Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasib Baik Aksara Ulu di Tangan Rapanie

16 September 2024   12:37 Diperbarui: 16 September 2024   17:23 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksara Kaganga/Foto: indonesiaplus.id

la meyakini masih banyak ilmu praktis yang dituliskan dalam naskah Ulu, salah satunya ilmu bangunan rumah adat dengan sistem bongkar pasang. Sayangnya sampai sekarang tidak banyak masyarakat yang berkeinginan mempelajari aksara Ulu.

Rapanie memiliki motivasi kuat memasyarakatkan aksara tradisional (aksara Ulu) seperti yang dilakukan Pemda Yogyakarta dengan melekatkan aksara Jawa di papan nama jalan, perkantoran, surat dinas, bahkan di tempat fasilitas umum.

Memudarnya Aksara di Indonesia

Dari referensi diketahui bahwa terdapat lebih dari lima puluh aksara tradisional di Indonesia, tersebar di berbagai daerah.
Beberapa di antaranya masih digunakan secara terbatas, sementara yang lain telah punah atau nyaris hilang dari penggunaan sehari-hari. Aksara tradisional (daerah) yang masih ditemui/digunakan antara lain aksara Jawa, Bali, Batak, Bugis (Lontara), Rejang (Kaganga), Sunda, dan Lampung.

Memudarnya penggunaan aksara tradisional disebabkan oleh kehadiran alfabet Latin ( diperkenalkan penjajah Belanda) sebagai sistem penulisan resmi untuk pendidikan, administrasi, dan komunikasi. 

Tidak diajarkannya aksara tradisional di sekolah-sekolah, membuat generasi muda tidak lagi memiliki akses atau keterampilan membaca dan menulis aksara tersebut.

Solusi agar aksara tradisional dapat dipertahankan keberadaannya adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran aksara tradisional ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah, terutama di wilayah yang memiliki warisan aksara tradisional. Pelajaran mengenai aksara dapat dijadikan bagian dari mata pelajaran bahasa daerah atau sejarah budaya lokal.

Cara lain dapat ditempuh dengan mempromosikan penggunaan aksara tradisional dalam ranah seni, misalnya melalui desain grafis, mural, atau pada pakaian dan produk lokal.

Melestarikan aksara tradisional dapat juga dengan melibatkan komunitas lokal lewat penyelenggaraan festival budaya atau lomba menulis menggunakan aksara tradisional.

Pemerintah daerah bisa menerapkan penggunaan aksara tradisional yang dilekatkan pada nama-nama jalan, bangunan publik, dan dokumen resmi sebagai bentuk pelestarian. Hal ini bisa kita temui di kota Yogyakarta dan Bali.

Nama jalan dengan aksara Jawa/Foto: Kompas.com-Glori K Wadrianto
Nama jalan dengan aksara Jawa/Foto: Kompas.com-Glori K Wadrianto
Cara lain dengan melakukan penelitian, mendokumentasikan aksara-aksara yang hampir punah, serta pembuatan kamus atau panduan penggunaan aksara. Dokumentasi ini penting untuk memastikan bahwa pengetahuan tentang aksara tetap tersimpan dan bisa dipelajari pada masa mendatang. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun