Mohon tunggu...
Heru Kesuma
Heru Kesuma Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Seorang penggemar berat Harutya. Menulis untuk hidup, selain mengisi waktu. Karena ia hanya seorang pengangguran yang hampir dua puluhan. Setiap apa yang ditulisnya membuatnya merasa dirinya punya alasan atas eksistensinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hadiah Untuk yang Berumur Panjang

9 November 2023   12:22 Diperbarui: 9 November 2023   12:38 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: unsplash.com

"Tidak! Aku tidak mau ulang tahun! Aku mau mati! Tuhan, tolong hentikan umurku ini!" teriak seorang pria tua bangka yang bersujud di lantai.

Di lantai toko pangsit yang dingin, ia meneteskan air matanya. Sudah lewat tengah malam waktu itu, tidak ada lagi pelanggan yang makan. Hanya tinggal si pemilik toko dan istrinya.

Dua jam sebelumnya, kakek tua itu berjalan sendirian di tengah malam. Kakinya menyeret-nyeret rantai berkarat di tiap langkah. Telapaknya yang telanjang menciumi aspal yang dingin. Ia tidak tahu ke arah mana ia menuju.

Kampung tempatnya tinggal itu, sudah habis orang. Semuanya pergi ke kota, mencari kerja, mencari laki dan bini, mencari anak yang mengundang setelah tahunan merantau.

Tinggal dirinya sendiri, yang makan ubi sendiri. Dengan daunnya yang selalu direbus. Kompornya dari kayu kering yang ia juga cari sendiri. Sedangkan apinya dari menggesek-gesek kayu dengan batu.

Si kakek tidak ingat kapan mulanya ia berjalan di tengah malam. Ketika mendapati suara ledakan, ia merasa harus berjalan. Matanya tidak benar-benar bisa melihat. Jadi ia mengandalkan telapak kaki. Jalanan kampung yang sudah dihafal luar kepala tidak dapat hilang. Asalkan terasa di telapaknya, ia tahu ada di mana.

Kini hanya tinggal menyusuri aspal sampai ada yang memanggilnya. Ia tidak tahu siapa yang akan memanggilnya, tetapi rasanya selalu begitu. Tiap kali ia keluar kala langit meledak, ia harus berjalan, dan akan ada orang yang memanggilnya.

Lebih dari satu jam sudah ia berjalan. Telinganya menangkapi cakap-cakap. Akhirnya sudah ada beberapa orang selain dirinya. Napasnya yang tersengal menandakan ia tidak akan sanggup jika harus berjalan lebih jauh.

"Kek! Kakek! Kakek sudah datang? Mari ke toko," kata seseorang yang mengejarnya dari sebelah kiri.

Suara itu tidak ia ketahui empunya, entah tidak kenal atau sekadar lupa. Namun itu suara yang tidak asing di telinganya. Suara seorang pria yang berat dan serak. Ketika ia menghadap ke pria itu, meski tidak jelas, sedikit kelihatan kalau pria itu punya tubuh yang besar. Seakan bisa menghancurkan tubuhnya jika mereka berpelukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun