Tuhan membuat semua orang di dekat Solasola tersenyum. Lalu mengeluarkan emoji senyum di televisi. Dan menawarkan Solasola kesempatan menjadi Tuhan. Solasola menjawab, "Saya mau! Tidak peduli bagaimana caranya, saya akan jadi Tuhan!"
Tuhan berpesan, Solasola akan hilang dari dunia. Solasola tidak akan punya tubuh lagi, tidak bisa sembarangan berkomunikasi dengan orang, atau bahkan menikmati dunia. Menonton kartun, minum macam-macam es, makan kue, semuanya tidak bisa. "Tidak apa-apa. Toh saya juga jarang yang begituan," balas Solasola.
Tuhan berpesan lagi, manusia butuh kesedihan. Namun jika Solasola mau memberi kebahagiaan, silakan coba sendiri.
Solasola begitu semangat. Tidak sabar lagi ia jadi Tuhan. Seketika sekeliling Solasola terkoyak, tubuh Solasola terurai. Kulitnya mengelupas, dagingnya mencair, darahnya mengering seperti air di wajan dengan kompor yang menyala. Tulangnya rapuh, ambruk dan menjadi bubuk. Organ-organ dalamnya terbelah menjadi kecil-kecil sampai akhirnya tidak lagi terlihat. Dan tidak ada sakit yang tidak dirasanya. Solasola mau menjerit, tapi suaranya pun tak ada. Hanya beberapa kedip mata normalnya, tapi Solasola merasa sudah berhari-hari ia tersiksa. Sampai akhirnya, Solasola bisa melihat segalanya. Segala apa yang ada di dunia.
Manusia, hewan, tumbuhan, rumput yang bergoyang, serangga di hutan, air mengalir, bahkan angin, ia dapat melihatnya, mendengarnya, dan merasakannya. Ia dapat ke mana saja. Ia dapat melakukan apa pun. Ia melelehkan es di kutub, dan membekukannya lagi. Ia membersihkan semua sungai di dunia. Ia menumbuhkan beberapa pohon dan menurunkan panas di gurun. Ia tetap membuat kutub beku, tapi ia menaikkan suhunya.
Maka dimulailah, tujuan Solasola untuk membahagiakan manusia. Yang tidak ia ketahui kalau itu merupakan awal bencana manusia.
Bersambung ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H