Mohon tunggu...
Heru Tri Budi
Heru Tri Budi Mohon Tunggu... Pemuka Agama - pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Teman sharing keluarga dalam obrolan seputar kesehatan emosional, spiritual, relasional dalam keluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tips Membebaskan Diri dari Penjara Amarah

8 Januari 2018   10:56 Diperbarui: 9 Januari 2018   16:36 2461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari temuannya, varian gen berada di belakang kejahatan impulsif manusia akibat pengaruh alkohol. Penelitian ini dilakukan oleh Dr David Goldman dari National Institute Maryland bekerja sama dengan para peneliti Finlandia dan Perancis, mereka mempelajari contoh pelaku pidana kekerasan di Finlandia.

Kemarahan tidak hanya merusak relasi, tetapi juga membuat seseorang rentan secara psikis dan fisik. Dr. John Sarno, seorang profesor di bidang obat-obatan rehabilitasi klinis di New York School of Medicine, telah menangani ribuan pasien dengan penyakit punggung. 

Pada tahun 1970-an Sarno mulai mempertanyakan diagnosis dan pengobatan populer untuk penyakit punggung, karena ia menemukan ketidakcocokan antara keadaan yang konkrit tentang penyakit dan rasa sakitnya.

Sarno mulai bertanya kepada pasiennya yang mengalami penyakit punggung kronis dan menemukan, bahwa 88 % dari mereka memiliki sejarah reaksi-reaksi akibat ketegangan. Penderita-penderita penyakit punggung juga cenderung mengalami hal-hal berikut ini: sakit kepala akibat ketegangan, sakit kepala migrain, eksema, colitis (radang usus besar), ulcers (tukak lambung), asma, demam hay, sering buang air kecil, sembelit.

Dr. Sarno kemudian menyimpulkan, bahwa sakit punggung karena kejang dan penyakit punggung kronis seringmerupakan akibat ketegangan, stres, frustasi, kecemasan, kemarahan terpendam dan kekhawatiran kronis.

Menurutnya, ketegangan mempengaruhi sirkulasi darah ke otot-otot punggung. Ketegangan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai otot-otot dan urat-urat syaraf punggung mengerut, sehingga mengurangi suplai darah dan ogsigen ke jaringan-jaringan. Akibatnya, kejang yang menyakitkan. Kondisi ini akhirnya dapat menyebabkan kekakuan otot, kesemutan, dan bahkan merosotnya kekuatan otot-otot.

Setelah Dr. Sarno menangani sisi emosional pasien, maka ia temukan pasien-pasiennya mengalami perubahan yang sangat dramatis, 90 % pasien-pasiennya menjadi bebas dari rasa sakit, 90-95 % pasiennya sembuh secara permanen -- yang berarti rasa sakit mereka sangat jarang kambuh.

Bagaimana kita bisa terbebas dari kemarahan yang memenjarakan hidup kita?

Jalan keluarnya ada pada diri kita sendiri, yaitu kehendak untuk bebas dari kemarahan tersebut. Putuskan untuk memaafkan (mengampuni) orang-orang yang telah menyakiti hati Anda. Jangan biarkan kejahatan seseorang mengalahkan Anda dengan cara menguasai jiwa Anda. Raja Daud berkata: "...mereka telah cukup menyesakkan aku sejak masa mudaku, tetapi mereka tidak dapat mengalahkan aku."

Yang kedua, buatlah manajemen emosi yang baik. Ekspresikan kemarahan Anda dengan cara yang sehat, bukan dengan caci maki atau sekadar melampiaskan kemarahan, bukan juga untuk menghancurkan orang lain, tetapi untuk menyelesaikan masalah supaya jangan berlarut-larut. Ikutilah nasihat bijaksana ini: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu."

dok pribadi
dok pribadi
Sebenarnya, sebagaimana semua emosi yang lain, kemarahan ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang membangun dan ada yang merusak. Kemarahan yang benar adalah jika kita melihat sesuatu yang jahat, salah atau tidak adil kita terpanggil untuk memperbaikinya tanpa kebencian atau penghakiman.

Kemarahan menjadi salah jika kita melampiaskannya sebagai tindakan untuk menyatakan kebencian dan penghakiman kita kepada seseorang. Kemarahan seperti ini akan mengarahkan kita kepada kejahatan. Kemarahan yang salah lainnya adalah ketika kita menekan perasaan itu dengan alasan tidak mau ribut atau alasan yang kelihatan agamawi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun