Bebarengan dengan itu, ia  mengganti tanaman padi dengan palawija yang lebih tahan hidup pada musim sulit air. Pekerjaan lainnya adalah keliling desa dengan gerobak sapi miliknya, memborong panenan kacang prol dari petani lain.
Sebagai petani tradisi dengan pendidikan terbatas, Pak Mardjoko mengalami kegagapan dalam mengikuti perkembangan zaman, kemajuan teknologi. Ia tetap memilih menghayati pekerjaannya sebagai petani sekaligus peternak.
Baginya, realitas kedekatan hubungan sosial dalam masyarat sangat penting karena mampu menjaga hubungan interpersonal dengan sehat. Mungkin saja dalam dirinya berkembang pemikiran bahwa gawai mengganggu keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari, bisa menyebabkan orang terisolasi secara sosial.
"Kula mboten mudeng pripun carane ngginakaken HP, wong sagede namung tandur-Saya tidak paham bagaimana menggunakan HP, bisa saya ya cuma bertani," ujarnya.
Artinya, Pak Mardjoko menyadari dirinya kurang melek terhadap teknologi dan tidak mau direpotkan oleh keberadaan benda bernama HP atau gawai.
Hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat kota, rata-rata melek teknologi, tidak bisa melepaskan diri dari smartphone.Â
Begitu smartphone tertinggal di rumah atau kehilangan HP, seakan bencana besar tengah menimpa. Hal ini terjadi karena smartphone dapat digunakan menyimpan berbagai data, mempermudah komunikasi, mampu mengakses segala informasi-termasuk berita terkini, cuaca, dan hal penting lainnya- dari belahan dunia manapun.Â
Selain itu, smartphone mampu meningkatkan produktivitas dengan berbagai aplikasi, sebagai alat transaksi perbankan maupun belanja online, serta keperluan berselancar kemanapun di jagat maya.