Pelaksanaan NKF selalu mengangkat tema berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan pelestarian alam.
Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri karena sejak semula panitia NKF berkeinginan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap warisan budaya dan nilai-nilai persatuan dan kemasyarakatan.
Cara yang  ditempuh dengan mengenalkan sawah kepada generasi muda dan melestarikan tradisi lewat permainan layang-layang.
Tema yang diusung dari tahun ke tahun pun tidak kalah menarik: "Kepedulian tentang Bahaya Sampah Plastik" (2022), "Akar Tumbuh Budaya Tangguh" (2023), dan "HOPE: Humans on Planet Earth" (2024).Â
Tema NKF #4 bertujuan mengingatkan bahwa meskipun berasal dari latar belakang berbeda, manusia hidup di bumi atau planet yang sama, sehingga memiliki tanggung jawab bersama.
Termasuk dalam menghadapi tantangan global, mulai dari krisis, perang, perubahan iklim, degradasi sosial budaya, hingga konflik kepentingan politik.
Pelaksanaan NKF #4 merupakan bagian dari acara Sleman Creative Week dengan berbagai acara unggulan, antara lain eksibisi layang-layang, workshop melukis, talk show kesejarahan, musik, pemutaran film, tari, karawitan, dan wayang thengul.
Pertunjukan kesenian Wayang Thengul dipergelarkan karena merupakan salah satu kesenian tradisional yang hampir punah.
"Sedikit banyak, panitia tahu bahwa Wayang Thengul merupakan kesenian yang sudah langka di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka merasa ikut bertanggung jawab terhadap keberadaan kesenian tersebut," ujar Agus Suprihono, koordinator pertunjukan Wayang Thengul.
Lakon Wayang Thengul biasanya diambil dari Serat Menak karya Yasadipura I. Serat Menak adalah karya sastra jawa berjenis cerita kepahlawanan, ditulis pada masa Kerajaan Islam Mataram. Ada yang mengatakan bahwa Serat Menak merupakan karya diadaptasi dari naskah Melayu berjudul Hikayat Amir Hamzah.
Sebagai salah seorang penjaga kesenian tradisional, Agus mulai tertarik dengan Wayang Wong Thengul sejak pertama kali dipentaskan di Padukuhan Seyegan sekitar tahun 1967.