Mohon tunggu...
Heru Wahyudi
Heru Wahyudi Mohon Tunggu... Dosen - Lecture

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Bacapres 2024 dan Tantangan Kontrak Sosial-Politik Masyarakat

28 September 2023   13:02 Diperbarui: 2 Oktober 2023   06:55 1351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Bendera partai politik dipasang di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (17/1/2023). (Foto: KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Pemilihan presiden tahun 2024 di Indonesia akan menjadi ujian berat bagi kedewasaan demokrasi

Indonesia dihadapkan pada masalah-masalah pelik, seperti pandemi COVID-19, krisis ekonomi, kesenjangan sosial yang merajalela, dan korupsi yang terus menggerogoti infrasturktur bangsa.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, bacapres harus lebih dari sekadar berbicara. Bacapres ketika bicara gagasan harus menggambarkan visi yang terbukti, tindakan nyata, dan kemampuan untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Kontrak sosial-politik yang kuat tidak boleh lagi hanya menjadi retorika kosong, tapi harus berwujud dalam reformasi nyata yang mendukung kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Pemilihan presiden bukanlah ajang berjanji tanpa tindakan, melainkan untuk mengukur siapa yang benar-benar siap memimpin Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Kontrak Sosial-Politik dalam Pemilihan Presiden

Kontrak sosial-politik adalah sebuah perjanjian yang menjadi ritual dalam politik, di mana calon presiden berjanji berbagai hal kepada masyarakat, dan masyarakat pun punya harapan tinggi terhadap pemimpin yang akan datang. 

Tapi kenyataan seringkali berbeda dengan janji-janji manis yang diberikan dalam kampanye. Kontrak sosial-politik seharusnya menjadi batu ujian untuk melihat sejauh mana seorang bacapres benar-benar akan menghormati komitmennya.

Dalam praktiknya, kontrak sosial-politik menjadi semacam dokumen seremonial yang mudah diabaikan setelah calon presiden terpilih.

Janji-janji muluk seringkali tidak diikuti dengan langkah-langkah nyata dan terukur. Kadang, kontrak tersebut hanya berisi kata-kata manis tanpa rencana apalagi buktinya. Masyarakat, di sisi lain, seringkali cenderung lupa akan kontrak tersebut setelah pemilihan selesai.

Untuk mengubah hal ini, kita perlu mengembangkan kontrak sosial-politik yang lebih substansial dan terukur. Calon presiden harus diseret ke dalam perjanjian yang tidak hanya mencakup visi dan misi mereka, tetapi juga program kerja yang konkret dan realistis. 

Ada perluasan yang diperlukan untuk menciptakan mekanisme kuat untuk memantau kinerja mereka selama masa jabatan.

Dari cara ini, kontrak sosial-politik dapat menjadi alat yang lebih efektif untuk memastikan akuntabilitas pemimpin terpilih dan memastikan bahwa janji-janji kampanye bukan hanya kata-kata kosong dalam dunia politik yang seringkali terlalu licin.

Tantangan Kontrak Sosial-Politik Ketika Bacapres Bicara Gagasan

Dalam dinamika politik pemilihan presiden, kontrak sosial-politik tidak selalu menjadi jaminan pasti atau tidaknya. Sebaliknya, konfrontasi utama terletak pada serangkaian tantangan yang merusak integritas.

Tantangan pertama adalah manipulasi emosi massa melalui kampanye. Bacapres kerap memanfaatkan kampanye untuk membangkitkan gairah dan memobilisasi massa dengan harapan meraih suara mayoritas. 

Justru, upaya berlebihan dalam mobilisasi ini dapat merusak proses demokrasi, mengubah pemilihan menjadi pertunjukan spektakuler, dan membahayakan stabilitas sosial.

Kemudian, ada tantangan penggunaan politik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) serta identitas dalam kampanye. Bacapres sering kali bermain dengan api politik SARA dan identitas untuk mencapai tujuan mereka. 

Namun, taktik ini dapat memicu konflik sosial, memecah-belah masyarakat, dan merusak kontrak sosial-politik yang seharusnya mengutamakan persatuan dan kesejahteraan bersama di atas segala perbedaan.

Tantangan terakhir adalah dominasi politik pengkultusan, di mana bacapres menjadi pusat perhatian dalam kampanye mereka. Meskipun bisa menciptakan efek vokal yang kuat, politik pengkultusan seringkali mengaburkan gagasan dan ide-ide nyata yang perlu dievaluasi oleh masyarakat. 

Jelas, mengancam integritas kontrak sosial-politik, yang semestinya didasarkan pada janji-janji riil dan visi yang dapat diterapkan untuk kebaikan bersama.

Mengatasi tantangan-tantangan ini adalah suatu keharusan untuk memastikan bahwa kontrak sosial-politik tidak hanya menjadi seremoni kosong, tetapi sebuah dokumen yang benar mewakili komitmen terhadap demokrasi sehat dan pemerintahan yang bertanggung jawab.

Dinamika Politik dalam Bacapres 2024

(Source : betv.disway.id)
(Source : betv.disway.id)

Pemilihan presiden 2024 di Indonesia dipandang sebagai titik puncak dalam perjalanan demokrasi. Dalam dinamika politik kini, terlihat ada beberapa tantangan.

Salah satu tantangan yang patut ditelisik adalah peran pemilih muda. Pemilih muda di Indonesia semakin terlatih dalam memilah-milah calon presiden dan mendorong mereka untuk berinovasi. Mereka membawa semangat kritis dan siap menerima ide-ide segar.

Maka, para calon presiden dituntut untuk memahami aspirasi pemilih muda, serta membangun kontrak sosial-politik yang relevan dengan perubahan sosial dan budaya yang tengah terjadi.

Tantangan berikutnya adalah polarisasi politik yang dulu sangat marak. Polarisasi ini, jika dibiarkan berlarut-larut, berpotensi memicu konflik sosial yang berbahaya. 

Oleh karena itu, calon presiden harus memiliki kebijaksanaan untuk menghindari eksploitasi politik SARA dan identitas dalam kampanye. Fokus seharusnya tertuju pada gagasan dan ide yang konstruktif dan terukur.

Tantangan terakhir adalah dukungan partai politik. Dukungan dari partai-partai politik dapat memainkan peran besar dalam hasil pemilihan presiden.

Calon presiden harus mampu membangun koalisi yang solid dan memenangkan dukungan dari partai politik yang sejalan dengan visi dan misinya. 

Kehadiran partai-partai yang mendukung akan menjadi kunci bagi kesuksesan kampanye dan, akhirnya, kepemimpinan yang efektif.

Pemilihan presiden 2024 adalah ujian bagi kualitas demokrasi Indonesia. Semua calon presiden harus siap menghadapi tantangan-tantangan ini dengan bijak dan berkomitmen untuk memimpin negara Indonesia ke arah yang lebih baik.

Situasi Politik dan Keamanan dalam Pemilihan Presiden 2024

Pemilihan presiden 2024 di Indonesia akan menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi negara ini. Meskipun begitu, situasi politik dan keamanan dalam pemilihan tersebut tidak akan seberat pemilu sebelumnya. 

Plt Menteri Komunikasi dan Informatika, Mahfud MD, memprediksi bahwa pemilu dan pilpres 2024 akan lebih kondusif dibandingkan dengan pemilu 2019, melansir dari kominfo.go.id (03/07/2023).

Sebabnya, berkurangnya kampanye yang mengadopsi politik identitas. Meski begitu, pemerintah tetap harus tetap berwaspada terhadap potensi kemunculan kampanye politik identitas, terutama di media massa.

Selain tantangan tersebut, peran teknologi informasi dalam pemilihan presiden juga menjadi fokus. Teknologi informasi memiliki potensi untuk memengaruhi hasil pemilihan presiden dan bahkan memicu konflik sosial. 

Oleh karena itu, calon presiden di pemilu 2024 idealnya memiliki pemahaman mendalam tentang bagaimana teknologi informasi dapat memengaruhi dinamika politik.

Mereka juga mampu membangun kontrak sosial-politik yang relevan dengan perkembangan teknologi informasi demi menjaga stabilitas dan integritas pemilihan presiden tersebut.

Kontrak Sosial dalam Pemilihan Umum

Kontrak sosial merupakan sebuah kesepakatan vital antara calon presiden dan masyarakat, yang menggariskan visi, misi, dan program kerja yang akan dijalankan oleh calon presiden jika terpilih. 

Kesepakatan ini mencakup janji-janji dari calon presiden dan harapan mendalam masyarakat akan kepemimpinan yang berintegritas dan adil.

Kepentingan kontrak sosial dalam konteks pemilihan umum sangat besar, karena hal ini tidak hanya membangun kepercayaan rakyat terhadap calon presiden, tetapi juga memastikan bahwa calon tersebut memiliki mandat yang kuat untuk memimpin. 

Selain itu, kontrak sosial menjadi instrumen yang sangat berguna untuk memantau kinerja calon presiden dan mengukur apakah janji-janji kampanye telah direalisasikan.

Untuk mewujudkan kontrak sosial dalam pemilihan umum, calon presiden perlu memiliki kemampuan untuk merumuskan sebuah kesepakatan yang jelas dan terukur bersama masyarakat. 

Kontrak tersebut seharusnya mencakup visi dan misi yang terperinci, program kerja yang bisa diukur, serta target-target yang realistis. 

Selain itu, kontrak sosial harus memuat mekanisme yang memungkinkan pengawasan kinerja calon presiden dan evaluasi terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan.

Tidak hanya itu, peran aktif masyarakat dalam mengawasi kinerja calon presiden juga sangat penting. Masyarakat dapat memanfaatkan media sosial dan media massa sebagai alat untuk memonitor pelaksanaan program-program calon presiden, dan memberikan masukan yang kritis kepada mereka. 

Dengan demikian, kontrak sosial bukan hanya sekadar dokumen, melainkan instrumen yang memungkinkan kerja sama antara pemimpin dan rakyat dalam mewujudkan visi bersama untuk negara.

Tantangan dan Pentingnya Kontrak Sosial-Politik dalam Pemilihan Bacapres Bicara Gagasan 2024

Pemilihan presiden tahun 2024 di Indonesia akan menjadi tonggak penting dalam perjalanan demokrasi. 

Momen ini menuntut adanya kontrak sosial-politik yang kuat antara calon presiden dan masyarakat, sebuah komitmen untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap calon presiden yang terpilih dan memastikan bahwa kepemimpinan yang mereka dukung memiliki mandat yang kokoh.

Namun, dinamika politik yang akan dihadapi tidak gampang, dengan tantangan seperti peran pemilih muda yang semakin berpengaruh, polarisasi politik yang membelah masyarakat, dan persaingan sengit antar partai politik.

Peran teknologi informasi juga menjadi faktor dalam pemilihan presiden. Perkembangan teknologi informasi memiliki potensi untuk memengaruhi hasil pemilihan dan bahkan memicu konflik sosial. 

Maka, calon presiden yang siap untuk mengemban tugas ini idealnya memiliki pemahaman mendalam tentang peran teknologi informasi dalam proses pemilihan presiden, serta kemampuan untuk membentuk kontrak sosial-politik yang sesuai dengan perkembangan teknologi.

Untuk menghadapi berbagai tantangan dalam dinamika politik pemilihan presiden tahun 2024, bacapres harus mampu merumuskan kontrak sosial-politik yang transparan dan terukur dengan masyarakat. 

Bacapres harus dapat menghindari menggunakan isu-isu politik yang berpotensi memicu perpecahan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dalam kampanye mereka, serta lebih fokus pada penyampaian gagasan dan visi yang jelas dan terukur. 

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam memastikan situasi politik dan keamanan yang kondusif, serta memantau agar tidak ada kampanye yang memanfaatkan politik identitas.

Dari kacamata pemilihan umum, kontrak sosial-politik memegang peranan dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap calon presiden dan menjamin bahwa mereka memiliki mandat yang kuat untuk memimpin. 

Selain itu, kontrak sosial juga berfungsi sebagai alat untuk memantau kinerja calon presiden dan mengevaluasi apakah janji-janji kampanye telah diwujudkan. 

Oleh karena itu, calon presiden harus memiliki kemampuan untuk merumuskan kontrak sosial yang jelas dan terukur dengan masyarakat, serta berkomitmen untuk memenuhi janji-janji mereka selama masa kepemimpinan. (*)

Heru Wahyudi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun