Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Bersama Puisi, Terbang ke Dimensi Lain

25 Januari 2025   12:09 Diperbarui: 25 Januari 2025   12:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok penyair/Foto: FB Itha Abimanyu

"Kompasiana adalah rumah bagi puisi-puisi saya. Menulis merupakan sebuah proses yang tak pernah berhenti. Semakin sering saya melakukannya, semoga semakin baik pula kemampuan dalam menuangkan ide. Konsistensi dalam menulis bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga sebuah komitmen untuk terus belajar dan berkembang." 

Setidaknya kutipan di atas membuktikan kemauan keras Itha Abimanyu untuk tetap menulis dan setia  terhadap puisi.

Perempuan yang lahir di kota Sumedang, sejak kanak-kanak sudah tidak asing dengan dunia imajinasi. Ia selalu jatuh hati terhadap puisi. Bahkan dalam perkembangan usia selanjutnya,  sering mengikuti lomba menulis (mencipta) puisi.

Mengaku, setiap kali membaca puisi merasa seperti diajak terbang ke dimensi lain. Dari sanalah benih kecintaan terhadap puisi mulai tumbuh dalam dirinya.

"Saya sudah terpesona oleh keindahan kata-kata, dunia sastra menjadi rumah bagi saya dan puisi adalah jendela jiwa saya," paparnya seperti tertulis dalam @temuonkompasiana.

Beberapa puisinya, antara lain "Kemarin, di Sela Rintik Hujan",  "Tentang Nasib", "Menjadi Asing", "Di Pasar Malam", dan "Ketika Jemari Berjelaga" berhasil dialihmediakan menjadi musikalisasi puisi. 

Bukan tanpa alasan jika puisinya bermetamorfosis menjadi lagu (dinyanyikan). Kenyataannya, dalam proses penciptaan puisi, ia selalu mempertimbangkan aspek musikalitas, rima, dan persajakan.

Pengakuan terhadap kualitas puisi Itha Abimanyu yang bukan merupakan karya kaleng-kaleng, dibuktikan dengan penerbitan antologi puisi tunggal Di Sela Nyanyian Hujan (Ujwart Media Publisher dan Penerbit Multisia Tenan Jaya, 2017) serta antologi serumpun puisi Suara Debu  (Arashi Group, 2019).

Pencapaian dan pengakuan luar biasa didapatkan saat Kompasiana memberi penghargaan Best In Fiction Kompasiana Awards 2024 atas karya puisinya.

 "Jujur saja, saya tidak pernah menyangka akan masuk nomine apalagi mendapatkan penghargaan sebesar itu. Kemenangan ini bukan hanya sekadar pengakuan, tetapi juga menjadi tanggung jawab besar untuk terus berkarya dan menginspirasi lebih banyak lagi pembaca," tulis perempuan yang tinggal di Sumedang, dan terlibat dalam berbagai kegiatan menulis.

Keberhasilannya mendapatkan gelar Best In Fiction Kompasiana Awards 2024 karena puisi-puisi Neng Itha (begitu saya selalu menyapa) dinilai penuh misteri,  terasing, dan menyendiri. Melalui puisinya, ia mengajak pembaca merenungkan  arti kehidupan, cinta, dan kehilangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun