Mohon tunggu...
Herry Mardianto
Herry Mardianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Suka berpetualang di dunia penulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Angka, Mitos, dan Nasib Paslon

16 November 2023   15:07 Diperbarui: 18 November 2023   20:00 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak suara Pemilu 2024. (Sumber: KOMPAS.com)

Boleh percaya boleh tidak, diperumahan kami tidak ada rumah dengan nomor 4, 13, dan 14. Sebagai pengganti nomor 4, dipasang nomor rumah 3A, 3B, kemudian rumah nomor 5. 

Setelah itu, untuk menghilangkan nomor 13 dan 14, dipakai nomor rumah 12 A, 12 B, 12 C, dilanjutkan dengan nomor 15. Begitulah, angka telah menjadi mitos, sehingga ada angka tertentu yang tidak pantas atau tabu digunakan.

Makna Filosofis Angka

Bagi masyarakat Jawa tradisional dan Tionghoa, misalnya, angka memiliki peran dan makna penting. Masyarakat Jawa tradisional dalam kehidupan sehari-hari, selalu mengaitkan angka dengan simbol-simbol atau makna filosofis.

Beberapa angka memiliki konotasi positif atau negatif berdasarkan kepercayaan/tradisi lokal. Sebagai contoh, angka 7 dianggap sebagai angka   keberuntungan, memiliki nilai spiritual. Tujuh dalam Bahasa Jawa disebut pitu, dimaknai sebagai pitulungan (pertolongan) dan pitutur (nasihat).

Berangkat dari pengertian ini, maka dalam berbagai ritual adat Jawa, beberapa ubarampe sering dijumlahkan hingga mencapai angka tujuh. Misalnya, bunga tujuh rupa  (kembang piton)- mawar merah, mawar putih, kenanga, melati, kantil kuning, kantil putih dan cempaka. 

Ubarampe kelengkapan hajatan pun selalu berjumlah tujuh: nasi golong dan tumpeng tujuh macam. Angka lain yang dianggap baik dalam tradisi Jawa adalah angka 4. 

Dalam bahasa Jawa angka 4 disebut papat atau catur yang bermakna kecerdasan, kreativitas, dan kemenangan (kerta). 

Sementara itu, dalam tradisi masyarakat Tionghoa, angka 8 dianggap sebagai angka keberuntungan karena pelafalannya  mirip dengan kata kekayaan atau keberuntungan. 

Sebaliknya, angka 4 dihindari karena pelafalannya mirip dengan kata mati. Oleh karena itu, angka 4  jarang digunakan, termasuk untuk penomoran rumah.

Begitulah, angka memiliki peran dalam membentuk kepercayaan, norma, dan tata nilai dalam masyarakat Jawa tradisional maupun Tionghoa.

Pawukon dan Sengkalan

Dalam masyarakat Jawa, angka-angka juga berkaitan dengan pawukon dan sengkalan. Pawukon berkaitan  dengan berbagai aktivitas daur hidup manusia dari kelahiran, pernikahan, pendirian rumah, perayaan hari-hari besar, upacara adat, upacara keagamaan, sampai upacara kematian.

Perhitungan pawukon  dipengaruhi oleh perubahan rotasi dalam setiap tujuh hari (sapta wara)- dimulai dari hari redite (Minggu) sampai hari tumpak (Sabtu). Di samping itu,  dikenal juga istilah pancawara dalam menentukan siklus pasaran yang terdiri dari  Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi.

Sengkalan merupakan penanda tahun dalam bentuk rangkaian kata atau gambar. Setiap kata dalam sengkalan mewakili watak sebuah bilangan. 

Cara mengartikan kata-katanya dengan dibaca dari belakang. Jadi, kata pertama mewakili angka satuan tahun, kata kedua mewakili angka puluhan, angka ketiga mewakili angka ratusan dan angka keempat mewakili angka ribuan. 

Misalnya sengkalan yang tertera dalam Serat Kandha tidak sekadar berupa rangkaian kata-Sirna ilang kertaning bumi- melainkan memiliki makna yang melambangkan tahun 1400 Saka karena sirna=0, ilang=0, kerta=4, dan bumi=1. Kalimat tersebut mempunyai arti 'musnah, hilang, kemakmuran dunia', menggambarkan kehancuran kerajaan Majapahit.

Bratakesawa (1980) menyebut pentingnya sengkalan sebagai kalimat karena agar mudah diingat dan tidak ada yang hilang atau tertukar. Dijelaskan lebih jauh bahwa tidak ada rumus baku dalam pencantuman nilai atas suatu kata. 

Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa sesuatu yang hanya berjumlah satu di dunia, maka kata yang menyatakannya akan bernilai satu. 

Sebagai contoh adalah kata bumi yang hanya ada satu. Raja juga bernilai satu karena mestinya hanya ada satu, memiliki posisi tertinggi (di kerajaan). 

Ia membuat daftar berdasar sumber-sumber yang lebih tua dan menjelaskan (tepatnya menebak) alasan suatu kata memiliki nilai angka tertentu. 

Dalam konteks ini, permasalahan bisa muncul karena nilai kata akan tergantung kepada "tafsir" pembuat maupun pembacanya. Jadi nilai suatu kata bisa saja tidak sama.

Dari Weton Lahir sampai Weton Jodoh

Membaca tanda-tanda/Foto: Hermard
Membaca tanda-tanda/Foto: Hermard

Selain itu, angka-angka  pun memiliki hubungan dengan kalender Jawa dan sistem penanggalan tradisional. Masyarakat Jawa tradisional sering menggunakan hitungan njelimet berkaitan dengan angka-angka dalam perencanaan kegiatan pernikahan, keagamaan, pertanian, atau upacara adat.

Dalam pernikahan, orang Jawa tradisional umumnya akan mempertimbangkan weton kedua calon pengantin. 

Weton merupakan istilah dalam penanggalan Jawa,  hari kelahiran seseorang berdasarkan nama pasarannya, seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Weton berasal dari bahasa Jawa Wewetonan yang berarti 'berhubungan dengan'.

Dikutip dari Merdeka.com, weton  merupakan sistem astrologi Jawa yang menghubungkan tanggal lahir seseorang dengan elemen-elemen alam untuk mengungkapkan karakteristik, nasib, dan keberuntungan seseorang dalam kehidupan.

Ada yang mempercayai bahwa weton bukan sekadar tanggalan Jawa. Lebih dari itu, bisa digunakan untuk menghitung hari, baik dalam melaksanakan pernikahan atau hari penting bagi seseorang. Bahkan, weton  digunakan untuk memperkirakan watak dan karakter seseorang dilihat dari hari lahirnya.

"Weton berasal dari bahasa Jawa Wewetonan yang berarti 'berhubungan dengan'."

Dengan kata lain, weton merupakan sistem penanggalan masyarakat Jawa tradisional untuk menandai hari lahir, menentukan sifat, karakter, nasib, dan jodoh seseorang. 

Weton terdiri dari gabungan antara hari dalam seminggu (Senin sampai Minggu) dengan lima hari pasaran Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Perputaran ini berulang setiap 35 hari.

Masing-masing  weton memiliki pengaruh dalam menentukan watak berdasarkan neptu (jumlah angka dari hari dan pasaran). Cara menghitung weton dengan menjumlahkan nilai  hari lahir dengan hari pasaran dalam penanggalan Jawa. Dari hasil penjumlahan tersebut,  akan didapatkan angka yang masing-masing memiliki arti tersendiri.

Terdapat beberapa tingkat kecocokan dalam pernikahan jika dilihat dari weton, mulai dari neptu pegat, ratu, jodoh, topo, tinari, padu, sujanan, dan pesthi.

Pasangan weton yang tidak boleh menikah, misalnya pasangan  weton Kamis Pon dan  Rabu Kliwon karena memiliki neptu nilai 15. 

Jika nantinya dibagi  akan menyisakan hasil 0 atau 5 yang dianggap masuk ke dalam kategori padu. Jika keduanya bersatu, mereka mungkin akan tidak akur, sering bertengkar.

Pasangan weton lainnya yang tidak boleh berjodoh adalah orang-orang dengan weton Minggu Kliwon dan Senin Kliwon. Karena jika disandingkan akan memiliki jumlah neptu 25, mereka masuk ke dalam kategori sujanan yang berarti perselingkuhan.

Sedangkan pasangan yang layak disandingkan adalah mereka yang memiliki neptu Ratu (2, 11, 20, 29) karena hubungan mereka akan harmonis, merupakan pasangan sejati.  

Pun juga neptu Tinari (5, 14, 23, 32) dapat hidup bahagia dengan rezeki melimpah. Di samping itu pasangan dengan neptu Pesthi (8, 17, 26, 35), bisa hidup  rukun dan harmonis. Hubungan yang aman dan tentram bisa dirasakan dan bertahan lama.

Nomor Urut atau Weton Jodoh?

Bagaimana Kompasianer melihat pengundian dan penetapan nomor urut Capres dan Cawapres? Apa yang tebersit kemudian setelah nomor-nomor tersebut ditetapkan kepada para calon? 

Begitulah pertanyaan yang diajukan admin Kompasiana. Bagi saya, nomor urut paslon itu sekadar penanda bagi ketiga pasang capres-cawapres: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan tidak akan berpengaruh secara signifikan ke perolehan suara.

Sebaiknya mari kita segera mencari tahu weton dari masing-masing pasangan dan   menghitung weton jodoh mereka. Siapa tahu primbon hitungan Jawa kali ini menemukan kebenarannya(?) Oh ya, cara menghitungnya dengan menjumlahkan masing-masing weton dari calon pasangan. 

Misalnya Ganjar Pranowo   lahir pada Jumat Wage, maka wetonnya adalah 6 + 4 = 10. Sedangkan Mahfud MD lahir pada Minggu Legi, maka wetonnya adalah 5 + 5 = 10. 

Setelah dijumlahkan, maka weton jodoh  keduanya adalah 10 + 10=20. Angka ini merupakan neptu Ratu, artinya mereka merupakan pasangan sejati dan harmonis...

Bagaimana, apakah kompasianer sudah siap menghitung weton jodoh pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka? Apakah masing-masing pasangan mengetahui weton-nya? Tiwas siap menghitung tapi mereka tak paham weton-nya!

Jangan lupa, ini rumus menghitungnya:
Hari Lahir: Minggu = 5, Senin = 4, Selasa = 3, Rabu = 7, Kamis = 8,  Jumat = 6, Sabtu = 9
Hari Pasaran: Legi = 5, Pahing = 9, Pon = 7, Wage = 4, Kliwon = 8

Bagaimana hasilnya? Jape mete?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun