Mohon tunggu...
Heru Subagia
Heru Subagia Mohon Tunggu... Relawan - Aktivis Kegiatan UMKM ,Relawan Sosial dan Politik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis adalah media ekspresi tampa batas,eksplorasi dan eksploitasi imajiner yang membahagiakan . Menulis harus tetap bertangung jawap secara individu dan di muka umum. . Hobi menulis disela -sela kesibukan menjaga toko ,mengurus bisnis ,berkegiatan di umkm dan politik dan bisnis. Lingkungan hidup juga menjadi topik utana bagi penulis untuk advokasi publik berkaitan isu isu penyelamatan dan pelestarian alam . Mari kita gemar menulis , mendobrok tradisi ,menambah literasi dan menggugat zona nyaman berbagai kehidupan .

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hanya Hukuman Mati yang Bisa Hentikan Merajalelanya Korupsi di Indonesia

12 Agustus 2022   08:10 Diperbarui: 12 Agustus 2022   08:35 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hanya Hukuman Mati Yang Bisa Hentikan Korupsi di Indonesia

 Jagat raya media nasional kembali dihebohkan OTT Kepala Daerah. Kali ini Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo mengalami nasib  sial,terkena OTT KPK di Jakarta,Kamis  (11/08).

Bisa diasumsikan jika perhelatan politik dan kontestasi Pemilu dan Pilkada 2024 akan banyak memicu banyaknya anggota dewan dan pejabat daerah serta kepala daerah akan tertangkap basah pihak  berwajib. Pasalnya ,praktek korupsi akan booming dipicu oleh kebutuhan logistik yang sangat besar  untuk persiapan rentetan agenda dan kegiatan politik.

Sudah menjadi rahasia umum,sumber  keuangan partai berasal dari  para anggota dewan dan para kepala daerah. Dua tempat ini menjadi sumber pendapatan tetap dari partai. 

Partai dapat menggerakkan dan memobilisir mesin partai berasal dari iuran wajib dan iuran sukarela serta iuran yang didasarkan komitmen khusus.

Partai juga akan mendapatkan kelimpahan rejeki dari sumber APBD yang akan dikelola bersama antara kepala daerah dan akan dimonitor oleh  anggota dewan. 

Besaran APBD suatu daerah  sudah menjadi patokan umum nilai bagi hasil /fee yang akan didapat kepala daerah dan besaran fee yang akan disebarkan ke anggota dewan sesuai perimbangannya bagi bagi kekuasaan   dalam koalisi  pendukung kepala daerah.

 Rupanya kebijakan dan produk hukum sebagai  pencegahan dan pengendalian korupsi tetap saja dilanggar. OTT terus terjadi dan banyak memakan korban dan akan semakin menambah daya tampung ruang tahanan KPK dan tahanan lembaga hukum lainnya.

Diprediksikan praktek korupsi semakin meraja menjelang dan sesudah pemilu 2024 nanti.

Mengapa banyak level Kepala Daerah marak terkena OTT KPK ?

Apa yang menjadi argumentasinya sehingga praktek OTT harus sering terjadi? Dan apa solusi efektif memusnahkan praktek korupsi dari budaya kerja dan perilaku tidak terpuji dari  Kepala Daerah?  

Yang menjadi bahan renungan adalah sudah banyak kepala daerah yang divonis bersalah dan mendekam di sel tahanan. Tidak hanya puluhan ,tetapi jumlahnya ratusan kepala daerah yang harus  menghabiskan hidupnya di di jeruji besi.

Isa jadi menjadi pertanyaam besar untik institusi antirasuah / korupsi,bukannya banyak institusi penegak hukum   sudah berdiri tegak sejak lama ? Artinya idealnya korupsi sudah tuntas secara aturan dan pemberlakuan serta penegakannya. 

Kemana saja mereka saat ini ketika praktek korupsi masih melimpah ruah ?

Sepertinya para punggawa hukum lupa atau justru sengaja tidak  melakukan evaluasi dan tindakan pencegahan korupsinya    

Secara umum ,korupsi dalam perspektif perilaku politik kepala daerah terjadi ternyata argumentasinya sangat sederhana ,biaya politik sebelum dan sesudah menjadi kepala daerah sama saja sangat mahal. Artinya,beban biaya politik akan terus menjadi kewajiban bagi kepala daerah saat mereka menjabat.

Jauh- jauh hari sebelumnya ,publik sangat  bahkan institusi pemburu ,penegak dan pengawasan anti korupsi mengetahui jika akan marak  terjadi praktek korupsi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

 Berkaiatan erat penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk peroleh keuntungan kebijakan ,jaringan dan keuntungan materi.  

Akumulasinya penyebab kepala daerah tersandung dalam korupsi adalah tekanan kepala daerah diinternal partai dan juga tekanan dari konstelasi dialog kepala daerah dengan mitra swasta di partai.

Dalam praktek penyelenggaraan pemilu daerah, calon kepala daerah harus mampu dan mau serta sanggup membiayai besaran pengeluaran pilkada dan membayar sejumlah para pihak berkaitan pembawa palu kebijakan pengangkatan kepala daerah.

Kesanggupan calon daerah tentunya sudah ada mandatori para pihak terutama para arsitek  pemenangan pilkada dan para bandar sebagai penopang pendanaan.

Ekosistem korupsi dalam pemerintahan daerah sudah akut dan sistemik. Partai politik ,pejabat dan masyarakat sudah membiasakan budaya korupsi sebagai medan dan media transaksional  dalam setiap hajat politik baik pileg dan pilkada. Untuk memutuskan mata rantai hanya satu peta jalan.

Hukuman mati bagi koruptor dalam parameter. Kesalahan dan kerugian akibat praktek korupsi yang dilakukan anggota dewan ,pejabat daerah ,kepala daerah dan juga masyarakat. Orang Indonesia mungkin akan takut mati ketimbang harus korupsi  . 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun