Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Ipul di Antara Pigmen, Indigo, dan Keunikan Pewarna Alam

19 Januari 2024   09:46 Diperbarui: 21 Januari 2024   12:40 1232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pewarna indigo versus tingi berkolaborasi dengan jolawe. (Foto: Sekadargambar/SB)

Nama indigo diambil dari nama tumbuhan genus Indigofera (Indigofera Tinctoria), penghasil zat warna ini. Di bidang tekstil, pewarna alami indigo diterapkan pada teknik pewarnaan Shibori menggunakan kain berserat alam.

Mengutip dari BahanKain.com, dijelaskan bahwa indigo merupakan pewarna kuno, diperoleh dari Woad (Isatis Tinctoria) atau Indigofera (Indigofera Tinctoria). Keduanya merupakan tanaman penghasil warna kebiruan sekaligus obat tradisional. 

Warna indigo atau nila pertama kali dibuat di India. Ditemukan di Peradaban Lembah Indus, diperkirakan berasal dari Zaman Perunggu (3300-1300 SM). 

Pigmen unik yang dinamai nila ini diperoleh melalui proses ekstraksi daun tanaman indigofera. Daun diolah menjadi bubuk lalu direbus sampai membentuk cairan kental. Selanjutnya, larutan difermentasi hingga menghasilkan warna biru keunguan yang khas.

Pewarna indigo versus tingi berkolaborasi dengan jolawe. (Foto: Sekadargambar/SB)
Pewarna indigo versus tingi berkolaborasi dengan jolawe. (Foto: Sekadargambar/SB)
Dalam proses pewarnaan alam, indigo memerlukan glukosa (gula), bisa menggunakan gula jawa, gula aren, maupun tetes tebu, juga kapur. Indigo dengan gula aren, warna birunya menjadi lebih segar (biru cerah); sedangkan indigo memakai tetes tebu akan menghasilkan warna biru kehijauan.

Pigmen indigo bisa dicampur dengan pigmen dari tanaman lain dan akan menghasilkan berbagai warna baru.

Jika indigo dipadukan dengan pigmen jolawe cenderung menghasilkan warna biru-abu-abu; indigo plus pohon nangka menghadirkan warna biru agak gelap, sedangkan indigo dipadukan dengan tegeran menghasilkan warna biru kehijauan.

Perkawinan pigmen indigo. (Foto: Sekadargambar/SB)
Perkawinan pigmen indigo. (Foto: Sekadargambar/SB)
Begitupun setiap pigmen tanaman jika diberi unsur logam (misalnya tunjung, tawas) bisa menghasilkan tone warna berbeda-tidak berlaku untuk indigo.

Dalam pewarnaan alam dikenal istilah penguncian warna (fiksasi) untuk memperkuat warna pada kain dan menentukan tone warna sesuai jenis logam yang mengikat pigmen, yaitu tawas, kapur, dan tunjung.

Fiksasi merupakan hal menarik karena belum banyak dieksplorasi, terutama terhadap efek samping limbah yang dihasilkan. Dalam proses pewarnaan, pigmen masuk ke serat. Ketika tidak ada bahan tambahan (unsur logam), kemungkinan pigmen bisa bertahan kuat di serat, atau sebaliknya. 

Ini kembali ke karakter masing-masing pigmen. Secang, misalnya, relatif mudah luruh karena mengandung enzim. Juga kunyit, daya ikatnya relatif rendah.

Fiksasi dikenal juga dengan istilah mordan yang memiliki arti menggigit: pigmen menggigit medianya, yaitu proses pengikatan pigmen ke serat kain. Fiksasi merupakan proses pencelupan pigmen ke larutan logam, sedangkan mordan adalah larutan logam yang dicelupkan ke pigmen.

Untuk melekatkan pigmen ke serat kain, digunakan unsur logam berupa aluminium, kalsium, tawas, belerang, dan sebagainya. Nah dalam proses akhirnya perlu dipikirkan bagaimana pengelolaan limbah fiksasi agar tidak menimbulkan dampak negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun