Banyak amat pendapat hingga teori tentang menulis. Sebenarnya menulis itu apa sih? Pertanyaan konyolkah ini? Jika melirik ke kamus bahasa Indonesia (KBBI), saya mendapatkan penjelasan ringkas ini: menulis adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya). Untunglah ada kata 'dan sebagainya' sehingga membuat huruf dan angka dengan laptop bisa dikategorikan 'menulis'.
Tak hanya itu, kamus juga mengartikan menulis sebagai melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Nah, menggambar atau melukis serta membatik (kain) juga termasuk dalam arti menulis.
Apakah begitu besar daya magnetnya sehingga banyak penulis membuat artikel tentang menulis? Hmm... saya pun masuk dalam kategori ini: penulis yang menulis tentang menulis. Memang benar sih, ada daya tariknya ketika memberikan pendapat tentang aktivitas menulis.
Tujuan menulis setiap orang tentu berbeda. Ada yang bertujuan untuk mengisi waktu luang hingga menjadikan menulis sebagai terapi jiwa. Saya dan Anda bisa jadi berbeda tujuan dalam menulis.
Saat ini, misalnya, tujuan saya menulis adalah untuk menyampaikan pendapat saya pribadi. Selain itu, untuk menakar seberapa besar energi yang masih saya punya untuk menuliskan tema sederhana ini, setelah sekitar tiga jam tanpa henti saya menyunting naskah milik orang lain.
Tujuan lainnya, ingin mencoba membedah dari sudut pandang yang berbeda, kenapa orang suka menulis yang topiknya tentang 'menulis'. Bukankah di Kompasiana ini, misalnya, sudah bertebaran banyak penulis hebat, yang sangat mungkin tidak butuh teori atau pendapat tentang aktivitas menulis. Bagi mereka, para penulis berpengalaman, untuk apa membaca tulisan yang berisi tentang teori menulis?
Sebenarnya, entah itu penulis baru atau penulis lama, belajar menulis juga merupakan aktivitas seumur hidup. Atau, setidaknya belajar menulis terus dilakukan jika jari-jemari ini masih kuat untuk menulis. Ingat saja pepatah penting, "Belajarlah seumur hidup!"
Nah, bukankah itu termasuk belajar menulis? Saya pun demikian. Jika berhenti belajar menulis maka kecakapan saya dalam menulis bisa luntur. Belajar tidak harus membaca teori menulis setiap waktu.
Banyak baca tulisan karya orang lain juga merupakan proses belajar yang bisa dilakukan. J.K. Rowling, yang sangat sukses dengan novelnya, Harry Potter mengatakan, "Banyak membaca sangatlah menolong. Baca semua yang bisa Anda baca."
Beberapa hari lalu, anak saya memulai kuliah perdananya. Kuliah daring (online). Apa tugas pertama kuliahnya? Bikin blog! Luar biasa! Itu yang pertama terucap dari mulut saya. Apresiasi yang tulus dari saya untuk sang dosen.
Dengan mengawali bikin blog berarti mahasiswa baru mulai diperkenalkan dengan aktivitas menulis yang lebih serius. Tidak sekadar menulis untuk menjawab soal-soal ujian, tapi membuat karangan yang di dalamnya tentu ada kerangka berpikir.Â
Kecerdasan yang dimulai dari aktivitas menulis, yang semoga berkembang menjadi pribadi yang bisa menyampaikan gagasan dengan cerdas, bermutu, dan bermanfaat.
Hal yang menyenangkan bagi saya adalah makna menulis yang tidak sekadar membuat huruf atau angka dengan beragam alatnya. Banyak makna berkembang dari aktivitas menulis.
Tidak hanya sebagai cara melahirkan pikiran melalui tulisan, tapi juga beragam tujuan lain, termasuk mempengaruhi serta mengubah gaya hidup banyak orang. Luar biasa, bukan? Dengan kata-kata yang tertuliskan, kita bisa mengubah dunia, termasuk mempengaruhi para pengambil keputusan yang berdampak pada banyak orang.
Wajarlah jika banyak orang tertarik untuk menulis. Tidak sekadar untuk mendapatkan pundi-pundi uang, tapi untuk tujuan besar lain, yang tentu saja berbeda bagi masing-masing penulis.
Lihatlah beragam artikel yang tayang, dengan judul-judul yang tak terhitung jumlahnya. Itu membuktikan bahwa aktivitas menulis memang menyenangkan, dengan latar tujuan yang penuh warna.
Jika penulis sudah menemukan tujuannya, atau setidaknya mendapatkan tempat yang tepat untuk menulis, maka mengalirlah tulisan demi tulisan, tanpa henti.
Jika penulis sudah tahu arah yang tepat, sudah memahami tema apa yang pas di tempat A, dan topik apa yang bisa disampaikan di tempat B, C, D, dan sebagainya, maka lahirlah produktivitas yang mengagumkan. Tidak hanya menginspirasi bagi pembacanya, namun juga merupakan terapi jiwa bagi penulisnya sendiri.
Menulis merupakan terapi jiwa sudah bukan hal yang baru lagi. Pendapat tersebut sudah lama ada, namun tetaplah bisa memperbarui semangat setiap orang yang suka menulis. Jiwa yang diterapi, jiwa yang dibersihkan dari kekusutan, menjadi jiwa yang membahagiakan.
Melalui efek membahagiakan inilah maka banyak hal bisa dituliskan, termasuk pengalaman pribadi penulisnya yang tetap ceria karena banyak menulis.
Apakah sudah terjawab pertanyaan pada judul di atas? Untuk lebih memberi arti tentang menulis, saya tuliskan kembali apa kata Pramoedya Ananta Toer, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama dia tidak menulis, dia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah."Â
Sastrawan Indonesia yang karya-karyanya diterjemahkan ke dalam banyak bahasa asing ini pun mengungkapkan, "Menulis adalah sebuah keberanian."
Salam inspirasi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H