Mohon tunggu...
Heru Cahyopratomo
Heru Cahyopratomo Mohon Tunggu... Insinyur - Control Engineer

Spesialis gas turbine and pulp and paper process

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Kecerdasan Buatan Dapat Meniru Kekebalan Tubuh Akibat Covid-19?

11 November 2023   23:23 Diperbarui: 11 November 2023   23:36 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Covid-19, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit koronavirus 2019, adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada akhir tahun 2019 di kota Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok, dan sejak itu menyebar ke seluruh dunia, menyebabkan pandemi global.

Setelah seseorang terinfeksi Covid-19, sistem kekebalan tubuh akan merespons untuk melawan virus tersebut. Respon ini melibatkan dua komponen utama sistem kekebalan, yaitu respons kekebalan humoral dan respons kekebalan seluler.

1.            Respons Kekebalan Humoral:

Antibodi: Tubuh akan memproduksi antibodi, yaitu protein yang dapat mengidentifikasi dan melawan virus. Antibodi ini dapat mengikat virus dan membantu menghancurkannya atau mencegahnya masuk ke sel tubuh.

Sel B: Sel B, juga dikenal sebagai sel B limfosit, adalah jenis sel yang memproduksi antibodi. Mereka berperan penting dalam merespons infeksi virus.

2.            Respons Kekebalan Seluler:

Sel T: Sel T, atau sel T limfosit, adalah jenis sel yang dapat mendeteksi dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus. Mereka membantu membersihkan virus dari tubuh.

Setelah seseorang sembuh dari infeksi Covid-19, sistem kekebalan tubuh dapat menyimpan "memori imunologis." Ini berarti bahwa jika orang tersebut terpapar kembali oleh virus SARS-CoV-2 di kemudian hari, sistem kekebalan tubuh akan merespons lebih cepat dan lebih efisien, membantu melindungi tubuh dari infeksi yang serius.

Namun, penelitian terus berlangsung untuk memahami berapa lama kekebalan setelah infeksi Covid-19 dapat bertahan, seberapa kuat perlindungannya, dan sejauh mana vaksinasi dapat meningkatkan atau memperpanjang kekebalan terhadap virus ini. Oleh karena itu, vaksinasi masih direkomendasikan bahkan bagi mereka yang sudah pulih dari infeksi Covid-19.

Sistem Kekebalan Tubuh Tiruan (Artificial Immune System/AIS) merupakan salah satu jenis kecerdasan buatan yang mengadopsi pola kerja sistem kekebalan tubuh makhluk hidup (manusia). AIS terbagi dalam beberapa jenis, yaitu Clonal Selection (CS) dan Negative Selection (NS). Prinsip kerja CS adalah memperbanyak antibodi dari antigen asing yang baru. Sistem kekebalan (immune) memiliki proses learning dan memory

Saat ada patogen yang masuk untuk pertama kali, kekebalan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk merespons. Apabila ada patogen dengan jenis dan level yang sama, respons yang dibutuhkan untuk mengatasi patogen tersebut menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi karena sel dalam sistem kekebalan memiliki memori. 

AIS sudah diterapkan di banyak bidang, yaitu keamanan komputer (computer security), penjadwalan (scheduling), pendeteksian anomali, pendeteksian kegagalan, optimisasi dan perencanaan pemulihan akibat suatu gangguan. AIS memiliki kelebihan yaitu lebih cepat dalam berproses dan hemat dalam penyimpanan (penggunaan memori).

Clonal Selection

Clonal Selection (CS) adalah teori yang digunakan untuk menjelaskan respons dasar dari sistem kekebalan adaptif. CS menerapkan gagasan bahwa hanya sel-sel yang mampu mengenali antigen dapat berkembang biak, sebaliknya sel-sel yang tidak dapat mengenali antigen tidak dapat berkembang biak. Seleksi klonal beroperasi pada kedua sel T dan sel B. 

Dalam kasus sel B, ketika sel-sel reseptor antigen mengikat dengan antigen, sel B akan aktif dan berdifferensiasi menjadi plasma atau memori sel. Sebelum proses ini terjadi, klon sel B yang diproduksi mengalami hipermutasi somatik (somatic hypermutation), sehingga membangkitkan keragaman dalam populasi sel B. Sel plasma menghasilkan sebagian besar antibodi antigen yang spesifik dalam suatu respons imun yang baik. 

Hal tersebut akan menyebabkan eliminasi antigen asing. Secara umum, sel memori tetap dalam host dan membangkitkan respons sekunder yang cepat pada pertemuan berikutnya dengan antigen yang sama. Sedangkan untuk antibodi yang mengenali sel sendiri (self cell), akan dieliminasi berdasarkan CS. Hal ini merupakan cara memperoleh fenomena kekebalan.

Negative Selection

Salah satu tujuan dari sistem kekebalan adalah untuk mengenali semua sel dalam tubuh dan mengategorikan sel tersebut sebagai self atau nonself. Sel-sel nonself akan dikategorikan lagi untuk menginduksi jenis yang sesuai dengan mekanisme defensive. Sistem imunitas belajar melalui evolusi untuk membedakan antara antigen asing (misalnya bakteri, virus, dan lain-lain) dengan sel-sel tubuh itu sendiri. Tujuan dari mekanisme Negative Selection (NS) adalah untuk memberikan toleransi bagi sel sendiri. 

Hal ini berkaitan dengan kemampuan sistem imunitas untuk mendeteksi antigen yang tidak diketahui, sementara sistem imunitas tidak bereaksi terhadap sel sendiri (self cell). Selama regenerasi sel T, reseptor dibuat melalui proses penataan ulang genetika acak palsu (pseudo-random genetic). 

Sel tersebut menjalani proses sensor di timus yang disebut NS. Sel T yang bereaksi terhadap protein sendiri (self proteins) akan hancur, dengan demikian sel yang tidak mengikat self proteins diperbolehkan untuk meninggalkan timus. Sel T akan beredar ke seluruh tubuh untuk melakukan fungsi imunologi dan melindungi tubuh dari antigen asing.

Negative Selection Algorithm (NSA) adalah salah satu model komputasi dari diskriminasi self atau nonself yang pertama kali dirancang sebagai metode deteksi perubahan. NSA adalah salah satu awal dari algoritme AIS yang ditetapkan dalam berbagai aplikasi nyata. Sejak pertama kali disusun, AIS banyak menarik perhatian dari banyak peneliti dan praktisi AIS serta melalui beberapa fenomena evolusi.

Sebagai ilustrasi kerja NSA terdapat langkah-langkah utama dalam algoritme tersebut. Pada tahap generasi, detektor dihasilkan oleh beberapa proses acak dan disensor dengan mencocokkan sampel diri. Pada tahap ini melihat sampel tersebut apakah merupakan jenis sel sendiri atau bukan. 

Para kandidat yang cocok dengan sel sendiri akan dieliminasi dan yang tidak cocok akan disimpan sebagai data detektor basis (base detector). Pada tahap deteksi, koleksi dari himpunan detektor (detector set) digunakan untuk memeriksa data yang masuk adalah self atau nonself. Jika hal tersebut sesuai detektor apa pun, maka diklaim sebagai nonself. Seperti pada teknik komputasi cerdas, perbedaan NSA ditandai dengan skema representasi tertentu, aturan pencocokan, dan proses generasi detektor. Dua aspek penting dari NSA yaitu:

1.            Konsep target dari algoritme adalah komplemen dari self set.

2.            Tujuannya adalah untuk membedakan antara pola self dan nonself, tetapi hanya sampel dari satu kelas yang tersedia (one class learning).

Kinerja masing-masing NSA berbeda berdasarkan faktor:

1.            Jumlah detektor: yang mempengaruhi efisiensi pembangkit dan deteksi.

2.            Cakupan detektor: yang mempengaruhi keakuratan deteksi.

3.            Algoritme pembangkit detektor yang berhubungan dengan efisiensi dan kualitas detektor.

Sebagai referensi dari buku “Mengupas Rekayasa Kecerdasan Tiruan” karya Prof. Imam Robandi, bahwa perkembangan Sistem Kekebalan Tubuh Tiruan (Artificial Immune System/AIS) telah diaplikasikan yang diantaranya adalah :

1.            Artificial Immune System untuk Pemulihan Sistem Smart Grid, dimana telah dilakukan rekonfigurasi sistem kelistrikan pada satu proses penormalan sistem secara mandiri Ketika terjadi suatu kegagalan dalam mengatasi gangguan. Skema konfigurasi ini diharapkan memiliki kerugian paling sedikit dan optimal dan tujuannya terus dijaga.

2.            Artificial Immune System pada Sistem Distribusi Tenaga Listrik, dimana mengkonfigurasi sistem distribusi tenaga listrik agar mengurangi kerugian daya, yaitu menata ulang topologi dengan mengubah status saklar Normally Open (NO) dan Normally Closed (NC). Selain mengurangi kerugian daya, rekonfigurasi jaringan juga membantu keseimbangan beban dan pemulihan daya.

3.            Artificial Immune System pada Single Machine Infinite Bus (SMIB), dimana untuk mendapatkan keunggungulan dari performansi, kestabilan dan kekokohan yang mempengaruhi faktor-faktor dalam kualitas SMIB. Berbagai macam gangguan yang terjadi pada operasi sistem SMIB, mengakibatkan perubahan terjadi terutama perubahan tegangan. Jika keadaan ini dibiarkan terus terjadi maka akan mengakibatkan performansi SMIB terganggu, serta terkadang mengakibatkan sistem SMIB tidak mampu lagi bekerja secara normal setelah mengalami gangguan.

Penulis : Heru Cahyopratomo, bekerja sebagai Control Engineer dan sedang menyelesaikan pendidikan di ITS Surabaya.

Referensi : Buku Artificial Intelligence “Mengupas Rekayasa Kecerdasan Tiruan” karya Prof. Imam Robandi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun