Mohon tunggu...
Heru Wahyudi
Heru Wahyudi Mohon Tunggu... Dosen - Lecture

Musafir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Dilema Anggaran, Penyebab Rendahnya Realisasi APBD

2 Agustus 2023   09:20 Diperbarui: 2 Agustus 2023   15:14 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi resapan APBD yang rendah. Sumber: KOMPAS/SUPRIYANTO

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan pilar utama bagi kelancaran pemerintahan di tingkat daerah. 

Realitanya, tidak bisa dihindari, sering kali terjadi kebuntuan ketika anggaran APBD tidak terealisasi sepenuhnya. Banyak faktor yang jadi sebabnya, seperti keterlambatan dalam pengadaan barang dan jasa, perubahan kebijakan, bahkan kurangnya koordinasi antar instansi.

Dampak rendahnya realisasi APBD bisa sangat merugikan ternyata, bahkan berakibat fatal bagi jalannya program dan kegiatan yang telah direncanakan. Ancaman dibekukan atau potong anggaran pada tahun berikutnya tentu saja merupakan ancaman serius yang dapat menghambat pembangunan dan kemajuan daerah. 

Pembekuan anggaran bisa jadi kenyataan mengerikan jika realisasi anggaran di bawah 50% dari total anggaran yang dialokasikan. Sementara pemotongan anggaran juga tak kalah bikin takut  jika realisasi anggaran berada di kisaran 50-70% dari total alokasi.

Walhasil, pemerintah daerah harus bertarung melawan waktu dan ketidakpastian untuk mencapai target realisasi APBD yang memadai. Jika hal ini berulang-ulang, kinerja pemerintah daerah dapat tercoreng, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan habis. Bagaimana mungkin masyarakat akan percaya pada pemerintah yang tak mampu mengelola anggaran dengan baik? Ironisnya, jika anggaran tak terserap, berarti ada dana yang tersimpan tanpa memberikan manfaat yang seharusnya bagi masyarakat.

(Source : sarjanaekonomi.co.id)
(Source : sarjanaekonomi.co.id)

Optimalisasi dan Penyerapan Anggaran: Dilema dalam Capaian Realisasi APBD

Dilema dalam pengelolaan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) antara optimalisasi anggaran dan penyerapan anggaran terkadang menjadi tantangan. Optimalisasi anggaran mengarah pada efisiensi dan efektivitas penggunaan dana, sedangkan penyerapan anggaran menekankan pada penggunaan anggaran yang telah dialokasikan dengan baik.

Tapi anehnya, fokus berlebihan pada optimalisasi anggaran dapat berdampak buruk pada penyerapan anggaran. Terlalu berusaha untuk memotong biaya dan menghemat dana bisa menghambat pelaksanaan program dan kegiatan yang telah direncanakan. 

Keterlambatan pelaksanaan tersebut dapat berdampak negatif pada tujuan pembangunan daerah dan pelayanan publik yang diharapkan. Selain itu, sisa dana yang tidak digunakan pada tahun berjalan dapat menyebabkan pemborosan anggaran pada tahun berikutnya, karena anggaran tersebut harus dikurangi atau dialokasikan ulang, melansir dari djkn.kemenkeu.go.id.

Untuk mengatasi dilema ini, diperlukan pendekatan yang seimbang antara optimalisasi anggaran dan penyerapan anggaran. Perencanaan yang matang dan terperinci merupakan langkah awal yang penting, berdasarkan sumber setneg.go.id. Dalam perencanaan, perlu mempertimbangkan kebutuhan riil dan memastikan alokasi anggaran yang memadai untuk setiap program dan kegiatan.

Selain itu, peningkatan koordinasi antarinstansi juga penting. Kolaborasi dan komunikasi yang efektif antarinstansi terkait dapat membantu memastikan penyerapan anggaran yang optimal. Dengan demikian, tumpang tindih program dapat dihindari dan proses penggunaan anggaran dapat dipercepat.

Selanjutnya, langkah yang tak kalah penting adalah melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap penyerapan anggaran. Dengan demikian, kendala dan hambatan yang mungkin terjadi dapat diidentifikasi lebih awal. Melalui evaluasi yang berkelanjutan, perbaikan dan penyesuaian yang diperlukan dapat dilakukan untuk meningkatkan capaian penyerapan anggaran.

Tentu saja, penyelesaian dilema ini tidaklah mudah, tetapi melalui pendekatan yang seimbang dan sinergi antara optimalisasi dan penyerapan anggaran, diharapkan pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan lebih lancar. Hal ini akan berdampak positif pada kemajuan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Sehingga, penting bagi para pemangku kebijakan untuk tetap berkomitmen dalam mengatasi tantangan ini demi terwujudnya APBD yang efisien, efektif, dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

Tantangan Sri Mulyani: Cepat Salurkan Anggaran ke Daerah, tapi Pemda Masih Rajin "Menabung"

Dalam menjalankan tugasnya sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati tengah menghadapi tantangan yang pelik dalam upaya mempercepat penyaluran anggaran ke daerah. Terlebih, anggaran dari pusat sudah disalurkan, namun belanja daerah masih terkendala. Di hadapannya, beberapa masalah yang menantang harus dihadapi dengan tegas, melansir dari setneg.go.id

Salah satu kendala utama adalah koordinasi dengan pemerintah daerah. Meskipun anggaran telah dialokasikan, terkadang pemerintah daerah enggan untuk menggunakan anggaran tersebut dengan sepenuhnya. 

Faktor-faktor seperti keterbatasan kapasitas, perubahan kebijakan, dan kurangnya pemahaman tentang urgensi penyerapan anggaran menjadi pemicu dari masalah ini. Koordinasi yang kurang efektif antara pemerintah pusat dan daerah menjadi penyebab utama dalam terhambatnya penyerapan anggaran.

Selain itu, masalah lainnya adalah kurangnya kesesuaian antara perencanaan dan penganggaran. Ketidaktepatan dalam melakukan perencanaan menyebabkan alokasi anggaran yang tidak memadai untuk mendukung setiap program dan kegiatan. Hal ini menyulitkan dalam penyerapan anggaran secara efektif dan berdampak pada terhambatnya belanja daerah.

Akibat rendahnya belanja daerah meskipun anggaran dari pusat telah disalurkan, berdampak negatif pada pembangunan dan pelayanan publik. Program dan kegiatan yang telah direncanakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terhambat atau bahkan tidak dapat dilaksanakan. Selain itu, sisa dana yang tidak terpakai pada tahun berjalan berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran pada tahun berikutnya.

Untuk mengatasi tantangan ini, langkah-langkah strategis perlu ditempuh. Peningkatan koordinasi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi kunci utama dalam memastikan pemahaman yang seragam tentang pentingnya penyerapan anggaran. Perbaikan dalam perencanaan dan penganggaran di tingkat daerah juga menjadi langkah penting untuk memastikan alokasi anggaran yang tepat dan efektif.

Selain itu, perlunya melakukan monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan untuk mengidentifikasi kendala dan hambatan yang mungkin terjadi. Melalui pendekatan ini, perbaikan yang diperlukan dapat dilakukan dengan cepat untuk meningkatkan efisiensi penyerapan anggaran.

Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan anggaran dan penyerapan anggaran yang efektif. Dengan demikian, diharapkan tantangan dalam mempercepat penyaluran anggaran ke daerah dapat diatasi dengan tepat.

 Semua langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa anggaran yang telah dialokasikan dengan baik dari pusat dapat memberikan manfaat optimal bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Dilema Besar APBD: Studi Kasus Kukar

Kutai Kartanegara (Kukar), sebuah kabupaten di Kalimantan Timur, tengah dihadapkan pada dilema besar dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kapasitas fiskal tampaknya menurun, menurut analisis APBD Kukar, sementara rasio belanja pegawai terus meningkat.

Dilema ini dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, keterlambatan dalam penetapan APBD menjadi penyebab rendahnya realisasi APBD dan berimbas pada penundaan pencairan gaji pegawai daerah. Hal ini tentu berpengaruh pada kinerja pegawai daerah dan pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. 

Kedua, rendahnya realisasi APBD bisa disebabkan oleh berbagai masalah, seperti keterlambatan dalam proses pengadaan barang dan jasa, perubahan kebijakan, atau kurangnya koordinasi antarinstansi. Dampak dari rendahnya realisasi APBD adalah adanya ancaman pembekuan atau pemotongan anggaran pada tahun berikutnya.

Contoh dari rendahnya realisasi APBD dan dampaknya pada SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) dapat dilihat pada APBD 2021 Kukar, di mana terdapat sisa berlebih pembiayaan anggaran atau SILPA sebesar Rp 790 miliar, mencapai 15,19 persen dari total APBD 2021, kaltimkece.id (2021).

Dampak dari dilema besar ini sangat serius. Pertama, terjadi penundaan dalam pembangunan dan pelayanan publik yang telah direncanakan. Program dan kegiatan yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi terhambat atau bahkan terhenti karena rendahnya realisasi APBD. Kedua, ketidakpastian keuangan bagi pegawai daerah karena penundaan pencairan gaji dapat mempengaruhi kinerja mereka dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.

Untuk mengatasi dilema besar dalam APBD Kukar, perlu upaya yang serius dan terencana dalam pengelolaan anggaran. Pemerintah daerah harus meningkatkan koordinasi antarinstansi dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa. Evaluasi mendalam terhadap program dan kegiatan yang direncanakan juga diperlukan agar dapat menentukan prioritas dan menghindari anggaran yang tidak terpakai.

Tantangan ini harus dihadapi dengan tekad kuat untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan APBD. Dengan begitu, Kabupaten Kutai Kartanegara dapat mengoptimalkan pemanfaatan anggaran untuk pembangunan yang berkelanjutan dan pelayanan publik yang lebih baik (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun