Terjadi kontroversi Ketua Umum Projo Budie Arie  berkaitan pengangkatan dirinya sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi. Jabatan bergengsi tersebut didapat di saat terjadinya aksi tuntutan mundur dari Ketua Umum Projo oleh Ketua Projo Jabar.Pendiri Projo Jawa Barat, Agung Surya mendesak Budi Arie Setiadi untuk turun dari jabatannya sebagai Ketua Umum Projo.
Bagi Ketua Projo Jabar  Agung menilai, sosok Budi Arie saat ini sudah tidak mempresentasikan suara pengurus Projo di daerah.
Agung menegaskan, Â Budi Arie sudah banyak memanipulasi suara masyarakat salah satunya lewat Musyawarah Rakyat (Musra) yang digelar pada Mei 2023 lalu.
Budi Arie cenderung melawan arus tidak sesuai dengan aspirasi yang sesungguhnya dibawah," ucap Agung dalam acara Pernyataan Sikap Dukungan Pilpres 2024 Projo se-Jawa Barat kepada Bacapres dari PDIP Ganjar Pranowo di Sekretariat Roemah Bersama Alumni, Jalan Imam Bonjol Nomor 16, Kota Bandung, Sabtu (15/7/2023).
Bagian yang cukup menarik alasan Jokowi mengangkat Budie Arie adalah ditugaskan untuk  Ketua Projo  membuat dan membangun narasi -narasi pemilu damai di tahun 2024. Iklim dengan atmosfer politik  yang sejuk menghadapi dan juga menjalani kontestasi Pileg dan Pilpres. Pemilu dapat  terkendali dengan mengedepankan kampanye damai baik kampanye udara dan kampanye darat. Â
Sebagai  Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) baru,  Budi Arie Setiadi langsung tancap gas untuk  menjabarkan empat tugas yang menjadi super prioritasnya. Urgensi pokok yang harus dilakukan oleh Budie Arie  adalah mengawal Pemilihan Umum (Pemilu) damai 2024.
Budie  Arie juga menjabarkan apa yang menjadi  pikiran dan  tantangan Indonesia seperti penyediaan infrastruktur digital, yang kedua soal platform-platform yang meresahkan masyarakat dan terakhir bagaimana pengelolaan dan pengembangan  ekosistem digital bisa bermanfaat dan berkontribusi penuh dalam pembangunan dan kemajuan bangsa ini.
Pertanyaan yang menarik adalah berkaitan bagaimana bisa Budie Arie bisa membangun narasi pemilu damai ?
Kompleksitas ekosistem pemilu di Indonesia menjadi beban selama 2 kali pemilu yakni pemilu 2015 dan pemilu 2019.
 Dua pemilu tersebut menjadi pesta demokrasi paling buruk bagi perkembangan dinamika politik tanah air. Pemilu yang penuh kebencian dan juga polarisasi kelompok yang sangat ekstrim.
Faktanya, tidak hanya terjadi perkelahian secara sistem penyelanggaraan pemilu tetapi kondisi mencekam terjadi perang informasi melalui perangkat media cetak, TV Chanel dan juga media online.
Inilah sesungguhnya persoalan dan ruwetnya ekosistem informasi harya dihadapi dan diperbaiki. Bagiamana cara Budie Arie membuat aturan main dan membuat payung hukum dan produk peraturan berkaitan manajemen dan lalu lintas informasi dengan ketat dan produktif.
Pokok bahasan tentang pemilu damai berkaitan dengan menanggal kampanye hitam, mencegah dan membumihanguskan hoax dan menolak kampanye identitas.
Masalah tersebut bisanya menjadi konsumsi dan akhirnya melahirkan perang opini melalui perangkat media massa, TV Chanel dan juga media online. Perang opini tersebut berjalan cepat , masif dan tidak terkendali penyebaran nya.
Akhirnya terjadinya perkelahian horizontal masyarakat umum di media. Berakhir dengan perang opini yang justru lebih banyak negatif dan tidak produktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H