Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Puisi Hujan Pertama sampai Pengkhianatan Cinta

19 Januari 2025   10:23 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:10 537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Strategi memahami puisi/Foto: Hermard

Sedangkan hujan dalam puisi "Gemuruh di Dalam Kepala" dapat dipahami sebagai saluran puncak emosi, rasa syukur saat bencana (badai) berlalu.

Gemuruh di dalam Kepala

Ada riuh di dalam sana,
pikiran-pikiran berlomba,
berteriak tanpa jeda,
tak peduli, siapa yang menang.

Mereka tabrak-menabrak,
layaknya awan di malam badai,
siapa yang jadi terang,
siapa yang luruh sebagai hujan.

Di sudut sunyi, jiwa bertahan,
mengintip celah di antara porak,
mencari sisa hangat mentari,
di pusaran ribut yang tak kunjung usai.

Namun, gemuruh ini tak selamanya,
ada jeda di antara detak,
seperti hujan, ia pun reda,
menyisakan jejak kisah yang tertata.

Puisi "Gemuruh di dalam Kepala" sejatinya merupakan gambaran mendalam konflik batin manusia, mencerminkan kegelisahan sosial dalam kehidupan modern- kekacauan hubungan antara individu dan struktur sosial- dengan keyakinan masih ada harapan dalam menghadapi tantangan hidup.

Realitas hubungan dalam masyarakat modern juga dapat kita nikmati melalui puisi "Ketika Kau Suguhi Aku Punggung". 

Berbeda dengan puisi "Gemuruh di dalam Kepala" yang mengabstraksikan relasi kegelisahan sosial dalam kehidupan modern, maka puisi "Ketika Kau Suguhi Aku Punggung" memaparkan kegelisahan individu dalam kehidupan dunia modern berkenaan dengan hubungan interpersonal berkaitan dengan persoalan cinta, pengkhianatan.

Kau yang pernah berjanji untuk menjadi tulang punggung
Justru hengkang menuju belakang panggung
Cintaku masih gembira ria berpentas
Justru kau berlalu jauh dari sikap pantas

Sakitnya sungguh tak palang tanggung
Ketika kau sengaja pergi mempersembahkan punggung
Di belakangmu aku terlanjur membangun harap
Sekejap saja gedung-gedung harapan lenyap

Secara semiotik, kata punggung dalam penggalan puisi di atas dapat dimaknai sebagai penolakan. Sedangkan runtuhnya gedung harapan mencerminkan keinginan yang kandas karena pengkhianatan.

Kerapuhan cinta menggambarkan harapan yang kadang tidak tergapai- adanya ketegangan sosial antara keinginan dan kenyataan yang mungkin saja bertolak belakang.

Dapat dikatakan bahwa puisi "Ketika Kau suguhi Aku Punggung" merupakan puisi dengan topik mengenai luka karena pengkhianatan cinta, sekaligus mencerminkan dilema sosial berkaitan dengan kegagalan memenuhi harapan dan tanggung jawab relasional.

Pada akhirnya, kita memahami bahwa puisi merupakan bentuk ekspresi seni yang diwujudkan melalui diksi (pilihan kata). Tentu saja menciptakan puisi tidak semudah membalikan telapak tangan, termasuk puisi-puisi yang sudah dibahas secara sekilas di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun