Sistem Pemilu, Drama Politik Apa Yang Bakal Memanas Lagi?
Setelah MK Ketok PaluPrediksinya Deny Indrayana salah, ternyata MK menolak gugatan sebagian  masyarakat untuk  dihentikannya sistem pemilu proporsional terbuka di Pemilu 2024. MK mungkin juga tidak mau reputasi institusinya jatuh wibawanya karena hasil putusannya sama dengan bocoran dari Deny Indrayana yang memprediksi MK bakal mengabulkan gugatan dan memberlakukan sistem pemilu tertutup.
Deny Indrayana juga sempat soroti jika kisruh perdebatan sistem pemilu sebagai upaya dan cara mengarah pada skenario penundaan pemilu. Waduh..terjauh ya berpikirnya.
MK menolak gugatan sistem pemilu tertutup dan akhirnya sistem pemilu berakhir dengan tetap mempertahankan proporsional terbuka. Â Akhirnya putusan MK memberikan angin segar bagi mereka yang dari awal menolak sistem pemilu tertutup.Â
Ada bagian yang sangat sensitif untuk dipertanyakan dan juga jika perlu diinvestigasi. Muncul pertanyaan cukup serius, Siapa pihak  yang terlihat murung atau gembira dengan keputusan ketok palu MK mempertahankan sistem pemilu terbuka?
Sebenarnya naskah awal keberatan digelarnya tuntutan terhadap sistem pemilu terbuka banyak berhubungan dengan terjadinya persaingan caleg dan lebih menonjolkan perlombaan menghabiskan dana besar daripada fokus untuk menjual gagasan dan juga indoktrinasi ideologi partai. Sistem pemilu yang digugat lebih menguntungkan pihak caleg dengan modal besar untuk membeli dan juga memobilisasi kepartaian ataupun organ kemenangan independen.
Ingat, jauh sebelum adanya polemik sistem pemilu , banyak drama politik yang cukup sensasional. Mulai wacana pemilu ditunda, perpanjang jabatan dan terbentuknya koalisi partai untuk mengusulkan Capres dan cawapres. Disaat bersamaan berkembang dua  isu politik  nasional . Pertama , isu politik berakibat koalisi partai dan juga proses perjodohan capres dan cawapresnya. Kedua , isu berkaitan sistem pemilu yang akang dipakai di pemilu 2024.
Pada akhirnya, perdebatan isu kedua yakni perdebatan sistem pemilu berakhir dengan ketetapan MK menolak para penggugat sistem pemilu terbuka.
Jujur, tujuan awal untuk menggugat sistem tertutup sangat menguntungkan dari penguatan kepartaian, visi dan misi partai itu sendiri. Jadi dengan ideologi partai yang kuat, setiap partai bisa berjualan ideologinya dan kader -kadernya yang mumpuni dalam bidang politik dan organisasi.
Parpol dengan sendirinya akan nyaman dan aman dalam setiap menghadapi pemilu 5 tahunan. Partai ideologi dapat menjamin konsistensi pemilih dan juga relasinya dengan parpol serta pengurusnya.
Dipastikan parpol tidak berfikir lagi batas ambang batas parlemen 4 persen. Mengapa ? Sistem proporsional tertutup akan menginduksi dan membuat polarisasi kutup  ideologi secara spesifik.  Secara langsung partai politik terseleksi secara alamiah hingga hanya parpol yang ideologi kuat akan menjadi peserta pemilu berikutnya dan secara konsisten akan berturut-turut mengikuti dan  memenangkan setiap kali pemilu. Parpol akan terseleksi sangat ketat dan kada akhirnya terjadi penguatan ideologi di partai itu sendiri, bukan pengurus atau bahkan individu.
Keputusan ketok palu MK melanjutkan sistem pemilu terbuka sudah final, artinya hanya ada keputusan dan tindakan bagi parpol yakni mematuhi dan memenuhi aturan dalam sistem pemilu terbuka tersebut. Â Pertanyaannya, apakah benar parpol yang setuju pemilihan sistem pemilu terbuka betul -betul sudah siap berlaga untuk memenangkan setiap calegnya di Pileg 2024?
Ternyata tidak, tidak ada euforia gembira atau kesedihan baik pihak yang yang menang atau kalah. Semua parpol parlemen adem  ayem termasuk juga PDIP yang pertama hingga akhir percaya sistem pemilu tertutup terbaik untuk diterapkan di Indonesia saat ini.
Pihak kedua yang menjadi pihak untung dan rugi dalam pemberlakuan sistem pemilu adalah para calon legislatif. Caleg menjadi subjek dan obyek sekaligus pro dan kontra ditetapkannya sistem pemilu. Paska MK jelas -jelas mendukung berlakunya kembali sistem pemilu terbuka, ternyata caleg juga tidak mengalami euforia maksimal atau kegembiraan. Artinya tidak ada hal yang ditunggu dan menjadi bagian mati atau hidupnya hasil keputusan dari MK. Semua datar -datar saja dan tidak ada spesial kabar gembira putusan MK yang jelas -jelas menguntungkan Caleg tersebut daripada partai.
Lantas apa sebenarnya yang sedang terjadi, ketika tuntutan terhadap sistem pemilu tertutup dihadang begitu keras dan pada akhirnya dalam posisi menang pun disikapi biasa ?
Beberapa pendapat Jika perdebatan sistem pemilu bisa jadi drama dan panggung politik antara elite partai dan juga elite politik yang sedang berkuasa. Semuanya butuh panggung politik dengan kadar dan rasa tertentu agar sasaran politiknya tercapai. Yang pasti, diduga  negara terlibat dan juga partai dilibatkan dalam irama dan resonansi pro dan kontra sistem pemilu. Lantas sebenarnya apa tujuan pemerintah dan elite politik bermain sandiwara di level pembahasan sistem pemilu ?
Pendapat kedua berkaitan jika sesungguhnya urgensi yang dibutuhkan elite partai dan juga penguasa adalah kelangsungan hidup hajat bersama ekonomi dan politik  partai dan juga rejim berkuasa. Mestinya memang dalam kondisi serba sulit baik secara makro ekonomi dan keseluruhan politik nasional memungkinkan hajat pemilu tersebut ditunda atau diundur. Ini lebih rasional ketika pemerintah jauh-jauh hari berwacana dan berpolemik berkaitan sistem pemilu.Â
Dengan berakhir polemik sistem pemilu, tentu prahara politik nasional akan menuju titik pencapaian politik yang mengerucut. Itu betul, secara rasional pemilu akan semakin kokoh karena sudah ada kepastian sistem pemilu yang akan dipakai dalam pemilu 2024 nanti. Akan tetapi , besar kemungkinan dentuman politik nasional mendadak kembali pecah. Coba dan lihat dalam minggu ini, Â apa yang akan menjadi viral atau isu politik apa yang bakal booming?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H