Mohon tunggu...
Hery Supriyanto
Hery Supriyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Warga net

Liberté, égalité, fraternité ││Sapere aude ││ Iqro' bismirobbikalladzi kholaq ││www.herysupri.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mereka-Reka Siapa yang Jadi DKI 1

23 Maret 2012   19:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:34 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada DKI akan digelar pada tahun ini. Setidaknya ada enam pasangan yang akan bertarung diantaranya Faisal Basri-Biem Benyamin, Hendardji Supandji-Achmad Riza Patria (jalur independen), Alex Noerdin-Nono Sampono (koalisi Partai Golkar), Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama (koalisi PDIP), Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (koalisi Partai Demokrat), dan pasangan Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini (PKS). Warga DKI cukup mempunyai banyak pilihan calon untuk untuk menentukan siapa menjadi gubernurnya. Boleh dibilang para kandidat tersebut merupakan figur yang dikenal secara nasional yang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Bagaimana hasil pilkadananti? hanya menyisakan dua kemungkinan yaitu pertama, masih tetap gubernur sebelumnya (petahana) yaitu pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli yang diusung koalisi Partai Demokrat. Pasangan ini berpotensi menang dengan menghitung faktor keberadaan kursi di DPRD DKI yang mayoritas, artinya jika wargaDKI masih konsisten memilih karena faktor PD maka hitung-hitungan sederhana Fauzi Bowo akan unggul. Pasangan ini merupakan murni dari kader Partai Demokrat, Fauzi Bowo merupakan anggota dewan Pembina DPP PD, sedangkan Nachrowi Ramli adalah ketua DPW DKI PD. Tetapi kadang realitas di lapangan pilihan pada partai tidak selalu sama dengan figur yang diusung partainya.

Kemungkinan kedua, adalah warga DKI memiliki gubernur yang baru. Diantara lima pasangan muka baru dikerucutkan dua kemungkinan yang menjadi kandidat kuat yaitu pertama, pasangan Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini yang diusung PKS. Faktor Hidayat Nurwahid lah yang menjadi penentu. Perlu diketahui pada pemilu tahun 1999 Hidayat Nurwahid terpilih menjadi anggota DPR dengan memperoleh suara paling banyak di DKI. Jika para pemilihnya daluhu masih solid dan menginginkan untuk berkiprah jadi gubernur maka itu menjadi modal besar Hidayat Nurwahid untuk memenangkannya.

Kemungkinan kedua, gubernur DKI yang baru lainnya adalah pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDIP dan Gerindra. Walaupun Joko Widodo hanya sebagai Wali Kota Solo tapi gebrakannya luar biasa. Sebagai kader PDIP ia begitu piawai mengemas isu lokal menjadi perhatian nasional,mobil ESEMKA adalah contohnya. Terlepas dari itu Jokowi (panggilan akrab Joko Widodo) merupakan figur kepala daerah yang mampu memberikan perbaikan dan perkembangan daerah yang dipimpinnya. Ia mempuyai cara sendiri yang unik untuk menyelesaikan masalah, pendekatan secara manusiawi ia gunakan.

Posisi Jokowi tambah diperkuat Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang juga cukup sukses sebagai Bupati Belitung Timur. Sebagai bupati Ahok juga mampu membawa Belitung Timur ke arah yang lebih baik dengan gaya yang sederhana dan merakyat. Dan saat sebagai anggota DPR dari Partai Golkar ia mempunyai pandangan kritis.

Peta Warga DKI

DKI merupakan miniatur Indonesia yang juga daerah metropolitan, hampir semua etnis nusantara ada berkiprah di sana, maka penduduk DKI adalah heterogen. Penduduk pribumi boleh dikatakan adalah betawi, namun penduduk mayoritas penduduk DKI adalah pendatang dari Jawa.

Warga DKI juga beragam dari status sosialnya. Di sana tinggal orang yang paling kaya dan berkecukupan sampai juga dihuni penduduk yang miskin dan terpinggirkan, artinya ada jurang pemisah yang mengitu menganga yang bisa berpotensi menjadi permasalahan sosial.

Sebagai kota besar metropolitan warga DKI merupakan penduduk yang mempunyai pandangan rasional. Sebagai warga yang modern lebih mengedepankan pertimbangan rasional ketimbang emosional, hal itu cukup dibantu dengan adanya kebebasan memperoleh informasi baik dari surat kabar maupun dari internet.

Sebagai tempat ibukota negara masalah di DKI begitu komplek dan rumit. Di sana bercokol para tokoh nasional serta pengusaha besar yang semuanya mempunyai banyak kepentingan. Untuk itu diperlukan pemimpin yang tegas dan berwibawa baik untuk kalangan elit dan rakyat bawah. Penyelesaian masalah harus memperhatikan beberapa aspek, secara hukum, politik, sosial dan keamanan. Maka diperlukan cara-cara yang elegan dan cerdas dalam melakukan terobosan. Pendekatannya  tidak hanya keras dan tegas tetapi juga persuasif dan manusiawi.

Yang dicari adalah pemimpin yang merakyat dan tahu kondisi permasalahan secara langsung. Pemimpin yang sekaligus menjadi penampung aspirasi rakyat, yang seharusnya menjadi kewajiban wakil rakyat (yang selama ini tidak maksimal). Untuk itu diperlukan figur yang berpengalaman yang mempuyai jejak rekam (track record) yang jelas dan terbukti. Sosok yang diinginkan warga DKI adalah tipilogi gubernur sewaktu dijabat Ali Sadikin dahulu, yang saat ini sedang dicari kembarannya, visioner dan tegas.

Untuk dapat menjadi pemimpin di DKI dengan memenangi pilkada paling tidak mempuyai tiga syarat:

Kapabel, artinya cakap dan mampu menjadi pemimpin. Menjadi pemimpin tidak perlu mengusai semua hal, yang penting ia dapat mengatur dan memanajemen bawahan untuk dapat menjalankan tugas dan wewenangnya. Pemerintah (government) tidak diartikan memerintah tetapi pelayan masyarakat (public service).

Kredibel, artinya dapat dipercaya, figur yang mempunyai dedikasi dan kredibilitas tinggi, ada kesesuaian antara ucapan dan tindakan. Suatu sosok pemimpin yang benar-benar teruji. Yang dicari adalah bukan figur yang–meminjam istilah KH Zainudin MZ- teriak dengan keras dan lantang jangan korupsi karena memang tidak ada yang bisa dikorupsi. Tetapi figur yang tidak korupsi padahal ada kesempatan dan peluang untuk korupsi.

Akseptabel, artiya dapat diterima. Diantara ketiga syarat itu, akseptabel merupakan syarat yang paling sulit. Banyak figur yang kapabel, dan kredibel tetapi sulit diterima rakyat. Di sini selain faktor rasional juga berperan faktor emosional. Kedekatan secara personal, pandangan, dan selera lebih dikedepankan, sama halnya dalam memilih pasangan hidup. Pemimpin yang dicari adalah yang tidak berjarak jauh masyarakat (merakyat), bersahaja, komunikatif, dan bertipe melayani.

Betapapun juga warga DKI berhak memiliki pemimpin yang terbaik. Pemimpin yang mampu menyelesaikan permasalahan DKI yang komplek dan rumit. Masalah yang sering diusung adalah mengatasi banjir dan kemacetan. Dua masalah itu harus segera diselesaikan karena menyangkut ekonomi berbiaya tinggi bagi rakyat (dan juga pengusaha). Untuk itu diperlukan terobosan dan kebijakan yang tepat maka diperlukan pemimpin yang tepat pula (the right man and the right place).

Terus siapa figur yang cocok itu? Mereka-reka siapa yang akan jadi gubernur DKI nanti sama juga dengan bermain tebak-tebakan. Agak sulit memang, sama sulitnya ketika menentukan siapa juara piala dunia dalam sepak bola. Tetapi sekedar memprediksi tidak ada salahnya, apalagi bila ditunjang dengan data akurat, kondisi objektif, jejak rekam, dan situasi terkini. Dengan memperhatikan kondisi suara-suara, komentar, pendapat, aspirasi dari masyarakat, dan juga ulasan tulisan-tulisan Kompasianer di KOMPASIANA. Diantara figur yang paling mendekati kecocokan dan keinginan rakyat ini adalah pasangan JOKOWI-AHOK. Cukup pas dan rasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun