Tuntutan dan harapan Masyarakat Indonesia terhadap Capres terpilih sangat tinggi. Rakyat sedang menginginkan perubahan dan juga aksinya presiden dan kabinetnya. Ini menjadikan sebuah peristiwa politik sangat mengerikan bagi siapa saja yang sedang memimpin saat ini. Prabowo-Gibran adaah Paslon terpilih dalam pilpres 2024 kemarin. Merekalah yang bertanggung jawaban.Â
Yang perlu diperhatikan adalah manakala terjadi disparitas harapan dan implementasi, maka akan terjadinya memburuk mental kesehatan masyarakat hingga akhirnya perselisihan dan perceraian  dukungan politik.Â
Menghitung Hari KerjaÂ
Jika dihitung ketika artikel ini ditulis 02/01/2025), Pemerintah Prabowo-Gibran hingga saat ini sudah menjalankan roda pemerintahan selama baru 2 bulan 12 hari  terhitung dirinya bersama dengan kabinet menjabat sejak dilantik pada 20 Oktober 2024 lalu. Hal ini menunjukkan bahwa Prabowo sudah menyusuri dan berada dalam fase memerintah serta mengendalikan organisasi yang tergabung dalam Kabinet Merah Putih.
Apa yang sudah dilakukan dan hasilnya seperti apa? Penulis menyoroti 2 isu utama program prioritas pemerintahan Prabowo-Gibran. Dua program tersebut berkaitan dan bersentuhan dengan isu dan kepentingan masyarakat umum yakni isu hukum dan ekonomi.
Hukum Tumpul
Janji politik Prabowo dalam berbagai kesempatan menegaskan dia ingin langsung bekerja, termasuk menunaikan janji-janji kampanyenya yang terangkum dalam 17 program prioritas dan delapan program hasil terbaik cepat. Dengan rasa percaya diri, Prabowo-Gibran berkeyakinan penuh visi dan misi mereka dapat terwujud dengan menjalankan program-program prioritas tersebut.
Prioritas 17 program prioritas yang dijanjikan oleh Prabowo yang saat ini sedang getol diminta masyarakat adalah pemberantasan korupsi dan sejenisnya. Pemerintahan Prabowo-Gibran menjadikan icons pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai salah satu program prioritasnya.
Dalam pikiran Mantan Danjen Kopassus ini, korupsi diyakini biang kebocoran anggaran dan berbagai aspek pembiayaan dalam pembangunan negara, serta dapat merusak perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat.
Prigfat prioritas penegakkan hukum oleh Pemerintah Prabowo-Gibran pada akhirnya terkoreksi dengan sendirinya oleh hasil produk keputusan hukum oleh rejim berkuasa. Publik terbelalak mendengarkan Terdakwa korupsi timah Harvey Moeis yang hanya divonis pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan ganti rugi senilai Rp210 miliar.
Hukuman Tidak Adil
Yang menyakitkan masyarakat adalah Vonis pidana penjara itu lebih ringan hampir setengahnya dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum. Adapun jaksa menuntut umum meminta majelis hakim memvonis Harvey dengan pidana penjara selama 12 tahun.
Dikabarkan sebelum, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ikut terlibat dalam pengusutan kasus korupsi di PT Timah yang menyeret dua pengusaha Harvey Moeis dan Helena Lim menjadi tersangka. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan sejak awal berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung mengenai penanganan kasus ini.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung diketahui tengah menyidik kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Kejagung menduga korupsi ini merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Putusan hukum tersebut justru melukai dan menjadikan isu brutal menyerang pemerintah Prabowo-Gibran. Kejadian buruk putusan meringankan terdakwa tersebut juga pada akhirnya menumbuhkan apatisme tugas negara memberantas koruspi. Bisa saja rakyat tidak peduli lagi apakah janji pemberantasan korupsi akan dilakukan atau justru mangkak. Rakyat sudah terburu-buru memvonis bahwa pemerintah Prabowo-Gibran hanya "omon-omon", tidak serius dan memberkati kebebohong pemerintah.
Kebijakan Anggaran Sesat
Program prioritas Kabinet Merah Putih salah penyempurnaan sistem penerimaan negara.
Melalui program kerja rogram prioritas ini dijadikan pemerintahan Prabowo-Gibran ialah menyempurnakan sistem penerimaan negara.
Kebijakan tersebut akhirnya mulia dilakukan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Prabowo-Gibran. Dalih Pemerintahan ke depan berencana melaksanakan amanah konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23A menjadi kenyataan. Pasal tersebut berbunyi : Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang
Saat ini pemerintah sudah memutuskan kenaikan PPN 12 persen sebagai bagian sarana meningkatkan kapasitas lembaga penerimaan negara, yang diharapkan mampu mendukung upaya mendapatkan sumber pembiayaan pembangunan berkelanjutan. Bisa dikatakan jika Pemerintah Prabowo-Gibran sepakat dan menyetujui Instrumen pajak dijadikan alat penjajahan kapitalis, sarana membiaya negara dan justru negara berhadapan langsung dengan rakyatnya.
Blunder PPN 12 Persen
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana menaikkan PPN menjadi 12% dari semula 11 % mulai tahun 2025.
Pemerintah menyebut, kenaikan PPN hanya berlaku untuk barang mewah. Namun, sejumlah barang dan jasa lain rupanya turut menjadi objek kenaikan PPN.
Pada akhirnya pemerintah merefivi kenaikan PPN 12 persen tersebut dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur pemberlakuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang dan jasa mewah mulai 1 Januari 2025.
Tetap Naik
Untuk tahun pertamanya, Presiden Prabowo Subianto memberikan kado Tahun Baru 2025, yakni menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen mulai Rabu (1/1/2025).
Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai tahun 2025.
 Informasi tersebut disampaikan langsung oleh Presiden, pengumuman di Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024).
"Karena itu seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dan telah berkoordinasi dengan DPR RI hari ini pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," kata Prabowo, Selasa (31/12).
Namun, kenaikan tarif PPN ini hanya berlaku untuk barang-barang berkategori mewah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru. Pengumuman ini disampaikan Prabowo usai rapat internal bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan jajaran eselon Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Gedung Djuanda I, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (31/12/2024) malam.
Stimulus Semu
Penulis justru merasa kasihan ke Pemerintah Prabowo-Gibran yang terpaksa menghentikan secara dramatis keputusan keseluruhan kenaikan PPN 12 persen per tanggal 01Januari 2025. Pemerintah gagal memaksakan kehendak untuk memaksakan masyarakat menjadi sumber pajak.
Tekanan dan penolakan keseluruhan entitas masyarakat Indonesia menjadi tekanan politik yang dahsyat hingga menjadikan hantu yang sangat menakutkan untuk dilawan. Horor bagi pemerintah Prabowo-Gibran untuk jatuh dan dikudeta oleh rakyatnya sendiri karena pemerkosaan kehendaknya rakyat dihadirkan sebagai pundi-pundi pajak.
Kebijakan memberikan stimulus atau insentif Rp 38,6 triliun kepada masyarakat adalah hadiah untuk menebus rasa malu dan gusarnya atas kegagalannya mempertahankan kenaikan PPN 12 secara utuh. Untuk melengkapi penderitaan pemerintah berpura-pura berkomitmen memberi paket stimulus atau bantuan senilai Rp 38,6 triliun.
Bantuan tersebut berupa bantuan beras untuk 16 juta penerima, bantuan pangan 10 kilogram per bulan, diskon 50 persen untuk pelanggan listrik dengan daya maksimal 2.200 VA, pembiayaan industri padat karya, dan insentif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp 10 juta per bulan. Kemudian bebas PPh bagi UMKM beromzet kurang dari Rp 500 juta per tahun.Â
Kekecewaan Publik
Dengan kejadian penaikan kenaikan PPN 12 persen secara parsial atau khusus menunjukkan jika saat ini Pemerintah Prabowo-Gibran sedang mengalami frustrasi akut berkaitan pelaksanaan program kerja Kabinet Merah Putih terutama implementasi kebijakannya berkaitan ekonomi dan hukum.
Kebingungan utama berkaitan politik anggaran yang berat dan sesak sehingga mengawali pemerintahannya dengan jalan pintas, menjadikan masyarakat sebagai instrumen utama pendapatan negara. Kesalahan utama adalah memaksakan pelaksanaan kenaikan pajak naik disaat masyarakat sedang terpuruk.
Keseluruhan terjadinya kemerosotan dibidang hukum di Indonesia, namun Prabowo-Gibran tidak jeli dan mengantisipasi dengan pemberlakuan produk hukum yang jelas dan memihak rasa keadilan. Prabowo-Gibran harus kembali tersandung dan menyadarkan masyarakat untuk semakin tidak percaya kepada institusi hukum, aparat hukum dan juga hukum secara umum yang berlaku di Indonesia.
Hukuman ringan yang dijatuhkan ke Harvey Moeis yang hanya divonis pidana penjara 6 tahun 6 bulan dan ganti rugi senilai Rp210 miliar menjadi skandal hukum yang menjijikkan di negeri ini. Rakyat membaca, mendengarkan dan juga mengetahui jika negara sedang tidak serius menegakkan hukum di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H