Money Politics Tidak Terhindarkan Dalam  Setiap Kali Pemilu
Tidak ada yang gratis dalam politik. Proses politik rendahan atau tingkat elite, berkaitan mengejar kekuasaan atau untuk jabatan diakui sebagai proses transnasional. Take and give. Tidak ada hibah politik karena lokus  politik bukan dinas sosial ,tetapi wilayah Korporasi -oligarki.Â
Jika ada yang menjalani gratis, itu pun umurnya pendek, mandeg dijalan atau tersingkirkan oleh rejim politik internal partai.
 Politik sangat kejam ,siapapun yang berkuasa saat itu ,pasti hatinya sudah terpenjara kan atau digadaikan. Hati nurani Anda sebagai politisi sudah dibungkus kain kafan dan hidup raga anda hanya menyisakan jantung dan otak serigala.
 Kalau mau jujur untuk diakui, semua Caleg sawer money politics  sebelum atau sesudahnya pileg. Bahkan sudah ada yang melakukan DP Mahar atau Duit jauh -jauh hari pelaksanaan pemilu. Mereka menjalankan praktek "ijon politik " dalam bentuk hutang sosial atau hutang insfrastruktur baik menyasar pemilih individu atau kolektif.
Geger Sistem Pemilu
Keributan yang saat ini sedang terjadi menyangkut masalah sistem pemilu yang akan digunakan di Pilpres 2024.  Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan ada saja kemungkinan sistem Pemilihan Umum  kembali ke sistem proporsional tertutup di Pemilu 2024(Tempo,29/12/2022).
 Berakhir terjadinya pro dan kontra baik dari elite partai dan tokoh masyarakat untuk mengagas pemilu yang berkualitas dan terjaminnya hak dan kedaulatan rakyat dapat tersalurkan penuh dalam waktu bersamaan urusan money politics juga menjadi sorotan tajam.
Tidak Ada Garansi
Wacana Sistem Pemilu Proporsional tertutup akan menggantikan  sistem proporsional terbuka yang telah diberlakukan sejak Pemilu 2004. Dikursus sistem pemilu proporsional  tersebut mendapatkan dukungan dari PDI P dan Ormas Muhammadiyah .
Melalui juru bicara Sekretaris PP Muhamadiyah Abdul  Mu'ti mendukung pemilu tertutup atau coblos partai (CNN,30/12/22). Alasannya sistem pemilu tersebut meningkatkan praktek money politis yang berlebihan dan membunuh  pamor partai dan kedaulatan partai.
Pertanyaannya, apakah sistem proporsional tertutup akan menjamin atau memastikan praktek politik uang ? Apakah sistem tertutup tersebut betul mereduksi biaya politik / ongkos politik ?
Diperkirakan tidak ada jaminan proses politik pencalegan terbebas dari politik uang,atau setidaknya Caleg akan tetap dipaksa untuk belanja politik dalam rangka mensukseskan pencalegan dirinya, mendukung dan turut serta andil membiayai  infrastruktur partai.
Apapun sistem pemilu yang akan diterapkan, tetap saja Caleg harus belanja politik dengan tidak sedikit keluarkan uang pribadi atau harus meminjam dana dari pihak ketiga.
 Yang tidak setuju atas pernyataan kesimpulan tersebut, silahkan buktikan jika Anda bersih dari politik uang. Anda pantas menjadi "politisi sosial" milik masyarakat dan aset mahal untuk demokrasi. Anda akan menjadi negarawan yang akan menjadi icon demokrasi sesungguhnya di blantika politik tanah air.
Besaran Ongkos Politik
Jika dihitung dengan rupiah, dibutuhkan kisaran biaya 500 rb -1 juta rupiah per satu suara. Itu pun dihitung mundur 2-3 tahun dari Jadwal resmi dari KPU pendaftaran Caleg. Belum biaya saat hari H pencoblosan ,harus menyiapkan ribuan amplop untuk serangan wajar.
Individu yang akan terjun sebagai bakal Caleg dituntut oleh partai agar melibatkan diri dan sudah melakukan sosialisasi dini ke masyarakat /konstituens.Individu sudah memulai mengucurkan dana untuk  diberikan dalam bentuk kegiatan sosial, sumbangan pribadi dan sumbangan taktis / tak terduga.
Bayangkan ,satu Caleg yang menginginkan suara di daerah pemilihan kabupaten dan kota( DPRD Kab./ Kota) Â butuh 8000 pemilih. Tinggal kalikan saja biaya sosialisasi dan belanja politik yang akan dikeluarkannya. Â Jumlah milyaran bahkan puluhan milyaran yang harus berbelanja politik.
Fakta, hanya orang nekat dan haus kekuasaan yang akan menerima realitas hukum pasar jika untuk menjadi anggota dewan membutuhkan pendanaan jumbo.
Risiko paling pahit jika gagal menjadi anggota dewan adalah menjadi gila atau pura- pura gila. Makanya banyak Caleg menjadi stres atau gila karena gagal menjadi dewan dan telah membuang ratusan bahkan milyaran rupiah. Parahnya mereka sudah menjual ,gadaikan aset atau meminjam bank sebagai sumber pembiayaan pencalegan..
Banyak individu yang rasional dan mempunyai uang banyak akan mundur dari pencalegan ketika harus menanggung ongkos politik dan juga harus sepanjang hari merawat bakal calon pemilihnya.
Setoran Elite dan Mafia
Beban berikutnya Caleg adalah saat Pencalegan akan dimulai. Tidak bisa terhindar juga Caleg harus merogoh kocek lagi untuk biaya pendaftaran Caleg dan juga biaya kampanye bersama. Belum lagi jika Caleg mengincar nomer jadi ,pasti harus mengeluarkan biaya ekstra beli nomer urut .
 Sistem proporsional terbuka yang konon akan memilih Caleg dengan suara terbanyak tampa harus meributkan nomer urut, tetap saja banyak Caleg berebut memilih  nomer urut cantik atau nomer urut pertama.
Sialnya,bagi pemburu kekuasaan amatir yang mendaftarkan dirinya sebagai bakal Caleg terperangkap dan terjebak oleh mafia partai. Individu tersebut salah lubang dan yang didapat adalah para mafia atau makelar partai. Berujung pahit, bakal Caleg  tersebut harus mendaftarkan diri melalui mafia politik.
Tentunya akan uang yang dibebankan tidak tepat sasaran. Untuk mendapatkan kepastian dan nomer urut pencalegan, individu tersebut harus melalui proses berliku dan berjenjang.
Pembunuhan Karakter
Belanja politik yang tidak murah ,belum tindakan anarkis berupa pembunuhan karakter yang dilakukan oleh calon pemilih atau kompetitor yang melukai atau menggoreskan kesakitan batin yang mendalam bagi Caleg atau keluarganya. Dalam perjalannaya pencalegan, individu bakal Caleg harus tahan banting, baik moral dan fisik.
 Serbuan kampanye negatif akan menimpanya, baik praktek intimidasi yang disengaja secara kolektif atau persaingan yang dilakukan oleh para pendukung dan Caleg itu sendiri. Keluarga sering menjadi target pembunuhan dan intimidasi.
Tidak jarang banyak Caleg yang mundur sebelum bertanding karena banyaknya serangan dan intimidasi pembunuhan  karakter yang berlebihan. Hanya Caleg yang kokoh dan sudah banyak berpengalaman  di dunia politik yang akan melanjutkan proses pencalegan. Itu pun belum cukup juga,caleg harus mempunyai dompet tebal sebagai amunisi wajib bagi seorang Caleg.
Resolusi Pencalegan 2023
Mahalnya demokrasi hanya untuk meloloskan wakil yang memilih kualitas dan integritas. Sudah menjadi habitat pesta demokrasi butuh duit berjubel .Petualangan demokrasi yang melelahkan.
Kita harus belanja politik berlebihan  dan menebarkan dosa berjamaah dengan politik menebar uang. Yang dihasilkan akhirnya para Caleg oportunis, kejar setoran dan pasti melupakan konstituennya.
 Konsekuensi logis dari hasil proses politik transnasional, tidak ada ikatan batin dan tanggung jawab moral. Setelah kemenangan dalam pileg telah diraih, Caleg tersebut akan lempar handuk dan meninggalkannya .
Dengan waktu terbatas, pemilu 2024, 14 bulan lagi akan dilaksanakan, Bisakah kita terbebas dari praktek money politics di setiap pesta demokrasi yang diselenggarakan ?
Bisakah melakukan kampanye gratis dan mendidik untuk mewujudkan demokrasi sehat dan produk Caleg yang berkualitas?
Bagaimana bentuk ideal partai politik menyediakan kesempatan bagi Caleg  dan Bagaimana perilaku pemilih dan yang dipilih sehingga terlahir Caleg yang berbobot dan bertanggung jawab ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H