Manusia tumbuh dimulai dari bayi kemudian menjadi dewasa hingga menua. Selama proses bertumbuh itu kita melewati satu fase anak-anak. Menjadi anak-anak harus kita lalui sebelum pada akhirnya kita dapat mengatakan bahwa kita adalah orang dewasa yang punya pembeda dengan golongan anak-anak.
Ungkapan lain dari anak-anak adalah anak kecil, yang punya golongan usia berbeda dari orang dewasa. Ciri khasnya pun berbeda dan kita perlu lebih mengenalnya dengan baik. Apa pentingnya? Setidaknya, ini menurut saya.
1. Agar bisa mendidik anak dengan baik
Beragam ciri khas anak-anak, seperti berikut ini: 1. Makan masih disuapin, 2. Tidur masih dikelonin, 3. Ingin tahu sebuah cerita maka masih didongengin, 4.Â
Kalau rewel harus didiemin dengan permen atau barang kesukaan; dan seterusnya. Ciri khas yang saya sampaikan tersebut tentu saja menurut pendapat saya, dan banyak ciri khas lain yang bisa disebutkan.
Pakar pendidikan anak atau pemerhati anak usia dini tentu sepakat bahwa untuk dapat mendidik anak dengan baik maka orang tua harus mengenali ciri khas anak; terutama ciri khas anaknya sendiri. Saya, misalnya, harus mengenal lebih dekat ciri khas anak saya jika saya ingin mendidik mereka dengan lebih tepat dan efektif.
2. Agar bisa mengembangkan potensinya dengan lebih tepat
Ada anak yang suka menyanyi, ada juga yang suka menggambar. Ada yang suka ngomong tanpa henti, ada juga anak yang pendiam. Ciri khas tersebut perlu diketahui orang tua jika ingin dapat mengembangkan potensi anak dengan lebih tepat.
Anak saya suka ngedance dan ikut dalam komunitas tari generasi milenial. Anak saya satunya lagi, pendiam, suka belajar mandiri, dan mengembangkan kemampuannya dalam ilmu-ilmu pasti. Potensi yang berbeda ini saya kenali dan jadikan bahan penting untuk mendidik mereka, sekarang dan nanti.Â
Tanpa tahu potensi anak maka saya tidak akan mungkin bisa mengarahkan proses studi maupun pengembangan bakat serta kemampuannya secara baik dan efektif.
3. Agar orang dewasa bisa becermin dari tingkah polah anak-anak
Ciri khas anak-anak yang juga dapat saya tuliskan di sini adalah sebagai berikut: 1. Masih punya rasa egois yang tinggi. 2. Masih sulit diatur. 3. Jika diberi tahu kesalahannya tetap mengulanginya lagi. 4.Â
Cara berpikirnya masih pendek. 5. Mudah rewel, mudah ngambek, dan mudah menyalahkan orang lain. Setidaknya, sekali lagi, ciri khas tersebut merupakan pendapat saya.
Orang dewasa seperti saya perlu memahami ciri-ciri tersebut. Tidak hanya agar kita dapat mengarahkan anak menjadi lebih baik, namun juga menjadi bahan introspeksi terbaik. Saya dapat becermin dari ciri khas anak-anak, yang mudah dilihat dari tingkah polahnya.
Jika saya masih punya rasa egois yang tinggi berarti saya masih seperti anak-anak. Jika saya masih sulit diatur atau sulit taat aturan, dalam pekerjaan misalnya, maka saya masih seperti anak-anak. Jika saya melakukan kesalahan dan orang lain mengkritiknya, namun saya mengulangi kesalahan tersebut apalagi dengan sengaja, maka saya juga seperti anak-anak.
Jika cara berpikir saya masih pendek sehingga mudah menganalisis suatu peristiwa secara sembrono, asal-asalan, maka saya tak boleh marah ketika orang lain menganggap saya seperti anak-anak.Â
Nah, jika saya masih ngambekan, mudah menyalahkan orang lain, dan rewel ingin ini itu, maka saya pun tak boleh berkecil hati jika disebut sebagai anak-anak.
Becermin dari tingkah polah anak-anak yang masih membutuhkan bimbingan dan proses belajar sangat penting bagi saya. Setidaknya jangan sampai saya disebut anak-anak atau anak kecil karena ciri khas di atas. Karakter saya, ciri khas saya sebagai orang dewasa, harus berbeda dengan anak-anak.
4. Agar saya bisa menjadi seperti anak-anak untuk hal-hal ini!
Saya ingin menyebutkan beberapa ciri khas lain dari anak-anak, seperti berikut: 1. Punya rasa keingintahuan (kuriositas) yang tinggi. 2. Suka bergerak aktif dan kreatif. 3. Apa adanya, ceplas-ceplos, benar-benar jujur dari hati, 4. Tak pernah berhenti belajar dari banyak hal, meski kadang harus terluka (misalnya jatuh dari sepeda, tapi bangkit kembali dan belajar naik sepeda lagi.)
Nah, untuk hal-hal di atas, saya ingin seperti anak-anak. Saya di masa dewasa ke tahap menua ini tetap ingin punya rasa kuriositas yang tinggi, belajar dari banyak hal tanpa henti.Â
Jika mengalami kegagalan tak segan untuk bangkit lagi, jika merasa diri menjadi lamban maka saya sebisa mungkin untuk lebih aktif dan berenergi. Seperti halnya anak-anak yang apa adanya, jujur dari hati, maka ketika berkarya atau beraktivitas pun saya ingin melakukan hal yang sama.
Dari banyak ciri khas anak-anak, yang diekspresikan dalam tingkah pola yang kadang lucu, menggemaskan, namun kadang nyebelin dan merepotkan, setidaknya saya belajar tentang kehidupan. Hidup dalam bentuk proses mendidik anak maupun hidup dalam proses mendidik diri sendiri agar menjadi pribadi yang lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Salam inspirasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H