Yang dirasakan oleh teman berbagai pelaku usaha dari usaha kecil sampai besar yang saya kenal ,semuanya sepakat jika ekonomi menjelang lebaran semakin mengkuatirkan, padahal harusnya musim jelang lebaran hampir pelaku usaha menikmati keuntungan.
Mereka saat ini  merasakan jika  sepekan menjelang lebaran belum ada tanda -tanda merangkaknya daya  beli. Lonjakan penjualan belum dirasakan. Biasanya penjual barang -barang dagangan kita sedang berada siklus panen .Dalam 12 bulan ,ada  beberapa bulan menjadi  siklus dagang yang menjadi momentum mendulang cuan.
Beberapa pedagang akan memperoleh timing paling tepat meraih untuknya lebih. Kapan kita merasakan panen pembeli dan mendapatkan untuk tergantung barang dagangan kita dan kebutuhan pasar. Intinya hubungan linier antara barang dagangan kita dengan musim kebutuhan pembeliÂ
 Contoh kita melihat segmentasi pasar dan kebutuhan yang sedang dibutuhkan atau dikonsumsi masyarakat.
 Jelang hari Raya Lebaran , barang yang secara umum dibutuhkan adalah kebutuhan pokok dan sandang. Kemudian di level jelas lapisan menengah terjadi ekspetasi lebih yakni kebutuhan liburan.
 Naik tingkat ke strata atas keinginan akan lebih gila. Golongan masyarakat berpenghasilan lebih saat liburan akan menambahkan kebutuhan di level harga diri atau gengsi .Â
Yang dialirkan oleh masyarakat golongan ini adalah pengakuan dan harga dirinya. Tentunya produk yang dibutuhkan adalah barang mewah bernilai tinggi seperti tas bermerek, mobil mewah , aksesoris perhiasan dan lainnya.
Kondisi makro ekonomi sangat menentukan daya beli semua segmen. Dalam situasi ekonomi khusus akan tejadi lonjakan agregat keseluruhan segmen pasar. Mereka akan menerima distribusi penghasilan sesuai porsi dan kedudukannya. Misalnya suatu negara dengan pertumbuhan ekonomi  sekian  persen akan menciptakan tenaga kerja baru sekian juta orang .Â
Dampak lapangan kerja tersedia akhirnya mempunyai potensi daya beli masyarakat berbagai lini. Dari pekerja dapat upah, pemilik warung makan atau kos-kosan dan pelaku usaha lainya. Adanya mata rantai ekonomi tesebut menimbulkan tumbuhnya daya beli masyarakat. Dengan adanya daya beli ini ekonomi makro akan berjalan membantuk ekosistem ekonomi.
Mengapa tahun lebaran 2023 banyak pedagang yang mengeluh sepi?
jawabannya cukup sederhana, terjadinya daya beli yang lemah. Sesuai terdiri ekonomi, potensi daya beli datang dari naiknya pendapatan masyarakat dan belanja negara serta ketersediaan investasi asing.
Diakui  jika ekonomi Indonesia masih tumbuh, bahkan diakui tumbuh lebih besar dari negara maju atau berkembang lainnya. Akan tetapi, efek domino masyarakat saat ini tidak mendapatkan  induksi langsung tumbuhnya ekonomi nasional.Â
Kok bisa terjadi demikian ? Kemungkinan sektor ekonomi riil yang tumbuh adakah ekonomi padat teknologi bukan industri padat karya. Dengan demikian injeksi modal asing yang digunakan untuk membangun industri berbasis kadar modal tidak berdampak pada distribusi pendapatan masyarakat. Ekosistem ekonomi yang terlibat sedikit, negara juga hanya mendapatkan pajak atau konsesi lainnya.
Kemudian sepinya pelaku saat ini dikarenakan terjadinya dampak sistemik dari Pandemi Covid-19 yang membekukan kegiatan ekonomi hampir 2 tahun . Selama dua tahun terjadi hal mengerikan di dua line utama yakni tidak bekerjanya rejim ekonomi dan mogoknya perputaran ekonomi. Ini yang bikin shock dan hingga saat ini kemudian ekonomi masih stagnan bahkan semakin tertarik dalam resesi ekonomi lebih dalam atau krisis.
Pemulihan ekonomi yang mandeg dan juga tekanan pelaku usaha akibat biaya menanggung beban hutan dan kewajiban lainnya semakin melumpuhkan sendi-sendi perekonomian. Adanya disarikan ekonomi secara bersama dan negatif. Masyarakat daya beli semakin tertekan dan pelaku usaha tidak berdaya lagi meneruskan usahanya alias bangkrut.
Kesimpulan
Tekanan ekonomi bengkak dan belum ketersediaan infrastruktur pemulihan ekonomi yang efektif dan efesiensi menjadi bagian sumber malapetaka turunnya daya beli secara umum. Tidak peduli barang atau produk yang diperdagangkan hingga mengakibatkan anjloknya daya beli semua segmen masyarakat.
Kontrakan ekonomi negatif tesebut akan diperparah dengan berbagai ke Jakarta moneter dan fiskal yang tidak pro sebagai pengusaha. Pemerintah justru terjebak berbagai proyek nasional yang membutuhkan modal investasi banyak akan tetapi justru berbalik arah yang justru merusak ekonomi nasional.Â
Bisnis plan yang salah dan memihak keuntungan golongan tertentu. Akhirnya banyak proyek mangkrak, bisnis  tidak balik modal dan kegagalan dalam dan pengendalian hutang luar negeri. Dengan begitu neraca keuangan secara goyah, defisit APBN dan terancam negara menambah hutang lagi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H