Lewat tayangan layar lebar, Landung Simatupang berhasil "mengawinkan" imajinasi penonton yang dibagikan lewat tuturan dengan realitas sekeliling kehidupan Cornel Simanjuntak, komponis  kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara, tahun 1921. Â
Setidaknya penonton menemukan dunia realitas rumah semasa kecil sang komponis, wajah J Schouten-guru musik, bangunan gedung/ruang sekolah Hollandsche Indische Kweekschool (HIK)-  sekolah keguruan Xaverius College di Muntilan, kegiatan masyarakat Jawa dalam bermusik, kedatangan penjajah Jepang, orang-orang berpakaian goni, dan lainnya.
Saat itu banyak radio umum, diletakan  dalam kotak nenyerupai kandang merpati,  sengaja dipasang tentara Jepang di berbagai tempat, dipancangkan pada tiang setinggi dua sampai tiga meter. Binsar mendengar  gubahan lagu Cornel berjudul "Hancurkanlah Musuh" yang berisi propaganda Jepang,  mengajak masyarakat mengganyang  Inggris dan Amerika.
Cerita berlanjut dengan situasi  sulit pada akhir tahun 1944, saat beras tidak mudah didapatkan. Cornel  mempunyai ide "nakal", mengajak Binsar (sama-sama tinggal serumah di Tanah Tinggi, Jalan Purbaya 21, Jakarta)  berjualan arang memakai gerobak ke rumah orang-orang yang dikenal, termasuk rumah Ibu Sud (penyanyi dan pengarang lagu).Â
Lima keranjang arang diantarkan, meskipun Bu Sud merasa tidak pernah memesan. Untuk mendapatkan makan, Cornel menodongkan kata-kata, "Ibu kami lapar...," yang membuat tuan rumah tidak tega dan memberi mereka makan nasi goreng...
Pertunjukan berdasarkan serpihan kehidupan Cornel Simanjuntak (1921-1946), dibingkai  lagu-lagu ciptaan Cornel yang  diaransemen ulang Bagus Masazupa dan dinyanyikan  Asriuni Pradipta beserta kawan-kawan, mampu memukau ratusan penonton.
"Mendengar lagu  Citra yang dinyanyikan Sita Nursanti dan Asriuni Pradipta terasa begitu lembut, merdu, dan indah," tutur Ibu Negara Omah Ampiran penuh rasa kagum.
Pertunjukan Selincam Cornel Simanjuntak tentu begitu membekas di hati enam ratusan penonton yang memenuhi Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Bukan saja karena para pemusik, pemeran, dan penyanyi yang tampil menarik, tapi karena pementasan malam itu ditutup dengan meleburnya seluruh penampil dan penonton dalam lagu "Tanah Tumpah Darahku" ciptaan Cornel Simanjuntak/Sanusi Pane.
Tanah tumpah darahku yang suci mulia
Indah dan permai bagaikan intan permata
Tanah airku tanah pusaka Ibuku
S'lama hidupku aku setia padamu