Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jari Pemilu: ASN Mati Gaya?

18 November 2023   19:55 Diperbarui: 19 November 2023   06:33 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kecap tetap nomor satu/Foto: Hermard

Saiki rada repot tur rada ribet:
ngacung apa njempol dikira kampanye
ngamini donga dikira kampanye 

ngacungke driji loro apa telu ya dikira kampanye
salam victory utawa salam literasi  ya dikira kampanye
salam metal ya dikira kampanye
njur dikon piye jajal?

Begitulah kegelisahan teman lama, Heru Marwata, yang ditulis menyerupai puisi di media sosialnya. Ia (dosen di Universitas Gadjah Mada) bahkan dengan guyonan melanjutkan: ben angger ngene terus, suk yen arep pilpres apa coblosan, KPU lan BAWASLU ora arep tak kandhani utawa tak jak kok, ngribeti, ben kapok-kalau begini terus, besok-besok kalau mau pilpres atau coblosan lagi, KPU dan Bawaslu tidak akan saya ajak, menyusahkan, biar jera.

Urusan jari bisa menjadi sesuatu yang signifikan bahkan berakibat runyam bagi ASN. Padahal sebagai salah satu anggota badan, sebelum memasuki masa kampanye pilpres dan cawapres, jari tidak diperlakukan secara istimewa. Siapa pun bebas berfoto dengan pose jari suka-suka gue!

Begitu mendekati Pemilu, jari menjadi barang mahal dan tidak boleh dipertontonkan  dengan sembrono oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Bahkan negara merasa perlu campur tangan dalam memperlakukan jari lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN Dalam Penyelenggaraan Pemilu. 

Aturan itu disahkan oleh Menpan- RB, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Ketua Komisi ASN, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum. Selama masa Pemilu, para ASN dan abdi negara diminta berhati-hati saat berfoto, jangan sampai terlihat memberikan dukungan politik melalui gerakan atau ekspresi tubuh; salah satunya  adalah memberikan tanda (pose foto)  menggunakan jari atau mengangkat jempol. 

Foto dengan pose  mencerminkan simbol atau atribut partai dianggap sebagai pelanggaran disiplin ASN dan dapat dikenakan sanksi ringan maupun hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan, pembebasan jabatan, dan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.

Dilansir dari Kompas.com (5/11/2023), terdapat 10 pose foto yang tidak dianjurkan bagi ASN  selama masa Pemilu 2024, yaitu: pose membentuk simbol hati ala Korea Selatan, pose dengan jempol ke atas, pose jari tangan berjumlah tiga, pose dengan jari metal, pose tangan membentuk pistol, pose tangan dengan mengangkat telunjuk, pose tangan angka dua, pose tangan membentuk telepon, pose memperlihatkan angka 5, dan pose membentuk simbol "ok" dengan tiga jadi diangkat. Selain itu, foto ASN yang menunjukan simbol atau atribut partai politik pun dilarang.

Memahami Makna Jari
Sebenarnya kehidupan kita tidak  pernah bisa lepas dari jari-jari, terlebih  pada zaman modern seperti sekarang ini. Menurut  Dr Dhimam Abror, jari-jari saat ini menjadi instrumen  sangat penting bagi manusia modern dalam berkomunikasi dan menunjukkan eksistensi diri. Dengan jari-jari, manusia modern  (serba digital) melalukan touch and sweep, sentuh dan geser, untuk mengendalikan semua aktivitas. 

Menurutnya, revolusi digital  mengubah manusia menjadi manusia jari  (homo digitalis). Jari dipakai sebagai senjata utama dalam aktivitas sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan  etimologi kata digital (berasal dari kata  digitus-bahasa Yunani), yang berarti jari-jemari. 

Digital artinya berhubungan dengan angka-angka untuk sistem perhitungan tertentu; berhubungan dengan penomoran. Dalam bahasa Inggris, digital artinya berhubungan dengan jari, mesin hitung yang mempergunakan angka- angka untuk sistem-sistem perhitungan tertentu.

Dalam budaya Jawa, keberadaan jari-jari sebagai bagian tubuh yang berkaitan dengan pendidikan etika sudah diperkenalkan sejak lama, setidaknya termuat dalam tembang Enthik-enthik,  bercerita mengenai rencana melenyapkan  penunggul (jari tengah). Kemudian jari kelingking mempertanyakan apa kesalahan penunggul? Ia paling tinggi dibandingkan jari lain, jelas penunjuk (jari telunjuk). Jangan begitu, nanti engkau berdosa jelas jari manis. Pernyataan ini diperkuat oleh ibu jari, saat lupa diri jangan melakukan sesuatu agar tidak menyesal di kemudian hari.

Lewat penelitian ilmiah mengenai Serat Darma Duhita  (disusun pada masa Sri Susuhunan Paku Buwana IX, 1861-1893), Mukhammad Nur Rokhim, dkk menjelaskan bahwa karya tersebut merupakan serat piwulang putri, dikhususkan bagi putri raja yang sudah menikah, bertujuan menciptakan kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga. 

Pesan moral tersebut disampaikan menggunakan metafora lima jari. Misalnya saja keberadaan ibu jari  merupakan  kiasan, lambang kepasrahan, kesabaran, dan ketenteraman batin- sebuah metatesis kata jejempol yang berubah menjadi pol atau kayem pol - totalitas.  

Contoh lain adalah jari tengah  (penunggul), merupakan sebuah perintah senantiasa mengunggulkan pekerjaan. Selain itu, mengutamakan atau menghargai pemberian suami, sekalipun apa yang diberikan tidak sesuai harapan. Pada bagian ini, pengarang memanfaatkan sifat jari tengah yang lebih panjang daripada jari-jari lainnya. 

Simpulannya: jari-jemari melambangkan lima sikap dalam mewujudkan perilaku yang harus dijalani atau ditinggalkan dalam kehidupan (membangun rumah tangga). Konsep ini merupakaan bagian dari upaya membentuk pemahaman  holistik bahwa lima jari (lima ajaran): kesabaran dan totalitas (jempol), tidak berlebihan dalam memerintah (telunjuk), mengunggulkan pekerjaan (tengah),  selalu berbuat baik (manis), cekatan dalam membangun kehidupan (kelingking); semua merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan- kelima jari tangan memiliki makna keseimbangan dan kerukunan satu dengan lainnya.

Sejalan dengan pemikiran itu, dalam budaya Jawa, jari-jari mampu menggambarkan  sopan santun. Jika ingin mempersilahkan, digunakan ibu jari, jangan sesekali menggunakan jari telunjuk karena itu dianggap menghina, tidak sopan, bisa menimbulkan perselisihan.

Tak salah jika Pepeng, presenter kuis Jari-jari (muncul pada  tahun 1992) dalam suatu wawancara mengatakan bahwa melalui kuis Jari-jari ia ingin memberi edukasi kepada pemirsa televisi dengan cara mengasah pengetahuan umum mereka. Lewat sambungan telepon, Pepeng menguji kemampuan peserta mengenai pengetahuan umum. Setiap mengawali acara dan pertanyaan, Pepeng selalu   mengucapkan kata: Jari-jari....

Nah, menjelang Pemilu, Menpan- RB, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Ketua Komisi ASN, dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum; mengedukasi sekaligus menguji netralitas ASN dan abdi negara lewat jari-jari. Semoga ASN yang suka berfoto tak mati gaya dengan jari-jari mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun