Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kebersamaan dalam Bingkai Kearifan Lokal

24 September 2024   14:18 Diperbarui: 26 September 2024   11:26 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Fungsi rumah untuk tempat istirahat dan berlindung. Bukan tempat menumpuk barang-barang seperti di rumah lama, menjadi susuh, dipenuhi barang-barang yang sesungguhnya tidak diperlukan. Toh bapak ibu sudah sepuh, jadi yang dipikirkan lokasinya saja yang strategis, kemana-mana dekat," saran anak nomor dua.

Gang sempit Kotagede/Foto: Hermard
Gang sempit Kotagede/Foto: Hermard
Dulu sejak kanak-kanak hingga kuliah, saya mengalami situasi yang kurang mengenakan karena tidak pernah mendapatkan pujian dari kedua orangtua. 

Meskipun terpilih mewakili sekolah lomba baris-berbaris, deklamasi, mendapat beasiswa saat kuliah, menang lomba penulisan artikel, tulisan dimuat dalam media massa, tidak sekalipun mendapatkan pujian dari orangtua. Situasi menyedihkan semacam ini diam-diam saya simpan sendiri sebagai luka berkepanjangan. 

Tentu saja saya tidak ingin memberikan luka yang sama kepada anak-anak. Pencapaian prestasi sekecil apapun, misalnya gambar dipuji guru, mendapatkan ranking kenaikan kelas, sampai mendapatkan pekerjaan dan promosi jabatan, pujian dalam bentuk sederhana, misalnya ucapan selamat atau makan bersama, pasti kami lakukan.

Komunikasi terbuka, tidak mengkritik secara serampangan, memberikan keteladanan, kepercayaan, membuka ruang diskusi bagi anak-anak, dan selalu berpegang kepada kearifan lokal sebagai pegangan hidup, saya dan Ibu Negara tiupkan terus dalam kehidupan anak-anak. 

Mempererat hubungan di meja makan/Foto: Hermard
Mempererat hubungan di meja makan/Foto: Hermard
Syukur alhamdulillah sampai usia pernikahan kami mencapai tiga puluh tiga tahun, tepat tanggal 25 September 2024, kehidupan bersama anak-anak berjalan adem-ayem tanpa intrik seperti yang sering terjadi dalam banyak sinetron Indonesia.

Mungkin karena semua nrima ing pandum-merasa cukup atas pemberian Tuhan sehingga dapat hidup berkecukupan, mampu menempuh jalan ana sethithik dipangan sethithik yang merupakan bagian dari ajian mulur mungkret dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun