Pertama,kenaikan BBM subsidi per 3 September 2022 telah memberikan tekanan pada kemampuan daya beli masyarakat. Ketahanan finansial masyarakat semakin buruk.
Tidak lagi mampu bertahan dalam batas- batas penyesuaian kebutuhan pokok hidup. Masyarakat belum banyak mengalami kenaikan daya beli justru sebaliknya paska Pandemi belum adanya wilayah potensi atau stimulus perbaikan pendapatan masyarakat.
Saat ini  masyarakat sudah putus asa dengan segenap bentuk berbagai  beban kehidupan. Kenaikan BBM menurut pakar ekonomi akan segera bergerak memicu inflasi sebesar 12%. Inflasi tersebut hanya dari sektor BBM saja belum ditambah inflasi dari pangan ,sandang,transportasi dan sektor lainnya.
Boro -boro disuruh naik konsumsi BBM non subsidi ,masyarakat akan lebih banyak  mengurangi kegiatan dengan mobil pribadi.
 Tentunya secara bersamaan akan memangkas atau mengurangi mobilitas masyarakat dan pada akhirnya melemahkan pergerakan ekonomi dan otomatis mematikan pertumbuhan ekonomi secara pelan-pelan.
Kedua, jarak BBM subsidi dan non subsidi kendati sudah dinaikkan masih terpaut jauh . Disparitas harga trsebut ditenggarahi sebagai penyebab masyarakat terutama kelas menengah dan atas akan tetap bersikap rasional memilih BBM subsidi .
Contioh selisih harga yang terlalu jauh seperti harga Solar Rp 6.800 Â ke Dexkite Rp 17.100 atau Pertalite Rp 10.000 ke Pertamax Rp Rp 14.500. Ketiga produk tersebut menurut Pertamina masih tergolong BBM subsidi.
BBM subsidi mengamati kenaikan hampir 31% dan ini merupakan prosentase harga sensitif terhadap daya beli masyarakat. Harga yang ditawarkan saat ini dirasakan sangat mahal. Jika masyarakat disuruh menaikkan kebutuhan BBM ke kelas oktan lebih tinggi tentunya akan sulit terealisir.
Mari kita hitung selisih harga  tersebut sangat tinggi dan menjadi tambahan beban konsumsi rumah tangga.
 Masyarakat pemakai mesin kendaraan berbahan bakar Solar ke Dexkite akan menambah biaya per liternya sekitar Rp 10.300. Pemakai mesin bensin dari Pertalite ke Pertamax selisih Rp 4.500.
Wajarlah jika golongan atas dan menengah memaksakan kendaraannya memakai BBM subsidi. Tentunya  kenaikan pemakainya BBM subsidi paska kenaikan akan semakin meroket dan tidak bisa dihindari lagi.