Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ngaran Kite Festival: Kebersamaan di Hamparan Sawah

14 Oktober 2024   15:50 Diperbarui: 16 Oktober 2024   10:27 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menari di udara/Foto: dokpri Hermard

Jalan tanah yang bergelombang selebar empat meteran, membelah persawahan di Ngaran, Margokaton, Seyegan, Sleman, tiba-tiba menjadi riuh. Anak-anak dan orang dewasa berseliweran, saling membantu menerbangkan layangan berbagai bentuk serta ukuran. Selama dua hari (12-13/10/2024), langit padukuhan Ngaran dihiasi puluhan bahkan ratusan layangan tradisional dan modifikasi. Ada yang berbentuk garuda, wayang, gerobak sapi, boneka, ikan paus, Tom Jerry, dan lainnya. 

Menari di udara/Foto: dokpri Hermard
Menari di udara/Foto: dokpri Hermard
Layangan hias berukuran besar menyerupai seorang wanita, diberi ekor panjang, sehingga saat berada di ketinggian, ekornya bergerak gemulai, menjelma bak seorang perempuan, menari dinamis di udara.

Sesekali terdengar sorakan tertahan ketika ada layangan yang tiba-tiba tatas (putus) atau menyiruk tajam ke persawahan.

Begitulah keseruan kegiatan Ngaran Kite Festival (NKF) #4, diselenggarakan di desa Ngaran, Margokaton, Seyegan, Sleman. Setidaknya ini merupakan bukti bahwa Yogyakarta sebagai kota budaya didukung pula oleh masyarakat pinggiran yang berada di wilayah pedesaan. 

Keunikan lain, umumnya festival layang-layang diadakan di pantai, tapi di NKF, layang-layang diterbangkan di hamparan sawah menghijau.

Terdapat juga petak-petak sawah di sekitar lokasi yang tidak ditanami, alias dibiarkan menjadi surga bagi rerumputan, sebagian lainnya berupa bongkahan tanah kering.

Eloknya lagi, acara tidak hanya dipenuhi workshop maupun lomba layang-layang, tapi terjadwal pula kegiatan pentas seni, tradisi, dan budaya.

Layangan sawah/Foto: dokpri Hermard
Layangan sawah/Foto: dokpri Hermard
Situasi ini sesuai dengan harapan Anggit Bimanyu, Lurah Margokaton, agar festival layang-layang dapat berdampingan dengan peristiwa kebudayaan.

Ia secara khusus menyampaikan ucapan terima kasih atas kolaborasi berbagai pihak, utamanya Komunitas Kandang Kebo yang mengajak dan memandu masyarakat dalam melacak jejak para leluhur dengan blusukan ke situs-situs sejarah dan makam kuno. 

Masyarakat diperkenalkan lebih jauh dengan peninggalan pilar Belanda, yoni, nisan kuno, dan sendang. Maria Tri Widayati dan Minta Harsana, founder Komunitas Kandang Kebo, tampak hadir di antara peserta blusukan sejarah. 

Dari pengamatan Komunitas Kandang Kebo, padukuhan Ngaran menyimpan jejak arkeologis dari zaman prasejarah, periode klasik, Islam, kolonial, sampai periode kemerdekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun