Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Saudi Arabia yang Menaklukkan Takdir Ketandusan

23 Maret 2016   09:58 Diperbarui: 23 Maret 2016   10:56 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sebuah taman di sekitar Masjid Quba Madinah yang memakai air sebagai bahannya. Dok Pribadi"][/caption]Tuhan memang menciptakan permukaan bumi ini dengan tidak sama. Di negara kita dikaruniai negeri yang hijau bagaikan zamrud khatulistiwa. Di belahan bumi lain, ketika mengunjungi Saudi Arabia kita akan menemui kebalikannya.  Suatu negeri yang ditakdirkan tanah dan bukit yang tandus bahkan berbatu serta gurun pasir.

Berbeda dengan kondisi tanah air, namanya sungai bahkan kali atau selokan hampir tidak kita jumpai apalagi itu waduk atau danau. Maka tidaklah heran bila ada ungkapan bahwa air itu sesuatu yang berharga di gurun pasir. Tidak heran pula bila tanaman jarang tumbuh di sana karena memerlukan air sebagai bahan menumbuhkannya.

[caption caption="Pemanadangan yang kita jumpai dalam perjalanan melewati tol di Saudi Arabia. Dok Pribadi"]

[/caption]Air bukan persoalan

Ketika berada di Saudi Arabia dalam rangka umrah dengan mengunjungi beberapa kota: Madinah, Mekkah, dan Jeddah, air sepertinya tidak menjadi persoalan yang berarti pagi para pengunjung. Saat  berada di hotel masalah air lancar saja, jika ingin bersih diri tinggal pilih mau yang biasa atau hangat disediakan. Ketinggian kamar hotel tidak menjadi persoalan, air tidak kekurangan.

Ketika berada di masjid, tempat wudhu dan kamar mandi  air mengalir dengan deras. Bahkan di masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram di Mekkah, air  zamzam tersedia di beberapa sudut dan seakan tiada habisnya walau yang meminumnya ribuan jamaah.

[caption caption="Air zamzam disediakan untuk para jamaah baik di Masjid Nabawi Madinah dan Masjidil Haram Mekkah. Dok pribadi"]

[/caption]Yang cukup menarik adalah saat perjalanan berziarah ke tempat bersejarah. Kita akan melewati ruas kota yang ternyata pada sudut tertentu membuat diri kita menjadi takjub. Bayangkan saja di negeri yang tandus ini masih juga dijumpai taman kota yang ditumbuhi tanaman berbunga. Artinya bahwa semua itu memerlukan air agar bisa tumbuh, dan ternyata semua disediakan dengan menyalurkan air dengan bantuan pipa untuk menyiramnya.

Ketika  kita mengunjungi masjid Quba, yaitu masjid pertama yang dibangun oleh nabi atas dasar taqwa, masjid bersejarah ini berada di Madinah. Maka tampak di luar masjid ada taman yang dihiasi pancuran air. Jika hal itu berada di Indonesia wajar saja, tetapi ini berada di suatu tempat yang tandus di mana dalam pikiran kita air boleh dibilang jarang atau langka.

Dan ketika berada di sudut kota Mekkah kita akan menemui rumput yang tampak hijau. Dan memang itu rumput beneran, tampak dari kejauhan ada pancaran air untuk menyiraminya. Dan di beberapa sudut yang lain juga tumbuh pepohonan yang rimbun dan itu bukan pohon kurma. Jika kita ke padang Arafah  di beberapa sudutnya akan tampak pula pepohonan hijau, yang kata orang itulah pohon Sukarno.

[caption caption="Sebuah taman di sudut kota Mekkah yang dihiasi tanaman berbunga. Dok Pribadi"]

[/caption]

[caption caption="Taman di kota Mekkah dengan dihiasi rumput. Dok Pribadi"]

[/caption]Fenomena apakah ini?

Di tengah daerah gersang dengan cuaca panas ditambah lagi curah hujan yang langka, keberadaan air merupakan hal yang berharga. Sejenak bila kita membaca sejarah masa lampau, akan diketahui betapa susahnya air itu. Namun di masa Saudi modern ini masalah ketersediaan air dapat memperoleh solusinya.

Dengan melihat fenomena ini, beberapa istilah dapat disematkan: suatu anomali, keajaiban, ataukah ada peranan iptek di situ. Jika merujuk pada sumur zamzam boleh jadi itu adalah suatu keajaiban, bagaimana air tidak ada habis-habisnya mulai jaman dahulu. Di beberapa kitab dijelaskan ada peranan Tuhan di situ, dan Tuhan pulalah yang menjaganya.

Terus bagaimana keberadaan air yang bisa mencapai puluhan hotel itu? Jawaban yang paling masuk akal adalah peranan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan rupanya otoritas di Saudi yang merancang itu semua. Sebagai negara yang kaya raya yang dilimpahi minyak bumi serta pemasukan dari yang haji dan umrah persoalan dana bukan menjadi persoalan.

Dengan dana yang besar –bisa jadi- Saudi membeli teknologi dan mendatangkan para ahli untuk mengatasi kegersangan itu sehingga ada air. Menjawab persoalan ini tiada cukup dengan tinggal beberapa hari saja, yang bertahun-tahun pun juga masih ada yang bertanda tanya.  Beberapa analisa ada yang menyatakan bahwa air itu disuplai dari kota Jeddah, yang sumber airnya didapatkan dari laut Merah yang disuling.

Alasan ini cukup masuk akal, juga menyisakan kekaguman tersendiri, betapa panjangnya pipa yang disalurkan ke kota Madinah dan Mekkah itu. Belum lagi masalah penggalian sepanjang pipa, mengingat daerah yang begitu banyak batu cadasnya. Belum lagi masalah pompanya sendiri, tentu saja ada ribuan jumlahnya. Masalah air pasca pemakaian juga menjadi pertanyaan tersendiri apakah dibuang langsung ataukah diolah kembali. Sebab sejauh mata memandang tidak ada yang kasat mata menjelaskan itu semua, selokan saja tidak tampak ataukah memang berada di dalam tanah.

[caption caption="Perekayasaan agar rumput hijau dapat tumbuh dengan baik. Dok Pribadi"]

[/caption]Terlepas dari itu semua Saudi Arabia yang bukan tergolong negara maju bisa mengatasi semua keterbatasan negerinya. Sebagai tuan rumah, tergolong cukup baik dalam melayani tamunya dalam urusan air. Kita yang datang dari Indonesia tidak mengalami hambatan masalah air, seperti berada di negeri sendiri.

Dalam sudut ciptaan-Nya, kadang Tuhan memberikan “kekurangan”. Tetapi Tuhan cukup adil dengan menganugerahkan akal kepada manusia untuk mengatasi segala “kekurangan” itu tadi. Usaha Saudi Arabia dalam mengatasi ketandusan negerinya cukup diapresiasi, tidak menyerah begitu saja walau tentu saja biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Dan patutlah kita –bangsa Indonesia- bersyukur dianugerahi negeri yang kaya, air cukup melimpah, dan rumput dapat tumbuh sendiri yang kadang sering kita anggap mengganggu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun