Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jari Pemilu: ASN Mati Gaya?

18 November 2023   19:55 Diperbarui: 19 November 2023   06:33 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lewat penelitian ilmiah mengenai Serat Darma Duhita  (disusun pada masa Sri Susuhunan Paku Buwana IX, 1861-1893), Mukhammad Nur Rokhim, dkk menjelaskan bahwa karya tersebut merupakan serat piwulang putri, dikhususkan bagi putri raja yang sudah menikah, bertujuan menciptakan kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga. 

Pesan moral tersebut disampaikan menggunakan metafora lima jari. Misalnya saja keberadaan ibu jari  merupakan  kiasan, lambang kepasrahan, kesabaran, dan ketenteraman batin- sebuah metatesis kata jejempol yang berubah menjadi pol atau kayem pol - totalitas.  

Contoh lain adalah jari tengah  (penunggul), merupakan sebuah perintah senantiasa mengunggulkan pekerjaan. Selain itu, mengutamakan atau menghargai pemberian suami, sekalipun apa yang diberikan tidak sesuai harapan. Pada bagian ini, pengarang memanfaatkan sifat jari tengah yang lebih panjang daripada jari-jari lainnya. 

Simpulannya: jari-jemari melambangkan lima sikap dalam mewujudkan perilaku yang harus dijalani atau ditinggalkan dalam kehidupan (membangun rumah tangga). Konsep ini merupakaan bagian dari upaya membentuk pemahaman  holistik bahwa lima jari (lima ajaran): kesabaran dan totalitas (jempol), tidak berlebihan dalam memerintah (telunjuk), mengunggulkan pekerjaan (tengah),  selalu berbuat baik (manis), cekatan dalam membangun kehidupan (kelingking); semua merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan- kelima jari tangan memiliki makna keseimbangan dan kerukunan satu dengan lainnya.

Sejalan dengan pemikiran itu, dalam budaya Jawa, jari-jari mampu menggambarkan  sopan santun. Jika ingin mempersilahkan, digunakan ibu jari, jangan sesekali menggunakan jari telunjuk karena itu dianggap menghina, tidak sopan, bisa menimbulkan perselisihan.

Tak salah jika Pepeng, presenter kuis Jari-jari (muncul pada  tahun 1992) dalam suatu wawancara mengatakan bahwa melalui kuis Jari-jari ia ingin memberi edukasi kepada pemirsa televisi dengan cara mengasah pengetahuan umum mereka. Lewat sambungan telepon, Pepeng menguji kemampuan peserta mengenai pengetahuan umum. Setiap mengawali acara dan pertanyaan, Pepeng selalu   mengucapkan kata: Jari-jari....

Nah, menjelang Pemilu, Menpan- RB, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Ketua Komisi ASN, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum; mengedukasi sekaligus menguji netralitas ASN dan abdi negara lewat jari-jari. Semoga ASN yang suka berfoto tak mati gaya dengan jari-jari mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun