Mohon tunggu...
Heru Yulian
Heru Yulian Mohon Tunggu... Penulis - Sang Homichlophile

Seorang bebas, berpikir untuk berkarya, bernafaskan literasi, bermandikan kabut pengetahuan. Hitam abu-abu mungkin telah cukup menggambarkan diri. Sekarang atau tidak, kita hidup untuk untuk waktu ini.

Selanjutnya

Tutup

Money

Menuju B100, Tantangan dan Peluang Besar Indonesia Mewujudkan Target Bauran Energi Nasional 23% dari EBT

6 September 2019   20:59 Diperbarui: 6 September 2019   21:03 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tidak berhenti di situ, pemerintah baru-baru ini telah berhasil mengembangkan teknologi B100 dimana 100 % minyak kelapa sawit diolah menjadi BBN. 

Layaknya angin segar yang berhembus bagi khazanah energi nasional, B100 diharapkan mampu mewujudkan target penggunaan 23 % EBT dari bauran energi nasional bahkan lebih.

Terkait hal ini, Indonesia punya potensi yang sangat gemilang karena telah lama dikenal sebagai produsen minyak sawit dunia. Indonesia juga merupakan negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia saat ini dengan produksi mencapai 46 juta ton pada tahun 2019. Tentu dengan jumlah tersebut akan semakin memuluskan rencana pemerintah mewujudkan B100 sebagai solusi energi di masa depan.

PT Pertamina (persero) selaku pihak yang dipercaya untuk melaksanakan proyek ini akan membangun kilang Green Refinery Project. Dengan kilang ini, Pertamina bisa memproduksi bahan bakar diesel nabati 100% (B100). 

Pembangunan kilang tersebut membutuhkan investasi  sebesar US$ 3,5 Miliar dan  membutuhkan waktu setidaknya 3 tahun agar benar-benar bisa beroperasi. 

Walau investasi yang dibutuhkan sangat besar dan membutuhkan waktu yang lama tetapi B100 diyakini dapat menjadi jawaban atas kelangkaan energi yang marak terjadi saat ini.

Keseriusan pemerintah dalam mengembangkan B100 ini tidak lain karena dari segi efisiensi biaya, B100 jauh lebih unggul daripada bahan bakar fosil. Sebut saja solar, untuk menempuh jarak 1 Km minyak hitam ini membutuhkan sekitar Rp 1000. Bandingkan dengan B100 yang hanya membutuhkan sekitar Rp 732 untuk menempuh jarak per Km-nya. Sehingga penggunaan B100 diproyeksi dapat menghemat efisiensi biaya sebesar 25-30 persen.

Selain itu, menurut Menteri Pertanian Andi Arman dalam suatu sesi tanya jawab menyatakan, Penggunaan biodiesel berbahan bakar nabati 100 persen (B100) lebih efisien dibanding solar baik dari segi biaya dan dampaknya. 

Menurutnya, penggunaan B100 mampu mengurangi kebutuhan impor solar Indonesia dan akan menghemat anggaran sebesar Rp 150 triliun. Sebuah angka yang sangat besar untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.

B100 merupakan proyek hilirasi kelapa sawit yang sangat menjanjikan bagi Indonesia karena selain mendukung poin ke 7 SDG's yaitu energi bersih dan terjangkau juga mengatasi kemiskinan seperti yang diharapkan poin pertama SDG's terutama untuk petani kelapa sawit. 

Kita ketahui akhir-akhir ini harga TBS (tandan buah segar) kelapa sawit sangat rendah di tingkat petani, akibatnya kesejahteraan petani menurun. Penurunan harga TBS saat ini merupakan imbas dari perang dagang antara China melawan Amerika Serikat, kampanye negatif NGO antisawit, baik yang berasal dari Indonesia sendiri atau pun dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun