"Novelet-novelet itu akan dijadikan data penelitian mengenai feminisme dalam karya sastra," ujar Bu Dosen.
Sampai akhir tahun 1980-an mencari data tidaklah semudah sekarang. Dulu, menulis skripsi, makalah ilmiah, harus datang ke perpustakaan, membaca satu per satu referensi yang diperlukan.Â
Jika data berkaitan dengan koran/majalah, maka mau tidak mau harus membuka-buka koran/majalah-di Yogyakarta ada Jogja Library Center (JLC) perpustakaan khusus berisi koleksi koran dan majalah dari tahun 1945.
JLC menempati gedung dua lantai bekas NV Boekhandel en Drukkerij Kolff-Buning, toko buku dan percetakan Kolff-Buning - perusahaan swasta Belanda yang bergerak di bisnis penerbitan, percetakan dan penjualan buku- buku berbahasa Indonesia/Melayu, Belanda, serta Jawa, terletak di ujung utara Jalan Malioboro.
Penulis ternama yang karyanya pernah diterbitkan Kolff-Buning, antara lain Raden Ngabei Ranggawarsita, Theodore G Th Pigeaud, dan Stutterheim. Kolff-Buning menerbitkan majalah Ratoe Timoer dan Poestaka Timoer.
Jadi saya tidak heran kalau Bu Dosen meminta saya mendatangi (istilah kerennya survei) ke kios-kios persewaan komik/majalah untuk mencari data (inventarisasi) karena beliau tidak memiliki waktu dan tenaganya terbatas kalau harus mendatangi satu per satu kios-kios penyewaan komik/majalah.
Tidak seperti sekarang, saat internet kian merebak, dunia berada dalam genggaman tangan. Mau mencari data apa pun tinggal klik sana klik sini bertanya kepada Mbah Google sambil duduk manis di kafe menikmati hangatnya kopi dan pisang goreng keju.
Lulus dari Fakultas Sastra, saya mengemasi barang-barang, niat berangkat mendosen di Jawa Timur. Bersamaan dengan itu datang permintaan mengikuti seleksi tes menjadi PNS di sebuah kantor pemerintah yang mengurusi soal bahasa dan sastra di Yogyakarta.Â
Akhirnya setelah nasib berada di ujung tanduk, saya lolos seleksi menjadi PNS. Semula saya tidak menyadari kalau kantor itu merupakan kantor pusat yang berada di daerah dan bergerak di bidang penelitian.Â
Sesuatu yang melekat di pikiran, kantor itu berurusan dengan pembinaan, pemasyarakatan, dan penyusunan kamus. Setidaknya saya akan bekerja sebagai penyuluh kebahasaan/kesastraan, ikut menyusun kamus.
Setelah masuk kerja barulah saya menyadari kalau pegawainya terbagi dua: tenaga administrasi dan tenaga fungsional peneliti.
Dua atau tiga tahun setelah bekerja, teman-teman kepegawaianlah yang kemudian meminta agar saya segera mengumpulkan berkas pengajuan usulan jabatan fungsional (peneliti).Â