Hampir 5 kali kejadian anak saya beli barang secara online. Masalah muncul karena barang yang dibelinya tidak bermanfaat dari sisi penggunaanya.Â
Saya katakan jika anak saya sudah termakan iklan oleh sebuah iklan di medsos. Anak membeli produk tidak sepengetahuan orang tua dan besaran biaya yang harus dibayarkan membuat geleng kepala.
Kemudahan bertransaksi via COD menjadi malapetaka buat anak dan orang tua. Hanya memencet hp beberapa langkah transaksi sudah berhasil dan barang pilihannya akan dikirim secara cepat.Â
Malah kadang dapat bonus biaya pengiriman .  Karena anak saya sudah sering belanja via Tik tok otomatis beranda layar  anak saya juga diserbu oleh iklan.
Akhirnya banyak kasus anak di bawah umur menjadi korban dari kemudahan dari iklan belanja online COD. Â
Menjadi lemahnya perlindungan terhadap serbuan produk komersial yang diiklankan. Â Saya merasa jika anak saya membeli barang secara COD sebagai korban dari iklan Tik tok.Â
Bisa dikatakan secara umum anak saat ini banyak bermain di layar HP ketimbang bermain di sawah atau di kalangan terbuka.Â
Orang tua juga akhirnya harus menanggung akibatnya dari banyaknya jam bermain anak di Hp dengan berbagai fitur -fitur game atau promosi iklan. Hingga pada akhirnya terjadi kerugian untuk anak dan orangtuanya.
Beberapa hal yang sangat meresahkan dan mencelakakan iklan dari Tiktok:
1. Iklan TIKTOK terlalu memberikan kemudahan untuk orang membeli produk. Tidak diberikan ilustrasi manfaat dan kerugian penggunakan produk.Â
Tahapan belanja sepertinya menghipnotis pembeli. Seperti  ada ajakan setan menuju sorga. Ini yang membuat pembeli terbius dan bahkan lalai hingga membabi-buta berbelanja tanpa batas.Â
2. Iklan COD sangat menjerumuskan seseorang untuk secepat memutuskan  pembelian didasari hal tidak rasional.Iklan di desain untuk meracuni dan menghipnotis pembeli. Â
Diskon Tik tok dan free ongkirnya. Begitu menarik narasi dan gambar yang diberikan oleh iklan hingga pembeli tidak rasional dan akhirnya terbujuk rayuan iklan. Â
Keputusan pembelian semakin tidak rasional dan barang yang dibelinya bukan didasari oleh kebutuhan dasar tetapi oleh bujukan racun iklan .
3. Tiktok yang memperdagangkan barang atau produk tidak memaki filter bagi para pembeli.Akibatnya anak saya yang masih duduk di kelas  3 SD menjadi korban nya. Ikan tiktok harusnya menyertakan syarat pembeli minimal umur dewasa.Â
Sedangkan anak saya baru berumur 10 tahun. Harusnya menyerahkan identitas KTP, menyebutkan Nomor NIK. Jika sudah ada KTP artinya pembeli tersebut dipastikan sudah dewasa Â
Begitu brutalnya mereka berjualan sehingga mengorbankan hak -hak konsumen. Tidak berfikir apa yang dijual dan diiklankan tersebut merusak otak secara permanen terhadap anak atau  segmen pasar lainnya.Â
Mereka hanya berfikir barang dagangan laku tidak banyak berfikir apa yang mereka perdagangan dengan berbagai cara menjadi wujud keruguian bagi individu atau keluarga.Â
4. Nilai transaksi via tiktok juga tidak dibatasi artinya meloloskan semua pembeli untuk secara leluasa dan bebas melakukan transaksi dengan nominal tak terbatas.Â
Anak saya tergolong besar untuk  belanja COD-Nya. Nilainya sekitar ratusan ribu setiap transaksi. Barang tersebut tidak sesuai dengan barang dan harga yang dibeli.Â
Yang menjadi pertanyaan, begitu mudahnya barang dikirim tanpa menanyakan siapa yang beli dan apakah pembeli tersebut mempunyai uang cukup atau tidak. Padahal yang melakukan pembelian adakah anak kecil ,apakah mereka penjual tidak sadar?
5. Keruguian bagi orang tua karena harus ditodong oleh kurir COD dengan biaya sekian rupiah. Anak saya belanja tanpa sepengetahuan orang tua dan bebas apa saja yang dibeli.Â
Wajar jika ketika tagihan COD diterima langsung shock melihat tahuannya. Â Wajar saja jika ada berita orang tua sangat kaget ketika ada tagihan COD dari anaknya yang nyaris tembus jutaan.Â
Perlindungan Konsumen wajib hadir dalam setiap transaksi online. Â Konsumen serta merta tidak menjadi objek dari produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Â
Dalam hal ini pemerintah wajib menggunakan kekuasaannya sebagai  pihak regulator dan juga pembuat kebijakan. Setiap penjual di mesin online wajib menggunakan platform perlindungan terhadap hak-hak konsumen.
Komisi perlindungan Anak harusnya segera bertindak untuk melakukannya pengecekan dan menyelidikan maraknya anak di bawah umur melakukan praktek pembelian online di pasar online.Â
Banyak hal yang harus diambil sikap tegas baik untuk perlindungan anak dan juga pihak penjual dan sekaligus operator medianya seperti Tiktok, IG, atau FB.Â
Menurut saya perusahaan dan penyedia jasa media sudah melakukan praktek pemerasan dan eksploitasi terhadap anak.
Tidak memberikan filter khusus /syarat khusus bagi pembeli seperti batas usia pembeli ,jumlah total pembelian yang tidak menyertakan pembatalan maksimal dan tidak ada instruksi dan penjelasan detail manfaat bagi produk yang dibelinya.
Patutlah menjadi renungan dan bahan pembahasan bersama manfaat kita bermedia sosial secara bijak. Sepenuhnya akhirnya menjadi tanggung jawab kita sebagi orang tua atau kita sebagi bagian entitas pengguna medsos.Â
Namun demikian kita berhak untuk mendapatkan perlindungan konsumen dari serangan iklan komersial yang membabi-buta di baranda hp kita.
Yang lebih penting adalah pihak yang belum siap melakukan transaksi komersial harus dilindungi.Â
Anak adalah pihak yang banyak dirugikan dan menjadi korban kronis yang harus segera ditangani oleh pemerintah dan juga kita sebagai orang tua ikut serta bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H