Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pak Mardjoko, Smartphone, dan Garengpung

10 Agustus 2024   08:59 Diperbarui: 10 Agustus 2024   13:19 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meminumkan jamu/Foto: Hermard

Angon bebek dan mepe pari/Foto: Hermard
Angon bebek dan mepe pari/Foto: Hermard
Hal ini dilakukan karena bebek tidak mungkin dipelihara dengan baik (mendatangkan keuntungan) saat musim kemarau.  Sebab angon bebek  di area persawahan memerlukan air agar keong- makanan bergizi bebek- dapat hidup dan bebek merasa nyaman bersentuhan dengan air. 

Bebarengan dengan itu, ia  mengganti tanaman padi dengan palawija yang lebih tahan hidup pada musim sulit air. Pekerjaan lainnya adalah keliling desa dengan gerobak sapi miliknya, memborong panenan kacang prol dari petani lain.

Sebagai petani tradisi dengan pendidikan terbatas, Pak Mardjoko mengalami kegagapan dalam mengikuti perkembangan zaman, kemajuan teknologi. Ia tetap memilih menghayati pekerjaannya sebagai petani sekaligus peternak.

Meminumkan jamu/Foto: Hermard
Meminumkan jamu/Foto: Hermard
Meskipun dalam kehidupan modern penggunaan smartphone  menjadi sangat penting bagi banyak orang karena fungsi  dan kemampuannya memudahkan berbagai aspek kehidupan, tapi  Pak Mardjoko justeru memililih hidup tanpa smartphone yang dianggap dapat mengurangi interaksi sosial secara langsung. 

Baginya, realitas kedekatan hubungan sosial dalam masyarat sangat penting karena mampu menjaga hubungan interpersonal dengan sehat. Mungkin saja dalam dirinya berkembang pemikiran bahwa gawai mengganggu keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, bisa menyebabkan orang terisolasi secara sosial.

"Kula mboten mudeng pripun carane ngginakaken HP, wong sagede namung tandur-Saya tidak paham bagaimana menggunakan HP, bisa saya ya cuma bertani," ujarnya.

Artinya, Pak Mardjoko menyadari dirinya kurang melek terhadap teknologi dan tidak mau direpotkan oleh keberadaan benda bernama HP atau gawai.

Hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat kota, rata-rata melek teknologi, tidak bisa melepaskan diri dari smartphone. 

Begitu smartphone tertinggal di rumah atau kehilangan HP, seakan bencana besar tengah menimpa. Hal ini terjadi karena smartphone dapat digunakan menyimpan berbagai data, mempermudah komunikasi, mampu mengakses segala informasi-termasuk berita terkini, cuaca, dan hal penting lainnya- dari belahan dunia manapun. 

Selain itu, smartphone mampu meningkatkan produktivitas dengan berbagai aplikasi, sebagai alat transaksi perbankan maupun belanja online, serta keperluan berselancar kemanapun di jagat maya.

Kedamaian desa/Foto: Hermard
Kedamaian desa/Foto: Hermard
Saat berjarak dengan handphone, masyarakat tradisional berharap dapat lebih fokus pada interaksi langsung dengan orang lain, memperdalam hubungan sosial, dan menikmati momen tanpa gangguan.  Mungkin saja bagi orang-orang tertentu lebih nyaman hidup tanpa smartphone, back to nature!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun