Yang menjadi bahan renungan adalah sudah banyak kepala daerah yang divonis bersalah dan mendekam di sel tahanan. Tidak hanya puluhan ,tetapi jumlahnya ratusan kepala daerah yang harus  menghabiskan hidupnya di di jeruji besi.
Isa jadi menjadi pertanyaam besar untik institusi antirasuah / korupsi,bukannya banyak institusi penegak hukum  sudah berdiri tegak sejak lama ? Artinya idealnya korupsi sudah tuntas secara aturan dan pemberlakuan serta penegakannya.Â
Kemana saja mereka saat ini ketika praktek korupsi masih melimpah ruah ?
Sepertinya para punggawa hukum lupa atau justru sengaja tidak  melakukan evaluasi dan tindakan pencegahan korupsinya  Â
Secara umum ,korupsi dalam perspektif perilaku politik kepala daerah terjadi ternyata argumentasinya sangat sederhana ,biaya politik sebelum dan sesudah menjadi kepala daerah sama saja sangat mahal. Artinya,beban biaya politik akan terus menjadi kewajiban bagi kepala daerah saat mereka menjabat.
Jauh- jauh hari sebelumnya ,publik sangat  bahkan institusi pemburu ,penegak dan pengawasan anti korupsi mengetahui jika akan marak  terjadi praktek korupsi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah.Â
 Berkaiatan erat penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk peroleh keuntungan kebijakan ,jaringan dan keuntungan materi. Â
Akumulasinya penyebab kepala daerah tersandung dalam korupsi adalah tekanan kepala daerah diinternal partai dan juga tekanan dari konstelasi dialog kepala daerah dengan mitra swasta di partai.
Dalam praktek penyelenggaraan pemilu daerah, calon kepala daerah harus mampu dan mau serta sanggup membiayai besaran pengeluaran pilkada dan membayar sejumlah para pihak berkaitan pembawa palu kebijakan pengangkatan kepala daerah.
Kesanggupan calon daerah tentunya sudah ada mandatori para pihak terutama para arsitek  pemenangan pilkada dan para bandar sebagai penopang pendanaan.
Ekosistem korupsi dalam pemerintahan daerah sudah akut dan sistemik. Partai politik ,pejabat dan masyarakat sudah membiasakan budaya korupsi sebagai medan dan media transaksional  dalam setiap hajat politik baik pileg dan pilkada. Untuk memutuskan mata rantai hanya satu peta jalan.