Ketidaksetaraan akses dan keterbatasan pengetahuan masyarakat di pedesaan, menyebabkan penerimaan mereka terhadap kemajuan teknologi (internet) memunculkan gap-gap sosial, serta menggeser interaksi langsung (tatap muka) antarindividu menjadi interaksi lewat WhatsApp tanpa harus bertemu face to face.Â
Efek yang lebih serius terjadi karena munculnya konten-konten di berbagai platform dunia maya yang menjadi tontonan generasi muda desa dan itu tidak sesuai dengan nilai budaya atau kearifan lokalitas, berdampak merusak norma dan nilai tradisional masyarakat desa.
Agar efek negatif terhadap budaya dan tradisi lokalitas dapat diminimalisair, maka diperlukan upaya pendekatan seimbang antara teknologi (penggunaan internet) dan pelestarian nilai budaya lokal.Â
Di sisi lain, program pendidikan dan kesadaran digital dapat membantu masyarakat desa mengenali risiko dan manfaat internet. Harmonisasi antara perkembangan teknologi dan identitas lokal, dapat pula dilakukan dengan peningkatan literasi digital dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional.
Sekali lagi, benar apa yang dinyatakan Fuad Hasan, ketika membicarakan perubahan sosial budaya dari masyarakat tradisional-agraris menuju masyarakat modern industri, tidak akan luput dari persoalan-persoalan mekanisasi, automatisasi, dan teknologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H