Selain itu, perlunya melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan untuk mengidentifikasi kendala dan hambatan yang mungkin terjadi. Melalui pendekatan ini, perbaikan yang diperlukan dapat dilakukan dengan cepat untuk meningkatkan efisiensi penyerapan anggaran.
Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan anggaran dan penyerapan anggaran yang efektif. Dengan demikian, diharapkan tantangan dalam mempercepat penyaluran anggaran ke daerah dapat diatasi dengan tepat.
 Semua langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa anggaran yang telah dialokasikan dengan baik dari pusat dapat memberikan manfaat optimal bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Dilema Besar APBD: Studi Kasus Kukar
Kutai Kartanegara (Kukar), sebuah kabupaten di Kalimantan Timur, tengah dihadapkan pada dilema besar dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kapasitas fiskal tampaknya menurun, menurut analisis APBD Kukar, sementara rasio belanja pegawai terus meningkat.
Dilema ini dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, keterlambatan dalam penetapan APBD menjadi penyebab rendahnya realisasi APBD dan berimbas pada penundaan pencairan gaji pegawai daerah. Hal ini tentu berpengaruh pada kinerja pegawai daerah dan pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.Â
Kedua, rendahnya realisasi APBD bisa disebabkan oleh berbagai masalah, seperti keterlambatan dalam proses pengadaan barang dan jasa, perubahan kebijakan, atau kurangnya koordinasi antarinstansi. Dampak dari rendahnya realisasi APBD adalah adanya ancaman pembekuan atau pemotongan anggaran pada tahun berikutnya.
Contoh dari rendahnya realisasi APBD dan dampaknya pada SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) dapat dilihat pada APBD 2021 Kukar, di mana terdapat sisa berlebih pembiayaan anggaran atau SILPA sebesar Rp 790 miliar, mencapai 15,19 persen dari total APBD 2021, kaltimkece.id (2021).
Dampak dari dilema besar ini sangat serius. Pertama, terjadi penundaan dalam pembangunan dan pelayanan publik yang telah direncanakan. Program dan kegiatan yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi terhambat atau bahkan terhenti karena rendahnya realisasi APBD. Kedua, ketidakpastian keuangan bagi pegawai daerah karena penundaan pencairan gaji dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Untuk mengatasi dilema besar dalam APBD Kukar, perlu upaya yang serius dan terencana dalam pengelolaan anggaran. Pemerintah daerah harus meningkatkan koordinasi antarinstansi dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa. Evaluasi mendalam terhadap program dan kegiatan yang direncanakan juga diperlukan agar dapat menentukan prioritas dan menghindari anggaran yang tidak terpakai.
Tantangan ini harus dihadapi dengan tekad kuat untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan APBD. Dengan begitu, Kabupaten Kutai Kartanegara dapat mengoptimalkan pemanfaatan anggaran untuk pembangunan yang berkelanjutan dan pelayanan publik yang lebih baik (*)