Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasib Baik Aksara Ulu di Tangan Rapanie

16 September 2024   12:37 Diperbarui: 16 September 2024   17:23 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksara Kaganga/Foto: indonesiaplus.id

"Naskah-naskah itu nyaris tidak ada yang membaca. Terlantarnya naskah dengan aksara Kaganga patut disayangkan karena aksara Kaganga merupakan bukti tingginya kebudayaan, peradaban masyarakat Sumatera Selatan. Perlu diingat, tidak semua suku di Indonesia memiliki sistem aksara," tukas ayah dari tiga orang anak ini.

Tidak berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa aksara merupakan simbol budaya, filosofi, sejarah, dan identitas suatu peradaban. Mempelajari aksara merupakan upaya memahami bagaimana suatu bangsa berkomunikasi, merekam sejarah, dan mentransmisikan pengetahuan mereka dari generasi ke generasi.

Fungsi aksara dalam konteks ini dapat dikaitkan dengan temuan berbagai naskah dan prasasti. Aksara memainkan peran dalam naskah kuno maupun prasasti karena keduanya merupakan media utama guna mencatat sejarah peradaban masa lalu.

Aksara Pallawa (dari India) membawa pengaruh besar dan menjadi basis dari berbagai aksara di Nusantara, termasuk aksara Jawa Kuno dan aksara Ulu di Palembang. Masing-masing aksara ini berperan dalam perkembangan budaya dan sejarah di wilayah Nusantara, memberikan gambaran mengenai interaksi budaya, agama, dan politik pada masa lampau.

Prasasti Kedukan Bukit dari Kerajaan Sriwijaya (ditemukan CJ Batenburg, menggambarkan kemajuan pelayaran di Indonesia pada masa Hindu-Buddha) menggunakan aksara Pallawa. Aksara ini banyak dipakai dalam prasasti-prasasti awal di Nusantara, khususnya pada abad ke empat hingga ke tujuh Masehi. 

Aksara Pallawa dituliskan dalam prasasti kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia, seperti Tarumanagara dan Sriwijaya. Aksara Ulu diyakini berasal dari aksara Brahmi melalui aksara Palawa dan berkembang seiring dengan peran kerajaan Sriwijaya.

Di Jawa terdapat Prasasti Canggal (ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir, Magelang), dengan aksara Pallawa, berbahasa Sanskerta. Prasasti ini mencatat keterangan penting tentang perkembangan Kerajaan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Raja Sanjaya.

Selain itu terdapat Prasasti Kalasan (berangka tahun 700 Saka, berisi keterangan mengenai ketaatan Mataram Kuno dalam hal penghormatan kepada Dewi Tara). Menggunakan aksara Pranagari dan berbahasa Sanskerta.

Terdapat beberapa prasasti dengan aksara turunan dari aksara Pallawa yang digunakan kerajaan Mataram Kuno maupun Majapahit sejak abad ke delapan hingga abad ke-16.

Paparan di atas menggambarkan peran dan fungsi aksara dalam prasasti-prasasti penting yang mencatat peristiwa politik, hukum, dan agama.

"Uniknya naskah yang saya baca di Sumatera Selatan dan Lampung, sangat erat berkaitan dengan Jawa. Huruf Ulu tetapi bahasanya Jawa. Dari sini saya menyadari pentingnya studi kekerabatan dalam memahami naskah-naskah masa lalu. Hal ini dimaksudkan agar dalam memahami naskah-naskah lama dapat melahirkan pemikiran-pemikiran lebih bijaksana, ada titik temu pemahaman, tidak kontradiktif," harap Rapanie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun