Posisi kontrol yang sering saya pakai yakni posisi kontrol penghukum, dimana pada saat kita memberikan hukuman kita hanya menyadari bahwa peraturan harus ditegakan dan bagi yang melanggar harus diberikan hukuman. Setelah mempelajari modul ini saya berusaha untuk memposisikan diri saya sebagai manajer dalam penegakan disiplin positif. Pada saat kita menerapkan posisi sebagai manajer suasana lebih nyaman tidak ada emosional dan amarah yang muncul, siswa juga lebih merasa dihargai untuk dapat mengemukakan pendapatnya terkait dengan perilaku salah yang dilakukannya dan mengemukakan solusinya dari pemikirannya sendiri. Perbedaan menghukum dengan posisi manajer yakni dengan posisi manajer terjadi kolaborasi antara guru dan peserta didik untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik, sedangkan untuk posisi menghukum siswa tidak diberi kesempatan untuk dapat memperbaiki kesalahannya mleinkan hanya mendapatkan sanksi dan hukuman terhadap perbuatan salahnya.
Sebelum mempelajari modul ini saya pernah menerapkan segitiga restitusi dalam menghadapi permasalahan yang terjadi pada peserta didik. Tahap yang saya praktikan yakni ketiga tahap yakni: (1) menstabilkan identitas dengan menyampaikan kepada siswa bahwa mereka bukanlah satu-satunya siswa yang melakukan pelanggaran tersebut, beberapa siswa juga pernah melakukan pelanggaran tersebut; (2) validasi kebutuhan, yakni dengan menanyakan alasan apa yang membuat peserta didik melakukan perbuatan tersebut; dan (3) menanyakan keyakinan, yakni dengan menanyakan kesepakatan apa yang dilanggar dan konsekuensinya apa terhadap hal tersebut. Hanya perbedaannya sebelum saya mempelajari modul ini kami belum mengenal keyakinan kelas yang dibuat berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal.
Hal-hal lain yang mungkin perlu untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah yakni bagaimana kita menjadi pemimpin perubahan yang baik dalam menggerakkan seluruh warga sekolah untuk melaksanakan pembiasaan positif yang selanjutnya akan menjadi budaya positif, serta bagaimana menjaga konsistensi seluruh warga sekolah dalam pembiasaan positif tersebut. Selain itu juga perlu dipelajari bagaimana menumbuhkan dan meningkatkan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik seluruh warga sekolah untuk mewujudkan budaya positif sehingga menciptakan lingkungan sekolah yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H