Sebagai pengarang berkualitas, karya-karya Ahmad Tohari sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain Ronggeng Dukuh Paruk dan Kubah diterbitkan dalam bahasa Jepang. Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan Jerman. Pada tahun 2002, trilogi tersebut dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, dengan judul The Dancer.
Lalu bagaimana Ahmad Tohari memaknai novel yang ditulisnya?
"Bagi saya menulis novel itu adalah sesuatu yang sudah selesai. Artinya ketika novel itu terbit kemudian ada yang membaca, maka saya sudah selesai menulis novel. Ketika di Yogya banyak yang membaca dan yang dibaca adalah novel bajakan dan dijual murah, saya ikhlas kok," ungkap Tohari sambil menjelaskan kalau Ronggeng Dukuh Paruk saat ini sudah mencapai cetakan ke dua puluh dan tahun depan muncul dengan hard cover.
Meskipun piawai menulis cerpen dan novel, Ahmad Tohari tidak berhasrat menulis puisi karena pengalaman buruknya di masa lalu. Diceritakannya, saat kelas tiga SMP, murid sekelas diberi tugas oleh guru, Ibu Siti Rubiah, membuat puisi.Â
Saat itu puisi lebih dikenal sebagai pantun. Dengan mengerahkan segala kemampuan, kekuatan lahir batin, Ahmad Tohari menulis pantun beberapa bait dan ditempel di majalah dinding dengan penuh kebanggaan.Â
Tiba-tiba temannya lewat dan membaca pantun Ahmad Tohari. Ia berkomentar bahwa pantun Tohari pasti hasil contekan karena ia pernah membaca di suatu tempat. Komentar itu betul-betul merupakan malapetaka puisi yang luar biasa.
"Habislah rasa harga diri saya karena saya menulis dengan kekuatan diri sendiri kok dianggap nyontek. Sesudah itu hilang keberanian saya untuk menulis puisi, sampai sekarang," jelas Ahmad Tohari.
Hal yang jarang terungkap adalah bagaimana Ahmad Tohari jatuh cinta kepada Siti Syamsiah. Enam tahun pacaran kemudian menikah tanpa kata cinta.
"Saya orangnya maknawi, tidak suka simbolik. Jadi seumur hidup, saya tidak pernah menulis kata cinta," jelas Tohari sambil tersenyum.
Penerima penghargaan Sastra ASEAN tahun 1995 itu menjelaskan tanpa tedeng aling-aling bahwa ketika SMP, istrinya terlihat sangat cantik, diperebutkan banyak orang.
"Waktu saya SMA kelas tiga, istri saya SMP kelas tiga, ia cantik sekali. Banyak lelaki tertarik, saingannya banyak betul. Saingan terberat adalah seorang kapten RPKAD. Saya sudah menyerah sebelum bertarung. Tapi diam-diam dia memilih saya...," ungkap lelaki kelahiran 13 Juni 1948 yang disambut senyuman teman-teman SBP.