Berbahasa yang baik, misalnya kita tidak abai dengan pilihan kata yang tepat, menjadi sangat penting. Entah itu dalam bentuk lisan maupun tulisan, bahasa yang baik sangat berperan dalam menjaga silaturahmi, membangun komunikasi atau interaksi, dan sering menjadi penentu sukses tidaknya kita menyampaikan gagasan.
Menggunakan bahasa yang baik perlu kita kuasai supaya kita tahu tempat, tahu waktu, dan tahu situasi serta kondisi ketika menulis atau bertutur kata.Â
Bahasa yang baik tidak bisa dilepaskan dari suatu komunitas pembaca, misalnya, atau komunitas pendengarnya. Contoh sederhana, ketika saya menulis artikel ringan maka saya harus lincah memilih kata yang mudah dicerna dan memakai kalimat demi kalimat populer, tidak formal atau kaku.Â
Kata-kata kekinian, seperti lebay, alay, receh, anjay, mager, atau gabut, bisa disisipkan untuk memperkuat efek santai, ringan, tanpa menghilangkan esensi tulisan yang komunikatif.
Berbeda halnya jika seorang mahasiswa menulis skripsi, dosen menulis disertasi, atau pejabat negara membuat surat resmi kenegaraan maka kata-kata yang dipilihnya berbeda.Â
Orang mengatakan bentuk-bentuk tulisan seperti skripsi hingga naskah-naskah kenegaraan harus menggunakan bahasa yang benar, sesuai kaidah penulisan bahasa Indonesia. Rujukan penulisan katanya antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Baca juga: Lengkapkah Kamus Besar Bahasa Indonesia? (Bahasa Baku dan Bahasa Gaul)
Bagaimana dengan bahasa yang saya gunakan untuk tulisan ini? Bagaimana pula dengan bahasa jurnalistik? Atau, bagaimana bahasa yang digunakan di blog pribadi atau di Kompasiana? Banyak pula bentuk tulisan lain, seperti puisi, cerpen, novel, naskah drama atau naskah film, bahasa apa yang digunakan?
Jawabannya sangat mungkin Anda pahami, yakni menggunakan bahasa yang baik. Sesuaikan dengan tujuan tulisan maka di situlah kita menemukan bahasa yang baik.Â
Nah, bahasa yang baik untuk artikel belum tentu baik untuk cerpen atau puisi. Bahasa yang baik untuk jurnalistik belum tentu baik untuk naskah drama.