama dari luar kota dan beberapa wisatawan asing. Suatu tempat yang sebenarnya sederhana, namun karena unik dan menarik maka menjadi perhatian warga. Tempat yang dimaksud adalah Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ). Di ranah online dari media arus utama (mainstream) dan khususnya di media sosial (Facebook, Twitter, Instragram, blog) mengenai pemberitaan terutama untuk gambar sudah banyak diunggah.
Bercerita tentang kawasan wisata ini sebenarnya hanya sebuah “kecelakaan” yang tidak disengaja. Awalnya adalah dari sebuah tugas kuliah lapangan dari mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam satu kawasan. Dan para mahasiswa ini “bertugas” di kampung yang berada di tepi sungai Brantas tersebut, yang sebelumnya adalah kawasan kumuh yang tidak sedap dipandang dengan perilaku masyarakat yang kurang peduli pada lingkungan.
Dan hasilnya cukup bagus, dan ternyata menjadi suatu pemandangan unik dan mengesankan. Kampung ini melengkapi konsep yang sudah ada di beberapa tempat : Nyhavn di Denmark, Rio De Janiero di Brasil punya Favela, dan di Yogyakarta dengan Kampung Code nya. Beberapa pada dinding tembok di KWJ dilukis layaknya gambar mural. Tanggapan selanjutnya tanpa ada yang dikomando, warga yang melihat jejeran rumah di bantaran sungai yang penuh warna itu melakukan selfie dan kemudian diunggah di akun media sosialnya. Foto itu kemudian menjadi viral di media sosial yang kemudian membuat penasaran di jagat maya. Akhirnya mereka datang sendiri (atau kebetulan mengunjungi Malang) untuk melihat keunikan kampung itu. Dan melakukan hal serupa dengan foto-fotoan, yang kemudian diunggah juga di media sosialnya.
Keberadaan kampung warna warni ini membuat perubahan yang positif bagi warga yang mukim di dalamnya. Banyaknya pengunjung membuat warga berbenah diri. Para warga menganggap para pengunjung tersebut sebagai tamu yang harus dijamu dengan baik. Beberapa warga yang saya sempat saya tanyai apakah keberatan dengan para pengunjung yang datang silih berganti itu?. Jawabannya justru mereka senang dikunjungi dan tidak merasa terganggu dan mereka tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
Perubahan yang cukup signifikan adalah seperti tujuan awal para mahasiswa yang disampaikan ke warga tersebut. Yaitu membuat kawasan kumuh menjadi kawasan yang bersih dan tertata. Dan memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya pengecatan di dinding, atap, pagar rumah milik warga itu membuat keadaan lebih cantik dan berseni. Dan pada akhirnya agar tidak mengecewakan para pengunjung, warga dengan penuh kesadaran akhirnya menjaga rumahnya masing-masing tetap bersih dan nyaman. Yang dahulunya membuang sampah langsung ke sungai akhirnya dibuang di tempat sampah yang secara rutin ada petugas yang membawa sampah itu keluar dari kampung ini.
Efek lain dengan berubahnya menjadi KWJ membuat ekonomi warga bergeliat. Warung warga bertambah ramai dan beberapa diantaranya membuka lapak baru untuk berjualan. Para pemuda yang dalulu pengangguran akhirnya mempunyai penghasilan walaupun itu hanya mengelola parkir kendaraan pengunjung. Suatu efek yang positif dalam rangka mengatasi permasalahan ekonomi yang tidak merembet ke masalah sosial.
Sejak awal memang KWJ ini tidak diperuntukkan untuk destinasi wisata. Namum pada kenyataannya ketika para pengunjung yang begitu membludak maka mau tidak mau dikondisikan menjadi kawasan wisata yang mengalir secara alamiah. Pengunjung pun banyak pula berasal dari luar kota. Malang memang daerah wisata maka kebanyakan yang mengunjungi Malang dan sekitarnya (Batu, Kabupaten Malang) akan berusaha mengunjungi kampung warna warni ini.
Permasalahan yang sering timbul adalah kurangnya lahan parkir bagi kendaraan pengunjung. Jika pengunjung ramai terkadang pula trotoar harus dikorbankan menjadi tempat parkir. Jika sepeda motor akan bisa dicarikan solusinya dengan parkir di lahan pertokoan yang tidak jauh dari kampung ini. Namun bagi bis dari luar kota yang membawa rombongan banyak ini akan mengalami kesulitan untuk tempat parkirnya. Andaipun ada harus parkir cukup jauh.
Terlepas dari itu semua jika memang itu milik TNI, pemkot bisa berkoordinasi secara intensif. Bisa pula dengan pola bagi hasil ataupun apa namanya, masalah perparkiran harus segera diatasi. Jika tidak maka akan merembet masalah lainnya: kemacetan lalu lintas. Aspek peraturan ataupun tupoksi TNI dapat dibicarakan lebih lanjut tanpa ada sesuatu yang dilanggar. Karena ini berhubungan dengan kepentingan yang lebih luas yang ujung-ujungnya demi kemakmuran rakyat.
Adanya KWJ yang kemudian dapat menjadi destinasi wisata merupakan suatu sisi lain dari pembangunan yang berdampak positif. Tidak ada kegaduhan ataupun penolakan warga. Inilah suatu pola pembangunan yang ideal di mana semua pihak tidak ada yang dikorbankan. Warga pun senang rumahnya di cat sehingga menjadi menjadi bagus dan rapi. Pihak perusahaan cat pun dapat menyalurkan dana CSR dengan tepat sasaran, dari mahasiswa pun dapat mengaplikasikan ilmunya secara nyata tidak sekedar mempelajari teori di bangku kuliah saja.
Semua pihak terkait: pemerintah, masyarakat, swasta, kampus (mahasiswa, akademisi) mempunyai fungsinya sendiri dan mereka dalam beraktivitas tidak dapat berjalan sendiri. Untuk itu diperlukan sinergi semua kalangan untuk dapat saling mengisi dan berkontribusi sesuai fungsinya masing-masing. Dan KWJ ini menjadi suatu bukti adanya saling keterkaitan itu. Dan hasilnya ternyata melebihi dari yang diharapkan, yang awalnya mengubah kampung kumuh menjadi daerah wisata dan mampu meningkatkan pendapatan warga. Suatu “bonus” yang tidak disangka-sangka sekedar menilai fenomena KWJ ini. Dalam situasi dan kondisi yang berbeda kampung ini layak menjadi proyek percontohan (pilot project) di tempat lain atau dalam bidang yang berbeda.
Pembangunan dimanapun berada aspek kemanusiaan perlu diperhatikan. Jika pun harus menggusur dengan alasan kepentingan yang lebih besar harus dilakukan dengan baik dan benar. Pendekatan persuasif terus dilakukan sembari dengan menawarkan solusi yang sama-sama enak di berbagai pihak (win win solution). Dengan demikian pembangunan itu akan mendapat dukungan luas karena menuju keadaan yang lebih baik. Dalam pembangunan partisipasi rakyat jelas diperlukan sebab rakyat bukanlah objek melainkan subjek dalam pembangunan itu sendiri.
Pembanguan dalam bidang apapun harus dapat menyeimbangkan antara hasil dan prosesnya. Kampung warna warni ini dapat menjadi contoh –dalam skala kecil- bahwa tercapainya lingkungan yang bersih dan tertata (yang dulunya kumuh) dapat diselesakan dengan cara yang elegan. Jangan sampai melakukan sesuatu yang tidak perlu, kiranya perlu direnungkan apa yang dikatakan cendekiawan Ali Syariati: "Kesalahan paradigma pembangunan yang semata-mata diorientasikan untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi adalah mengabaikan proses pembangunan yang baik dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Hal ini kemudian menyebabkan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan wajah yang bengis dan durhaka"
Referensi pendukung:
Mengunjungi Kampung Warna-warni di Malang
Kampung Warna-warni di Kota Malang jadi Pilot Project Kampung Wisata
Ternyata Kampung Warna Warni Jodipan Kota Malang Hasil Kreasi Mahasiswa UMM
"Kampung warna-warni" Malang, dulu 'kumuh' sekarang jadi tempat wisata
Jodipan, Kampung Warna Warni di Malang Membawa Berkah Bagi Warga Sekitar
Merumuskan Perencanaan Pembangunan Daerah Berperspektif Human Security
Pembangunan nasional Indonesia
Terima kasih kepada pihak penyelenggara atas apresiasi tulisan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H