Dengan kata lain, bahasa yang baik mengacu pada jenis karangannya. Ada adaptasi kata, kalimat, atau susunan paragrafnya pada masing-masing jenis tulisan. Itu jika bahasa yang digunakan adalah bahasa tulis.
Jika bahasa digunakan secara lisan maka si penutur harus memahami di mana ia berbahasa, tujuannya apa, dan siapa pendengarnya. Bahasa yang kita gunakan untuk berkomunikasi dengan anak berbeda dengan bahasa yang kita pakai untuk berinteraksi dengan orang dewasa. Ada pilihan kata tertentu yang harus kita gunakan agar tepat sasaran.Â
Dan, bahasa yang kita gunakan tersebut memang baik karena sesuai dengan tujuan yang ingin kita capai, namun belum tentu benar jika merujuk kepada cara penulisan di dalam kamus.
Bahasa yang baik dan benar, sepengetahuan saya, hanya bisa diwujudkan melalui tulisan-tulisan yang formal atau resmi. Bisa juga diejawantahkan dalam pidato-pidato kenegaraan atau acara-acara resmi kedinasan.Â
Untuk tuturan bernuansa ringan, santai, akrab, atau renyah, bahasa baiklah yang tepat. Demikian pula untuk tulisan populer, seperti artikel yang banyak muncul di Kompasiana, bahasa yang baiklah yang bisa menyentuh hati pembacanya.
Kaidah penulisannya belum tentu benar! Misalnya, kata 'tapi, tetapi', tidak boleh di awal kalimat jika kita merujuk pada tata penulisan yang benar. Demikian pula, angka 1-9 pada teks atau judul tulisan seharusnya ditulis dengan huruf, seperti satu, dua, tiga, dan seterusnya.Â
Namun, di Kompasiana atau media massa pada umumnya kaidah yang benar tersebut "dilanggar". Alasannya antara lain untuk menimbulkan efek keterbacaan yang lebih tajam atau untuk efisiensi kata. Terutama pada media massa yang ruang halamannya terbatas, efisiensi kata sangat penting.
Saya sangat memahami efisiensi kata ini karena pernah bekerja di sebuah koran nasional, dan hampir setiap hari berdiskusi tentang penulisan dan penggunaan kata.Â
Saya juga kadang berdebat panjang serta seru jika sebuah kata harus ditulis tidak sesuai dengan kaidah yang benar. Namun, di situlah saya mengenal bahasa jurnalistik, yang lebih luwes, singkat, dan mudah dipahami. Meskipun, cara penulisannya tidak sesuai dengan kaidah yang baku atau kemudian disebut sebagai bahasa yang baik, tapi tidak benar.
Baca juga: Kriteria Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar!
Terjawab sudah judul di atas, bahasa yang baik memang belum tentu benar. Kebenaran ini merujuk pada kaidah baku, aturan resmi yang disepakati bersama dan dituangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia atau dalam bentuk petunjuk penggunaan bahasa lainnya.Â