Bandung, 26 September 2024 -- Komunitas Keroncong De Oemar Bakrie,  dikenal sebagai salah satu komunitas keroncong terkemuka di Bandung, akan membuat  proyek pembuatan film dokumenter ekspositoris berjudul "Kota Bandung di Waktu Malam".Â
Dengan dukungan dan pendampingan dalam pengembangan teknis dan kreatif dari prodi film dan televisi, universitas Pendidikan Indonesia, anggota komunitas tidak hanya memperoleh keterampilan baru dalam produksi film, tetapi juga memperkuat identitas budaya keroncong yang terus berkembang di kalangan generasi muda, terutama dalam konteks narasi visual.
Mengangkat Keroncong dari Bandung ke Layar Lebar
Proyek dokumenter ini berfokus pada kehidupan anak muda keroncong di Bandung yang dikenal dengan inovasinya, memadukan kebebasan berekspresi melalui bentuk komposisi baru dengan alat musik keroncong yakni:cuk,cuk, cello, gitar dan bass. Di tengah-tengah upaya mempertahankan nilai-nilai asli keroncong, anak-anak muda di Bandung mengusung gaya yang lebih fleksibel dan segar, menciptakan warna baru yang tidak terikat pakem. Dokumenter ini mengeksplorasi perjalanan mereka, dari panggung kecil hingga tanggapan dari komunitas keroncong di Solo, Semarang, Yogyakarta, dan Kampung Tugu.
Proses Pendampingan yang Inklusif
Pendampingan komunitas ini dimulai dengan pelatihan dasar produksi film dokumenter, mencakup teknik pengambilan gambar, penyuntingan, hingga penyusunan narasi ekspositoris. Â Anggota komunitas yang terdiri dari 8 personil belajar tentang bagaimana menyampaikan cerita dan pesan budaya keroncong secara visual dan menarik.
Tidak hanya pelatihan teknis, tetapi juga adanya kolaborasi lintas kota dengan tokoh-tokoh keroncong dari berbagai daerah. Kolaborasi ini membuka ruang diskusi yang mendalam mengenai perkembangan keroncong, di satu sisi, mendapat apresiasi dan di sisi lain, kritikan karena dianggap jauh dari tradisi.
Hasil dan Dampak Positif
Setelah melalui proses panjang, film "Kota Bandung di Waktu Malam" telah berhasil merampungkan naskah draft 1 dan siap dipresentasikan. Beberapa hasil signifikan dari pendampingan ini antara lain:
- Peningkatan Keterampilan: Anggota komunitas kini lebih terampil dalam memproduksi film dokumenter, memanfaatkan media visual sebagai alat promosi budaya keroncong.
- Dialog Antar Komunitas Keroncong: Film ini membuka ruang dialog yang produktif antara komunitas keroncong di Bandung dan daerah lain terkait perkembangan dan inovasi keroncong di kalangan anak muda.
- Pelestarian Budaya: Sebagai bagian dari upaya melestarikan keroncong, dokumenter ini memainkan peran penting dalam memperkenalkan musik keroncong kepada masyarakat luas, terutama di kalangan generasi muda.
Tanggapan Masyarakat
Tanggapan terhadap rencana pembuatan film dokumenter ini cukup beragam. Sebagian penikmat musik keroncong pakem mengapresiasi inovasi yang dibawa oleh komunitas De Oemar Bakrie, melihatnya sebagai bentuk evolusi alamiah yang diperlukan untuk menjaga relevansi keroncong di era modern. Namun, sebagian lainnya, terutama dari kalangan konservatif, menganggap perubahan gaya ini sebagai ancaman terhadap keaslian musik keroncong.
"Kami berharap nantinya  film ini dapat menjadi jembatan bagi dialog antara inovasi dan pelestarian, serta menginspirasi lebih banyak anak muda untuk berkarya dalam musik tradisional," ujar Galih, salah satu anggota komunitas De Oemar Bakrie.
Menuju Keberlanjutan
Dengan bekal keterampilan yang diperoleh, komunitas De Oemar Bakrie berencana untuk terus memproduksi karya-karya dokumenter yang mempromosikan keroncong dan seni budaya lainnya. Mereka berharap dapat menjadikan dokumenter sebagai media pelestarian budaya yang inklusif dan kreatif, serta merangkul berbagai lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H